Teks Khutbah Jumat: 6 Perkara Penyebab Rusaknya Hati

Teks khutbah kali ini menjelaskan tentang enam perkara yang menjadi penyebab rusaknya hati artinya hati bisa menjadi gelap, keras dan sulit menerima kebenaran yang murni.

oleh Putry Damayanty diperbarui 16 Nov 2023, 20:30 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2023, 20:30 WIB
Ilustrasi sedih, kecewa, terluka, tak percaya diri
Ilustrasi sedih, kecewa, terluka, tak percaya diri. (Image By freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Segala perilaku manusia bergantung pada hati. Hati merupakan komponen inti baik atau buruknya perilaku. 

Jika hatinya baik maka baik pula zahirnya, begitupun sebaliknya. Sebab hati adalah sumber kebaikan atau keburukan dari manusia. 

Oleh sebab itu, hati dapat menjadi pengarah bagi indrawi yang dimiliki manusia. Seseorang yang berperilaku jahat dan keji pertanda ia memiliki hati yang buruk dan busuk. Demikian pula bagi mereka yang berperilaku terpuji dan mulia pertanda ia memiliki hati yang baik dan suci.

Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599). 

Berikut merupakan teks khutbah jumat yang dinukil dari laman NU Online Lampung. Materi ini disusun oleh Ustadz Yudi Prayoga, M Ag, Sekretaris MWCNU Kedaton Bandar Lampung. 

 

Khutbah I

 اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي شَرَحَ صُدُوْرَ الْمُوَفَّقِيْنَ بِأَلْطَافِ بِرِّهِ وَآلَائِهِ، وَنُوْرِ بَصَائِرِهِمْ بِمُشَاهَدَةِ حُكْمِ شَرْعِهِ وَبَدِيْعِ صَنْعِهِ وَمُحْكَمِ آيَاتِهِ، وَأَلْهَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى، وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا، فَسُبْحَانَهُ مَنْ إِلَهٌ عَظِيْمٌ، وَتَبَارَكَ مَنْ رَبٌ وَاسِعٌ كَرِيْمٌ، وَأَشْهَدُ أَن لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، فِي أَسْمَائِهِ، وَصِفَاتِهِ، وَأَفْعَالِهِ، وَخَيْرَاتِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَشْرَفُ رُسُلِهِ وَخَيْرِ بَرِيَاتِهِ

 اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ فِي غَدَوَاتِ الدَّهْرِ وَرُوحَاتِهِ   قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَهُوَ أَصْدَقُ الْقَائِلِيْنَ أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ ، أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ. وَقَالَ النَّبيُّ صَلَّى اللهِ علَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ وَصَدَقَ رَسُوْلُهُ الْحَبِيْبُ الْكَرِيْمُ وَنَحْنُ عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِدِيْنَ وَالشَّاكِرينَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ    

Hadirin yang dirahmati Allah  

Pertama-tama marilah kita memanjatkan puja dan puji syukur kepada Allah swt. Dialah Dzat yang tidak pernah berhenti melimpahkan rahmat, nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Terutama nikmat Islam dan iman, sehingga kita tetap beriman dengan akidah yang kuat. 

Shalawat beserta salam biqauli Allahumma shalli ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala ali Sayyidina Muhammad, tidak lupa kita selalu haturkan di manapun dan kapanpun, karena dengan membaca shalawat kepada Baginda Nabi Muhammad merupakan salah satu bukti kita mencintai-Nya.  

Pada kesempatan yang mulia ini, khatib tidak akan pernah bosan untuk selalu mengingatkan kepada para jamaah shalat Jumat, untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah swt, yakni dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.  

Hadirin rahimakumullah 

Manusia merupakan makhluk yang istimewa dengan segala perangkat yang diberikan Allah swt, baik perangkat keras (jasad) maupun perangkat lunak (akal dan hati). Semua perangkat tersebut senantiasa memiliki tujuan dan kemanfaatan bagi tubuh manusia itu sendiri. Semua perangkat harus dijaga dan dilestarikan dengan baik, karena jika tidak, maka akan rusak dan tidak berfungsi sebagaimana semestinya.  

Hati dalam Islam merupakan perangkat lunak yang mempengaruhi perangkat keras (jasad), sehingga apa yang terjadi pada hati maka akan berdampak pada jasad. Jika hati baik, maka baiklah anggota badan yang lain. Jika hati rusak, maka rusak pula yang lainnya. Dari An-Nu’man bin Basyir ra, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim bahwa Nabi saw bersabda: 

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ 

Artinya: Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung) (HR Bukhari nomor 52 dan Muslim nomor 1599).

Hati yang baik merupakan hati yang selalu takut kepada Allah swt, dan selalu mengharapkan rahmat-Nya. Jika hati manusia rusak, karena tidak ada rasa takut kepada Allah, dan tidak ada khawatir akan siksa-Nya, maka seluruh badan akan ikut rusak, yakni gampang melakukan kemaksiatan. 

Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim diperintahkan untuk selalu meminta kepada Allah agar dikaruniakan hati yang baik. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw ketika meminta kepada Allah swt dalam doanya agar memiliki hati yang baik dan terus dijaga dalam kebaikan. Beliau berdoa: 

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ

Artinya: Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu. 

Hadirin rahimakumullah 

Sehebat-hebatnya dan sekuat-kuatnya hati untuk selalu istiqomah, pasti ada rintangannya, karena kita sebagai umat Nabi Muhammad tidaklah maksum sebagaimana para Nabi dan Rasul. Sehingga kita sepanjang hidupnya pasti banyak melakukan kemaksiatan, salah satu penyebabnya karena kelalaian hati kita terhadap Allah swt.

Diriwayatkan dalam kitab Nashoihul Ibad karya Syekh Imam Nawawi al-Bantani (1813-1897) Syekh Hasan Al-Bashri berkata: Sesungguhnya rusaknya hati itu disebabkan 6 hal:

وعن الحسن البصري أنه قال: إن فسادالقلوب عن ستة أشياء ، أولها: يذنبون برجاء اتوبة، ويتعلمون العلم ولا يعملون، وإذا عملوا لا يخلصون، ويأكلون رزق الله ولا يشكرون، وما يرضون بقسمة الله، ويدفنون موتاهم ولا يعتبرون 

Artinya: Yakni sengaja berbuat dosa dengan harapan kelak taubatnya diterima, mempelajari ilmu namun tidak mau mengamalkannya, ketika beramal tidak Ikhlas, memakan rezeki Allah namun tidak mensyukurinya, tidak ridha (puas) dengan pemberian Allah, dan mengubur jenazah namun enggan mengambil pelajaran dari kematian mereka. 

Hadirin rahimakumullah 

Pertama, sengaja berbuat dosa dengan harapan kelak taubatnya diterima. 

Pernyataan tersebut berarti sama saja meremehkan dosa, dan ketika kita meremehkan dosa, meskipun dosa yang ringan maka dosa tersebut menjadi besar di sisi Allah. Rasulullah saw bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: 

عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – قَالَ إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالاً هِىَ أَدَقُّ فِى أَعْيُنِكُمْ مِنَ الشَّعَرِ ، إِنْ كُنَّا نَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُوبِقَاتِ 

Artinya: Dari Anas ra, ia berkata, sesungguhnya kalian melakukan suatu amalan dan menyangka bahwa itu lebih tipis dari rambut. Namun kami menganggapnya di masa Nabi saw sebagai sesuatu yang membinasakan (HR Bukhari nomor 6492). 

Maka dari itu, apa yang kita anggap kecil bisa jadi besar di mata Allah, meski diperumpamakan dosa itu lebih tipis dari rambut. Karena dosa kecil juga diremehkan maka lama-lama juga menumpuk menjadi besar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Batthol:

الْمُحَقَّرَاتُ إِذَا كَثُرَتْ صَارَتْ كِبَارًا مَعَ الْإِصْرَار 

Artinya: Sesuatu dosa yang dianggap remeh bisa menjadi dosa besar, ditambah lagi jika terus menerus melakukan dosa. 

Hadirin rahimakumullah

Kedua, mempelajari ilmu namun tidak mau mengamalkannya. 

Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap mukmin laki-laki dan perempuan, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari sahabat Anas bin Malik: 

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Artinya: Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim (HR Ibnu Majah nomor 224). 

Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah, banyak umat Muslim sudah menuntut ilmu namun tidak mau mengamalkannya. Sehingga ilmu tersebut hanya sekedar teori bukan praktek. Padahal ilmu yang tidak diamalkan, bagaikan pohon tidak berbuah, sebagaimana yang diucapkan oleh para pepatah Arab. Di dalam kitab Hiyatul Auliya, bahwa Malik bin Dinar berkata:

من طلب العلم للعمل وفقه الله ومن طلب العلم لغير العمل يزداد بالعلم فخرا 

Artinya: Barangsiapa yang mencari ilmu (agama) untuk diamalkan, maka Allah akan terus memberi taufik padanya. Sedangkan barangsiapa yang mencari ilmu, bukan untuk diamalkan, maka ilmu itu hanya sebagai kebanggaan (kesombongan) (Hilyatul Auliya’, 2: 378). 

Dalam perkataan lainnya, Malik bin Dinar juga berkata:

إذا تعلم العبد العلم ليعمل به كسره علمه وإذا تعلم العلم لغير العمل به زاده فخرا 

Artinya: Jika seorang hamba mempelajari suatu ilmu dengan tujuan untuk diamalkan, maka ilmu itu akan membuatnya semakin merunduk. Namun jika seseorang mempelajari ilmu bukan untuk diamalkan, maka itu hanya akan membuatnya semakin sombong (berbangga diri) (Hilyatul Auliya’, 2: 372).

Lanjutan Khutbah Pertama

Hadirin rahimakumullah

Lanjut yang ketiga, yakni ketika beramal tidak ikhlas. 

Beramal merupakan perbuatan yang baik, karena akan memberikan kebaikan bagi dirinya dan sekelilingnya, tetapi kadang juga beramal menjadi tidak bermakna dan berpahala ketika tidak dilandasi dari rasa ikhlas. Atau bahasa sekarang hanya sekedar pencitraan dan pansos semata. Dan ketika seseorang tidak memiliki rasa ikhlas, maka hatinya akan bermasalah yakni mengidap penyakit hati bernama riya, ingin dipuji dan sombong. Andaikata tidak ada yang memujinya ia akan tersinggung dan malas beramal kembali. 

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Umamah ra, beliau berkata: Datang seorang lelaki kepada Rasulullah saw dan bertanya, “Bagaimana menurut engkau (ya Rasulullah) jika ada seorang yang berperang untuk mengharapkan pahala dan sekaligus ingin disebut namanya (sebagai pahlawan), apa yang ia dapatkan? Rasulullah saw bersabda, “Ia tidak mendapatkan apa-apa”.Lelaki tadi mengulangi pertanyaannya hingga tiga kali. Rasulullah saw tetap bersabda, “Ia tidak mendapatkan apa-apa”. Lalu Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah swt tidak menerima amalan kecuali yang ikhlas mengharapkan wajah-Nya”.  

Hadis di atas dan hadis-hadis lainnya menunjukkan bahwa seorang mukmin tidak akan diterima amalannya jika ia tidak karena mengharap ridha Allah swt dari amalannya tersebut. Karena segala sesuatu yang disandarkan kepada Allah, maka akan membuahkan keikhlasan yang mendalam. 

Rasulullah saw bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Nabi Abu Hurairah:

عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رض قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص : اِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ اِلىَ اَجْسَامِكُمْ وَلاَ اِلىَ صُوَرِكُمْ وَ لٰكِنْ يَنْظُرُ اِلىَ قُلُوْبِكُمْ. مسلم 

Artinya: Dari Abu Hurairah ra, ia berkata Rasulullah saw pernah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat (menilai) bentuk tubuhmu dan tidak pula menilai kebagusan wajahmu, tetapi Allah melihat (menilai) keikhlasan hatimu (HR Muslim). 

Juga disebutkan dalam hadis yang lain bahwasanya:

وَ رَوَى اْلبُخَارِيُّ وَ مُسْلِمٌ: لَوْ اَنَّ اَحَدُكُمْ يَعْمَلُ فىِ صَخْرَةٍ صَمَّاءَ لَيْسَ لَهَا بَابٌ وَ لاَ كَوَّةٌ لَخَرَجَ عَمَلُهُ كَائِنًا مَا كَانَ. متفق عليه 

Artinya: Seandainya salah seorang di antara kamu melakukan suatu perbuatan di dalam gua yang tidak ada pintu dan lubangnya, maka amal itu tetap akan bisa keluar (tetap dicatat oleh Allah) menurut keadaannya (HR Bukhari dan Muslim). 

Hadirin rahimakumullah

Keempat, yang bisa merusak hati adalah memakan rezeki Allah namun tidak mensyukurinya. 

Rezeki merupakan karunia Allah swt yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya, jadi sudah sepantasnya kita semua untuk selalu mensyukuri dari setiap apapun yang diberikan kepada kita. Rasulullah bersabda yang diriwayatkan oleh Ahmad dari An Nu’man bin Basyir: 

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ 

Artinya: Barang siapa tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak (HR Ahmad, 4/278). 

Hadis ini benar sekali. Bagaimana mungkin seseorang dapat mensyukuri rezeki yang banyak, jika rezeki yang sedikit saja tidak mampu disyukuri. Hal ini juga dikuatkan di dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 172: 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُلُوا۟ مِن طَيِّبَٰتِ مَا رَزَقْنَٰكُمْ وَٱشْكُرُوا۟ لِلَّهِ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah (QS Al-Baqarah: 172). 

Akan tetapi, jika kita yang telah diberikan nikmat oleh Allah swt melupakan nikmat-Nya dan enggan bersyukur, maka Allah akan memberinya azab yang berat. Sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an Surah Ibrahim ayat 7: 

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ  

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat (QS Ibrahim: 7). 

Hadirin rahimakumullah 

Yang kelima, tidak ridha (puas) dengan pemberian Allah swt. 

Ridha dengan pemberian Allah merupakan sifat qanaah yang akan membuat hati seseorang merasa cukup dan merasa puas dengan rezeki yang dia miliki. Ia juga tidak akan menuntut lebih terhadap apa yang sudah ada di tangannya. Karena bagi mereka harta dan segala yang diberikan Allah merupakan titipan semata. Diriwayatkan oleh Thabrani bahwa Rasulullah saw bersabda: 

الْقَنَاعَةُ كَنْزٌ لاَ يَفْنى 

Artinya: Qanaah merupakan kekayaan yang tidak pernah musnah (dalam ath-Thabrani, al-mu'jam al-Ausath, 7/84). 

Hadis di atas menunjukkan sifat qanaah menjadi salah satu modal untuk menggapai kehidupan yang lebih lapang, nyaman, dan tentram. Sebaliknya, sifat tamak menjadi ladang kerugian dan juga kehinaan bagi manusia. Sebagaimana yang tertulis dalam kitab an-Nihayah fi Gharib al-Hadis:

عَزَّ عَنْ قَنَعَ، وَذلَّ مَنْ طَمَعَ 

Artinya: Sungguh mulia orang yang qanaah, dan sungguh hina orang yang tamak (dalam ibnu al-Atsir, an-Nihayah fi Gharib al-Hadis).

Hadirin rahimakumullah 

Yang terakhir, keenam, yakni mengubur jenazah namun enggan mengambil pelajaran dari kematian mereka. 

Kematian adalah takdir seluruh makhluk, manusia ataupun jin, hewan ataupun makhluk-makhluk lain, baik lelaki atau perempuan, tua ataupun muda, baik orang sehat ataupun sakit. Seperti dalam firman Allah Ta’ala berikut ini (yang artinya): Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan (QS. Ali Imran: 185). 

Sebaik-baik manusia merupakan yang dapat mengambil hikmah dari peristiwa kematian, karena kematian bukan hanya sekedar takdir melainkan hikmah dan nasihat dari Tuhan untuk yang masih hidup. Karena dengan kematian manusia tidak terlalu bernafsu untuk mengejar kenikmatan dunia. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ ». يَعْنِى الْمَوْتَ.

Artinya: Abu Hurairah ra meriwayatkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian" (HR Tirmidzi dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Tirmidzi). 

Dengan mengingat mati seorang hamba juga bisa menjadi menjadi mukmin yang cerdas berakal. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu majah:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ: «أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا» قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ: «أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ»

Artinya: Abdullah bin Umar ra bercerita, Aku pernah bersama Rasulullah saw, lalu datang seorang lelaki dari kaum Anshar mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad saw lalu bertanya: "Wahai Rasulullah, orang beriman manakah yang paling terbaik?”, Beliau menjawab: “Yang paling baik akhlaknya”. Orang ini bertanya lagi: “Lalu orang beriman manakah yang paling berakal (cerdas)?”, beliau menjawab: “Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang berakal” (HR Ibnu Majah dan dishahihkan di dalam kitab Shahih Ibnu Majah).

Hadirin rahimakumullah

​​​​​​​Demikianlah khutbah Jumat yang disampaikan, mudah-mudahan bisa menjadikan kita sebagai hamba yang selalu mengambil pelajaran dari setiap hal positif, sehingga hati kita akan selalu menjadi bersih dan suci, karena selalu ingat kepada Allah swt. Amin ya rabbal ’alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ     

Khutbah II

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ

اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ  إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا .. وَصَلَّى الله عَلَى سَيِّدَنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

للَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِوَالْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتْ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَ نَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Saksikan Video Pilihan ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya