Liputan6.com, Jakarta - Dalam sebuah kesempatan ulama kondang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha secara tegas mengatakan orang alim wajib kaya. Banyak kisah yang mengilhami dirinya sebagai ulama mengungkapkan hal tersebut.
Kiai asal Rembang mengungkapkan pentingnya memiliki harta atau kaya bagi kiai, orang salih.
Sebab, harta yang ada di tangan orang salih akan dibawa pada kebaikan. Sebaliknya, jika harta dimiliki orang fasik akan menjadi sarana atau pengantar pada kemaksiatan.
Advertisement
“Kalau pakai logika fikih, harta itu fitnah. Oke, seakan-akan harta itu masalah. Tapi kalau harta dimiliki orang zalim, maka akan menjadi masalah besar. Sehingga orang salih juga harus menguasai harta,” kata Gus Baha yang dikutip dari hidayatuna.com.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Kisah Kekayaan Imam Malik
Imam Syafi’i, lanjut Gus Baha, meski hidupnya sangat sederhana dan mengagumi orang miskin, tapi tetap menginginkan orang salih menguasai harta. Hal ini seperti kisah ketika Imam Syafi’i bertanya kepada gurunya, Imam Malik, tentang orang yang alim selain dia.
“Jawaban Imam Malik lucu. ‘Dulu Imam Abu Hanifah, tapi sekarang orangnya sudah meninggal, ilmunya diwariskan kepada Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban’. Begitu jawaban Imam Malik,” Jelas Gus Baha.
Imam Malik adalah sosok yang alim tapi juga kaya raya. Ia terbiasa dengan pakaian mewah, surban menjuntai, kendaraan yang berganti-ganti dari jenis kuda dan unta mahal, serta asesoris duniawi lainnya.
Bahkan saat hari wafatnya, Imam Malik meninggalkan harta yang cukup banyak. Seperti karpet, bantal berisi bulu, dan lainnya yang ketika itu terjual dengan harga lima ratus dinar.
“Jadi Imam Malik itu kaya, dan Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban juga kaya, tapi juga alim. Itu diakui sendiri oleh Imam Malik,” ujar Gus Baha.
Advertisement
Kaya Tidak Lantas Keduniawian
Imam Syafi’i dibiayai oleh Imam Malik untuk pergi ke Irak guna menemui Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban. Begitu tiba di kediaman dia, Imam Syafi’i kaget karena si tuan rumah juga sangat kaya. Bahkan saat itu ia tengah sibuk menata uang dan emas di ruang tamunya.
Dalam hati Imam Syafi’i sempat timbul tudingan bahwa Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban adalah materialistis dan keduniawian. Melihat Imam Syafi’i seperti aneh saat menyaksikan hartanya begitu banyak, Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban langung berucap:
“Anda kagum ini, Anda kaget ini. Kalau kamu menyoal orang salih kaya, harta ini saya kasihkan kepada orang-orang fasik. Biar dipakai judi, selingkuh, maksiat, dan sebagainya,” kata Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban.
Lalu Imam Syafi’i menjawab: “Jangan, jangan! harta ini harus tetap di tangan orang salih. Kalau jatuh ke tangan orang fasik, bahaya.”
Dialog antara Imam Syafi’i dengan Muhammad bin Hasan Asy-Syaiban ini mengisyaratkan bahwa orang salih pun harus kaya. Jika harta dikuasai orang fasik makan akan menimbulkan mudarat dan maksiat.
“Berarti kiai boleh kaya, dan sejak saat itu ada gerakan kiai harus kaya. Cuma ada yang kesampaian, ada yang tidak,” terang Gus Baha.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul