Liputan6.com, Mina - Ribuan jemaah haji yang berdesakkan di Mina membuat Mohammed Awad terpisah dari sang ayah. Pria Sudan berusia 36 tahun itu susah payah melepaskan diri dari impitan manusia. Itu sama sekali tak mudah, butuh 30 menit baginya untuk bisa menyingkir.
Naluri bertahan hidup menguasai dirinya. Awad lalu memanjat gerbang tinggi bersama sejumlah orang. Panik bukan kepalang rasanya.
Baru sejam kemudian ia bisa mencari ayahnya, yang ditemukan di bawah tumpukan manusia -- setidaknya 10 orang -- namun untungnya, pria 56 tahun tersebut masih bernyawa.
"Tumpukan manusia yang ada di sana tak terhitung banyaknya. Menumpuk tinggi," kata Awad, seperti yang dikutip Liputan6.com dari Global News, Jumat (25/9/2015).
Musibah terjadi saat dua rombongan besar jemaah bertemu. Berbeda dengan jalanan yang landai dan lebar menuju Jamarat, rute yang membelah perkampungan tenda di Mina relatif sempit. Lebar jalan tempat terjadinya musibah hanya selebar 12 meter. Gerbang-gerbang tinggi didirikan di kiri dan kanannya.
Baca Juga
Mereka yang terjebak nyaris tak punya jalan keluar. "Orang-orang saling memanjat demi bisa bernapas," kata Abdullah Lotfy, jemaah dari Mesir. "Seperti terjebak di tengah ombak. Betapapun kita melangkah maju, tiba-tiba kita terdorong ke belakang."
Saksi mata bahkan mengaku terpaksa melewati jasad-jasad manusia. Demi selamat. "Saat kami mendekati Jamarat, gerbang dalam kondisi tertutup, namun jemaah tak mengetahuinya. Kerumunan makin menyemut," kata dia, seperti dikutip dari situs Sun News Online.
"Saat itulah orang-orang yang berbalik dari gerbang yang tertutup bertemu dengan rombongan yang datang. Di tengah cuaca panas, situasi tak terkendali. Saya terpaksa melewati jenazah demi bertahan hidup."
Advertisement
Situasi Mina Mendadak Suram...
Asisten editor media Daily Sun, Akeeb Alarape juga merasa bersyukur bisa lolos dari maut.
"Saat mereka berbalik ke arah kami, cuaca yang panas dan pengap mulai mempengaruhi kami . Saya nyaris pingsan, untung ada teman sekamar yang menolong. Saya ingat, saya berseru memohon keajaiban dari Allah."
Saat tersadar dan akhirnya bisa pergi, ia melihat apa yang terjadi. Jasad-jasad manusia tergeletak di sana-sini. "Dari tendaku saja ada empat orang yang dipastikan meninggal dunia."
Pasca-tragedi, situasi di Mina mendadak suram. Para jemaah urung merayakan selesainya kewajiban ibadah mereka.
Ismail Hamba (58) dari Nigeria mengaku terpengaruh dengan kabar itu. Saat kejadian, ia sedang dalam perjalanan menuju lokasi lempar jumrah. Tiba-tiba ia merasa pusing dan jatuh.
"Dengan rahmat Allah ... seorang pemuda menyelamatkan aku," katanya di sebuah klinik kecil di lokasi kecelakaan. Ia mengaku tak tahu bagaimana dia bisa selamat.
"Kejadian itu mengerikan. Benar-benar mengerikan," kata dia.
Sami Angawi, pendiri Hajj Research Center pada tahun 1970-an berpendapat, tak cukup bagi para menteri Arab Saudi dan para deputinya menggelar rapat beberapa kali dalam setahun untuk menelaah perencanaan dan koordinasi penyelenggaraan haji.
"Itu seperti rantai. Kita tak tahu di mana sisi lemahnya," kata dia. Persiapan harus dilakukan sepanjang tahun.
(Ein/Tnt/Sar)