Banyuwangi Punya BTS Tapi Bukan Boyband

Dalam program BTS, terdapat lima langkah yang yang terdiri atas dua basis dan tiga pilar sebagai upaya menurunkan angka stunting

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jul 2022, 22:00 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2022, 22:00 WIB
Banyuwangi Punya BTS Tapi Bukan Boyband
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandini dalam Sosialisasi Gemarikan di Desa Kaligondo, Kecamatan Genteng, Senin (27/6/2022).

Liputan6.com, Jakarta Penurunan stunting menjadi salah satu fokus utama Pemkab Banyuwangi Jawa Timur dalam menjalankan programnya. Pemerintah setempat meluncurkan program Banyuwangi Tanggap Stunting (BTS) untuk percepatan penurunan dan penanganan stunting.

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan, peluncuran program BTS berlangsung di Pendopo Kabupaten Banyuwangi. Kegiatan tersebut diawali dengan penandatanganan pakta integritas yang dilakukan oleh pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD), camat dan kepala desa.

Menurutnya, stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada bayi di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi atau gizi buruk.

"Stunting adalah masalah krusial yang harus segera ditangani karena apabila tidak, akan terjadi permasalahan dalam jangka waktu yang lama," ujar Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, Kamis (21/7/2022)

Dia menjelaskan, dalam program BTS, terdapat lima langkah yang yang terdiri atas dua basis dan tiga pilar. Dua basis tersebut adalah bangun kolaborasi dengan semua pihak.

Basis lainnya adalah upayakan secara maksimal menuju Banyuwangi nol stunting. Sementara tiga pilar adalah identifikasi balita stunting (by name, by adress/coordinat, by problem).

Kedua, perbaiki problem faktor penyebab stunting, misalnya masalah ekonomi, kondisi kesehatan, gizi, dan lainnya. Pilar ketiga, mengukur secara berkala tumbuh kembang janin hingga anak berusia di bawah 2 tahun atau 1.000 hari pertama kelahiran.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Tenaga Yang Terlibat

Menurutnya, apabila stunting ditemukan lebih dari 1.000 hari akan lebih sulit penanganannya. Bupati Ipuk mengatakan tenaga dan sumber daya manusia yang ada sangat terbatas sehingga harus ada skala prioritas penanganan dan pencegahannya.

Pertama adalah penanganan. Untuk penanganan prioritas utama adalah penanganan anak usia kurang dari 2 tahun. Prioritas kedua adalah anak usia 2 hingga 5 tahun.

Kedua adalah pencegahan. Untuk pencegahan prioritas pertama adalah Ibu hamil berisiko tinggi juga menjadi prioritas utama. Ibu hamil harus dipantau untuk memastikan tidak ada kelahiran dengan dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

Sementara untuk prioritas kedua pencegahan adalah calon pengantin, dengan memberikan pendampingan dan konseling terkait stunting. Prioritas ketiga adalah remaja putri.

"Meski tenaga terbatas, tapi banyak yang bisa dilibatkan. Seperti organisasi wanita, misalnya Aisyiah, Muslimat, PKK, dan lainnya," ujar Ipuk.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya