Kapan Sholat Syuruq Dilakukan? UAH Sarankan di Waktu Ini, Pahalanya Setara Haji dan Umrah

UAH menjelaskan, dalam hadis disebutkan bahwa waktu sholat syuruq satu tombak setelah pergeseran matahari dari arah timur. Akan tetapi, bahasa hadis tidak menyebutkan patokan menitnya.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 25 Sep 2024, 14:30 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2024, 14:30 WIB
Ustadz Adi Hidayat alias UAH
Ustadz Adi Hidayat alias UAH. (YouTube Adi Hidayat Official)

Liputan6.com, Jakarta - Sholat syuruq atau juga dikenal isyraq merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan diamalkan. Ulama kharismatik Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengatakan, keutamaan melaksanakan sholat tersebut adalah mendapat pahala setara haji dan umrah sempurna.

Dalil pelaksanaan sholat syuruq dapat ditemukan di dalam hadis riwayat At-Tirmidzi. Berikut terjemahannya.

Barangsiapa yang mengerjakan sholat fajar (Subuh) berjamaah, kemudian ia (setelah usai) duduk berdzikir kepada Allah hingga terbit matahari, lalu ia shalat dua rakaat, ia mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah; sempurna, sempurna, sempurna.” (H.R. Tirmidzi)

Lantas, kapan waktu sholat syuruq?

UAH menjelaskan, dalam hadis disebutkan bahwa waktu sholat syuruq satu tombak setelah pergeseran matahari dari arah timur. Akan tetapi, bahasa hadis tidak menyebutkan patokan menitnya.

“Kalau sudah satu tombak maka sudah masuk ke awal Dhuha. Pergerakannya kalau matahari pas di tempatnya disebut masyriq, tempat terbit. Kalau sudah menggeser, pergeserannya disebut isyraq, posisinya disebut dengan syuruq,” jelas UAH dikutip dari YouTube Al-Majelis, Selasa (24/9/2024).

“Jadi syuruq itu adalah nama lain dari sholat Dhuha yang ditunaikan di awal waktu, karena Dhuha dibagi menjadi tiga bagian: ada awal waktu, tengah waktu, dan akhir waktu,” tambah UAH.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Waktu yang Disarankan UAH Melaksanakan Sholat Syuruq

Ustadz Adi Hidayat
Ustadz Adi Hidayat saat menjelaskan cara agar tidak melakukan perbuatan maksiat yang berulang. (YouTube/Adi Hidayat Official)

UAH mengatakan, sholat syuruq dapat dilakukan jika sudah satu tombak pergeseran matahari terbit. “Ketika mulai bergeser matahari bergerak dari tempat terbitnya, kalau sudah bergerak ini Anda tunaikan (sholat) dua rakaat,” terangnya.

Berbeda dengan zaman nabi, saat ini teknologi sudah canggih. Muslim dapat memantau waktu Syuruq melalui jam digital atau smartphone. Akan tetapi, jika ingin mengikuti saran UAH, maka sholat syuruq dapat dilakukan 1 jam 15 menit hingga 1 jam 30 menit setelah Subuh. 

“Gampangnya gini,  kalau terasa matahari sudah mulai bergeser, bayangan sudah mulai tampak, maka syuruq sudah mulai hadir, tapi batasan amannya seperti tadi, 1 jam 15 sampai 1 jam 30 menit setelah Subuh,” kata UAH.

“Kalau bisa menunaikan itu, sholatnya dua rakaat, tapi pahalanya luar biasa, maka dia mendapatkan pahala semisal haji dan umrah sempurna, sempurna sempurna,” imbuh UAH mengungkapkan keutamaannya.

Niat dan Tata Cara Sholat Syuruq

Ilustrasi sholat
Ilustrasi sholat (Photo by Thirdman from Pexels)

Sholat syuruq diawali dengan niat. Berikut adalah niat sholat syuruq sebagaimana diterangkan Syaikh Nawawi dalam Nihayatuz Zain,

أصلى سنة الإشراق ركعتين لله تعالى 

Arab-latin: Ushalli sunnatal isyraqi rak’ataini lillahi ta’ala. 

Artinya: “Aku niat shalat sunnah isyraq dua rakaat karena Allah.”

Sebagai panduan dalam melaksanakan sholat isyraq, berikut tata cara sholat isyraq yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sholat pada umumnya.

1. Membaca niat sholat syuruq (di atas)

2. Takbiratul ihram

3. Membaca surah al-Fatihah dilanjutkan salah satu surah dalam Al-Qur’an (Dianjurkan surah Ad-Dhuha)

4. Rukuk

5. Iktidal

6. Sujud pertama

7. Duduk di antara dua sujud

8. Sujud kedua rakaat pertama

9. Berdiri dan mengulang urutan di atas sejak membaca Surah al-Fatihah, salah satu surah dalam Al-Qur’an (dianjurkan surah As-Syarh), hingga sujud kedua

10. Duduk tasyahud

11. Mengucapkan salam, menoleh ke kanan dan kiri.

Doa setelah Sholat Syuruq

Sholat Dhuha
Ilustrasi Melaksanakan Sholat Dhuha Credit: shutterstock.com

اَللّهُمَّ يَا نُوْرَ النُّوْرِ بِالطُّوْرِ وَكِتَابٍ مَسْطُوْرٍ فِيْ رِقٍّ مَنْشُوْرٍ وَالبَيْتِ المَعْمُوْرِ، أَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَنِيْ نُوْرًا أَسْتَهْدِيْ بِهِ إِلَيْكَ وَأَدُلُّ بِهِ عَلَيْكَ وَيَصْحَبُنِيْ فِيْ حَيَاتِيْ وَبَعْدَ الْاِنْتِقَالِ مِنْ ظَلاَم مِشْكَاتِيْ، وَأَسْأَلُكَ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا، أَنْ تَجْعَلَ شَمْسَ مَعْرِفَتِكَ مُشْرِقَةً بِيْ لَا يَحْجُبُهَا غَيْمُ الْأَوْهَامِ وَلَا يَعْتَرِيْهَا كُسُوْفُ قَمَرِ الوَاحِدِيَّةِ عِنْدَ التَّمَامِ، بَلْ أَدِمْ لَهَا الْإِشْرَاقَ وَالظُهُوْرَ عَلَى مَمَرِّ الْأَيَّامِ وَالدُّهُوْرِ. وَصَلِّ اللَّهُمَّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتِمِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللهم اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَلِإِخْوَاِننَا فِي اللهِ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا أَجْمَعِيْنَ.  

Arab-latin: Allâhumma yâ nûrannûri bit thûr wa kitâbim masthûrin fî riqqim mansyûrin wal baitil ma’mur, as-aluka an tarzuqanî nûran astahdî bihi ilaika wa adullu bihi ‘alaika wa yashhabunî fi hayâtî wa ba’dal intiqâli min dhalâmi misykâtî, wa as-aluka bissyamsi wa dhuhâha wa nafsin wa mâ sawwâha, an taj’ala syamsa ma’rifatika musyriqatam bî lâ yahjubuhâ ghaimul auhâmi walâ ya’tarîhâ kusûful qamaril wâhidiyyati ‘indat tamâm, bal adim lahâl Isyraqa wad dhuhûra ‘alâ mamarril ayyâmi wad duhûr. Wa shallillâhumma ‘alâ Sayyidinâ Muhammadin khâtamil anbiyâ-i wal mursalîn. Wal hamdulillâhi rabbil ‘âlamîn. Allâhummaghfir lanâ wa liwâlidîna wa li-ikhwâninâ fillâhi ahyâ-an wa amwâtan ajma’în. 

Artinya: “Ya Allah, Wahai Cahayanya Cahaya, dengan wasilah bukit Thur dan Kitab yang ditulis pada lembaran yang terbuka, dan dengan wasilah Baitul Ma'mur, aku memohon padamu atas cahaya yang dapat menunjukkanku kepada-Mu. Cahaya yang dapat mengiringi hidupku dan menerangiku setelah berpindah (ke alam lain; bangkit dari kubur) dari kegelapan liang (kubur) ku. Aku meminta kepada-Mu dengan wasilah matahari beserta cahayanya di pagi hari, dan dengan jiwa dan kesempurnaannya, agar Engkau menjadikan matahari ma’rifat kepada-Mu yang seperti matahari cerahnya bersinar menerangiku, tidak tertutup oleh mendung-mendung keraguan, tidak pula terlintasi gerhana pada rembulan kemahaesaan di kala purnama. Tapi jadikanlah padanya selalu bersinar dan selalu tampak, seiring berjalannya hari dan tahun. Berikanlah rahmat ta'dzim Wahai Allah kepada junjungan kami Muhammad, sang pamungkas para nabi dan rasul. Segala Puji hanya milik Allah Tuhan penguasa alam. Ya Allah ampunilah kami, kedua orang tua kami serta kepada saudara-saudara kami seagama seluruhnya, baik yang masih hidup ataupun yang telah meninggal." (Nawawi al-Jawi, Nihâyatuz Zain, halaman 103). 

Wallahu a'lam.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya