Sisi Gelap dari Hari Black Friday

Black Friday yang jatuh pada 24 November menjadi momen penting untuk belanja bagi shoppaholic. Yuk kita intip sejarahnya.

oleh Vinsensia Dianawanti diperbarui 24 Nov 2017, 10:50 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2017, 10:50 WIB
Sisi Gelap dari Black Friday
Black friday yang jatuh pada 24 November menjadi momennya belanja bagi shoppaholic. Tapi tahukah Anda akan Black Friday itu sendiri? (STEPHANIE KEITH/GETTY IMAGES/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Black Friday merupakan hari belanja serentak setelah perayaan Thanksgiving. Banyak orang akan berbondong-bondong ke pusat perbelanjaan untuk pergi berbelanja dengan penawaran menarik. Pasalnya hampir semua department store akan memberikan diskon besar kepada produk yang dijualnya.

Dilansir dari thebalance pada Jumat (24/11/2017), budaya belanja di black friday akan menimbulkan kepadatan di sejumlah ruas jalan bahkan sering banyak terjadi kekerasan. Semua orang berebut untuk mendapatkan barang yang diskon secara besar-besaran yang diikuti dengan aksi saling dorong. Hal inilah yang menjadi sisi gelap dari black friday. 

Penamaan black friday sendiri sudah dilakukan sejak 1966 oleh pemilik perusahaan stampel Apfelbaum, Earl Apfelbaum. Istilah black friday cukup melekat di Kepolisian Philadelphia. Pasalnya, pada hari Jumat setelah perayaan Thanksgiving, mereka harus kerja ekstra untuk mengamankan jalannya black friday.

Di hari tersebut, semua orang akan tumpah ruah di jalan dan trotoar pusat kota. Mereka akan keluar masuk toko untuk mencari produk kesayangan mereka yang diskon. Keramaian ini akan terus terjadi dari gerai tersebut buka hingga tutup.

Black friday punya nilai positif

Black friday memiliki lebih dari sekedar hari Jumat setelah Thanksgiving. Digelarnya black friday menjadi pembukaan musim belanja untuk persiapan Natal dan Tahun baru. Semua orang tentu akan berlomba untuk berburu diskon.

Harga beragam barang kebutuhan natal dan tahun baru akan jauh lebih murah dibandingkan hari biasanya. Meski beberapa produk dijual dengan harga murah, berbelanja di black friday akan membuat Anda boros karena Anda rela kehilangan uang banyak demi diskon yang terlihat besar. Bencana bagi dompet Anda bukan? Namun tidak bagi para pelaku bisnis di bidang ritel.

Sejumlah retailer mengecam konotasi yang terbentuk di black friday. Mereka mencoba mengubah image black friday menjadi sesuatu yang menyenangkan meskipun sering terjadi insiden tidak menyenangkan di hari tersebut. Meski para retailer harus banyak memangkas harga produknya di black friday, yang menurut sebagian orang mereka akan kehilangan keuntungan, namun ternyata tidak.

Mereka akan tetap merasa bahwa penjualan mereka akan meningkat tajam di black friday. Mereka akan mendapatkan omzet yang jauh lebih banyak dibandingkan hari biasanya. Dalam pembukuan pemasukan, biasanya akuntan akan menggunakan tinta hitam sebagai penanda bahwa mereka untung besar. Sedangkan tinta merah digunakan untuk menandai adanya kerugian dari penjualan retail. Di black friday, kebanyakan pembukuan retailer akan tertulis dengan tinta hitam yang menandakan bahwa mereka untung besar. Hal ini sangat menguntungkan ritel dan sektor ekonomi.

Black Friday di Amerika
Pengunjung berdesakan selama perayaan Black Friday di Macy Herald Square, New York, Kamis (23/11). Black Friday adalah tradisi hari belanja terbesar tahunan di Amerika yang berlangsung sehari setelah hari Thanksgiving. (STEPHANIE KEITH/GETTY IMAGES/AFP)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya