Asal Mula Apem, Cara Ki Ageng Gribig Ajarkan Islam kepada Masyarakat

Muasal pembagian apem ini bermula ketika Ki Ageng Gribig, sepulang dari Makkah. Kala itu, dia membawa oleh-oleh makanan untuk dibagikan kepada saudara, murid, maupun tetangga

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Sep 2022, 20:30 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2022, 20:30 WIB
Tradisi Saparan Yaqowiyu
Warga Klaten rayakan tradisi Saparan Yaqowiyu dengan berebut kue apem

Liputan6.com, Klaten - Walisongo menyebarkan agama Islam dengan santun dan nyaris tanpa kekerasan. Mereka memanfaatkan kearifan lokal, agar Islam bisa diterima dengan tangan terbuka oleh masyarakat yang memiliki adat dan kebiasaan yang berbeda.

Pada masa pendidikan dan pengembangan Islam, ulama-ulama di Indonesia juga memiliki beragam cara unik. Misalnya dengan kuliner.

Salah satunya adalah cara berdakwah Ki Ageng Gribig atau Syaikh Maulana Maghribi, yang senantiasa membagikan apem sambil membaca wirid 'Yaa Qowiyu'.

Hingga saat ini, pembagian apem masih dilakukan, terutama saat haul Kiai Ageng Gribig, di daerah Jatinom, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah

Pemerhati sejarah di Klaten, Agus Tiyanto mengatakan tradisi Saparan di bulan Safar atau Sapar yang ditandai dengan penyebaran kue apem ini merupakan peninggalannya.

Menurut dia, muasal pembagian apem ini bermula ketika Ki Ageng Gribig, sepulang dari Makkah. Kala itu, dia membawa oleh-oleh makanan untuk dibagikan kepada saudara, murid, maupun tetangga.

"Tapi karena (oleh-olehnya) tidak cukup, kemudian Ki Ageng Gribig dan istri membuat kue. Kue inilah yang kemudian disebarkan kepada penduduk setempat,” katanya, dikutip dari laman NU, Sabtu (17/9/2022).

 

Apem, Affan atau Permohonan Ampun

Sejarah Kue Apem
ilustrasi kue apem/copyright Shutterstock

Sembari membagikan kue-kue ini, Ki Ageng Gribig juga mengucapkan kalimat “Ya Qowiyyu” dan seterusnya, sebagai doa untuk meminta kekuatan kepada Allah.

Oleh masyarakat, kue ini kemudian dikenal dengan nama kue apem, saduran dari Bahasa Arab, Affan, yang memiliki makna dan filosofi sebagai permohonan ampunan kepada Allah.

Tradisi pembagian kue apem inilah yang kemudian secara rutin dilaksanakan Ki Ageng Gribig, dan kemudian dilanjutkan pula oleh para muridnya dan masyarakat Jatinom sampai sekarang.

Dari penyebutan kata “Ya Qowiyyu” ini pula, tradisi Saparan di Jatinom juga disebut masyarakat dengan nama tradisi “Ya Qowiyyu”.

Pada peringatan haul momen Saparan ini pula, kemudian pada perkembangannya sekaligus dilaksanakan beberapa rangkaian kegiatan seperti kirab budaya, lomba panahan, dan peringatan haul Ki Ageng Gribig.

Diharapkan dai muda zaman sekarang juga mengikuti model dakwah Ki Ageng Gribig yang mengedepankan pendekatan damai. Dengan begitu, Islam akan makin dikenal sebagai agama yang rahmatan lil'alamiin.

Tim Rembulan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya