Liputan6.com, Jakarta - Dalam kehidupan sehari-hari, ada berbagai cara hewan menemui ajalnya. Salah satu yang menarik untuk dibahas adalah perbedaan antara ayam mati karena disembelih dan ayam yang mati akibat tertabrak mobil.
Ulama ahli tafsir asal Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal dengan nama Gus Baha, mengulas persoalan ini dalam sebuah ceramahnya, ini terjadi lantaran ada yang menanyakan dalam sesi duskusi.
Advertisement
"Dikatakan nyembelih itu adalah mematikan hewan yang hidup dengan kaifiah syariah," ujar murid Mbah Moen dalam tayangan video di kanal YouTube @gondelanulama.
Advertisement
Menurutnya, yang menjadi persoalan adalah definisi dari "hidup" itu sendiri. Sebab, ada kondisi tertentu di mana hewan sudah sekarat dan hanya menunggu ajalnya.
Sebagai contoh, ia menceritakan tentang seekor ayam jago yang tertabrak mobil. Ayam itu masih dalam kondisi kejang-kejang, namun jelas bahwa dalam beberapa menit ke depan, ayam tersebut akan mati.
Dalam kondisi seperti ini, muncul pertanyaan: jika ayam yang sudah sekarat itu kemudian disembelih, apakah dagingnya halal atau tidak?
"Ketika kejet-kejet ini kamu sembelih, itu halal apa enggak? Wong andaikan gak disembelih juga sudah mati," lanjutnya.
Baca Juga
Â
Simak Video Pilihan Ini:
Status Hidup Hewan Penting agar Tidak Gegabah, Ini Penjelasannya
Menurutnya, penyembelihan dalam kondisi seperti ini tidak benar-benar berkontribusi terhadap kematian ayam tersebut. Sebab, ayam itu memang sudah dalam kondisi sekarat dan akan mati dalam waktu singkat.
Karena itulah, perdebatan muncul dalam kajian fikih. Ada istilah seperti hayatun mustaqirrah, hayatun itiroriah, dan harokatu masbuh yang membahas status kehidupan hewan dalam kondisi tertentu.
Jika ayam masih dalam keadaan hayatun mustaqirrah, artinya masih memiliki kehidupan yang stabil, maka penyembelihan tetap sah dan dagingnya halal dikonsumsi.
Namun, jika ayam berada dalam kondisi hayatun itiroriah, yaitu kehidupan yang tidak stabil dan sudah hampir mati, maka terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kehalalannya.
Sementara itu, jika ayam hanya menunjukkan harokatu masbuh atau gerakan refleks setelah mati, maka jelas penyembelihan tidak lagi berpengaruh, dan dagingnya tidak halal dikonsumsi.
Gus Baha menekankan bahwa memahami konsep ini penting agar seseorang tidak gegabah dalam menentukan kehalalan daging hewan.
Dalam syariat Islam, penyembelihan hewan harus memenuhi ketentuan tertentu agar hewan tersebut benar-benar mati secara syar’i.
Prosedur ini termasuk memastikan bahwa hewan masih dalam kondisi hidup sebelum disembelih, bukan hanya sekadar menunjukkan refleks tubuh.
Advertisement
Apakah Hewan Sekarat Boleh Disembelih?
Masalah ini kerap menjadi perdebatan di kalangan para ulama, terutama dalam menentukan apakah hewan yang sudah sekarat masih bisa disembelih atau tidak.
Meskipun demikian, banyak ulama yang berpendapat bahwa selama hewan masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan yang nyata, maka penyembelihan tetap sah.
Sebaliknya, jika hewan hanya bergerak sebagai refleks setelah mati, maka penyembelihan tidak memiliki dampak dan dagingnya tidak halal untuk dimakan.
Hal ini menunjukkan betapa Islam memiliki aturan yang jelas dalam persoalan makanan, terutama yang berkaitan dengan daging hewan.
Oleh karena itu, pemahaman tentang konsep kehidupan dalam penyembelihan menjadi penting bagi umat Islam agar tidak salah dalam menentukan status kehalalan daging yang dikonsumsi.
Dengan penjelasan ini, diharapkan masyarakat bisa lebih memahami aturan syariat mengenai penyembelihan hewan dan tidak hanya sekadar mengikuti kebiasaan yang ada.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
