Pengamat: Tak Ada Koalisi Permanen, yang Ada Kepentingan Permanen

Dalam politik hanya ada kepentingan yang permanen, semisal tokoh-tokoh yang semula berseberangan, menjadi lawan politik.

oleh Rizki Gunawan diperbarui 24 Agu 2014, 09:21 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2014, 09:21 WIB
Koalisi Merah Putih Permanen
Koalisi Merah Putih

Liputan6.com, Jakarta - Partai anggota koalisi Merah Putih dikabarkan akan merapat ke Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla meski sebelumnya telah mengikrarkan menjadi koalisi permanen.

Terkait hal itu, pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Teguh Yuwono menilai hal itu bisa saja terjadi karena tidak ada koalisi permanen dalam perpolitikan. Menurut dia, koalisi dibangun atas dasar kepentingan.

"Yang ada dalam politik itu kepentingan permanen. Kepentingan mendapatkan kekuasaan, kalau kepentingannya sama jadi kawan, kalau kepentingannya beda bisa jadi lawan," ujar Teguh di Semarang, Minggu (24/8/2014).

Dengan keputusan Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan perselisihan hasil pemilu (PHPU) yang diadukan kubu Prabowo-Hatta, kata dia, Koalisi Merah Putih yang dibangunnya sangat mungkin goyah.

Menurut dia, parpol-parpol yang bergabung dalam Koalisi Merah Putih tentu akan berpikir ulang untuk bertahan di luar pemerintahan atau memilih masuk ke dalam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. "Meski dikatakan kalau koalisi ini (Merah Putih) permanen walau Prabowo kalah, dalam politik semua bisa saja terjadi. Beberapa parpol dalam koalisi itu bisa saja berpindah haluan," katanya.

Dia mencontohkan Golkar yang selama ini tidak terbiasa berada di luar pemerintahan bisa saja memutuskan untuk merapat ke pemerintahan Jokowi, apalagi JK sebagai wakil presidennya merupakan tokoh Golkar.

Beberapa parpol lain yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, kata dia, pun bisa memutuskan untuk merapat ke pemerintahan setelah gugatan yang diajukan kubu Prabowo-Hatta ditolak oleh MK.

"Ya, kecuali Gerindra tentunya. Kalau Gerindra pasti tetap bersikap oposisi, namun parpol-parpol lain (dalam koalisinya) kan belum tentu akan mau bersikap oposisi," kata pengajar FISIP Undip itu.

Teguh menambahkan, dalam politik hanya ada kepentingan yang permanen, semisal tokoh-tokoh yang semula berseberangan, menjadi lawan politik, tiba-tiba bisa menjadi kawan karena kepentingannya sama. "Selama kepentingannya sama, ya jadi kawan. Namun, kalau sudah berbeda ya bisa jadi musuh. Dulu Amien Rais tahu sendiri bagaimana dengan Prabowo. Sekarang berkoalisi," pungkasnya.

Jokowi-JK maju sebagai peserta Pilpres 2014 dengan didukung PDIP, Partai Nasdem, PKB, Partai Hanura, dan PKPI. Sedangkan Prabowo-Hatta disokong koalisi Partai Gerindra, PAN, PKS, PPP, PBB, Golkar, dan Demokrat. (Ant/Mut)

Baca juga:

Jokowi: Kemungkinan PAN dan Demokrat Bergabung

PAN Bantah Bakal Merapat ke Koalisi Jokowi-JK

PDIP Sebut 4 Partai Koalisi Merah Putih Bakal Bergabung

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya