Sejarah Panjang Turban, Penutup Kepala yang Jadi Simbol Pembangkangan Orang Syekh

Turban dalam sejarahnya tak hanya dipakai oleh kaum Syeikh, tetapi juga kaum muslim, Kristen, hingga Yahudi. Pembedanya adalah warna turban yang dipakai.

oleh Putu Elmira diperbarui 19 Feb 2019, 20:45 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2019, 20:45 WIB
Turban
Kaum Sikh pada zaman Kesultanan Mughal memakai turban sebagai simbol perlawanan mereka. (dok. Instagram @jaskiratsinghjsb/https://www.instagram.com/p/Btzy6JOBR1f/Esther Novita Inochi)

Liputan6.com, Jakarta - Turban merupakan penutup kepala yang menjadi simbol kaum Syekh di India. Dalam sejarahnya, ternyata turban juga pernah dipakai oleh kaum Muslim, Hindu, Yahudi bahkan Kristen.

Asal-usul turban dipercaya bermula dari zaman Kerajaan Mesopotamia. Dikutip dari laman cnn.com, sebuah kain yang menyerupai turban ditemukan di patung kerajaan tersebut pada 2.350 SM. Penemuan tersebut dipercaya menjadi bukti bahwa turban muncul sebelum lahirnya agama-agama Abrahamic.

Turban menjadi pakaian di beberapa negara, mulai dari India, Timur Tengah, Eropa, dan Afrika. Di beberapa daerah, turban hanya boleh dipakai oleh orang yang memiliki hak istimewa, yaitu mereka yang menganut kepercayaan tertentu.

Walaupun turban hanya dipakai oleh golongan tertentu, bukan berarti warga golongan lain tidak memakainya. Mereka pun memakai turban, hanya warnanya berbeda sehingga bisa diidentifikasikan dengan pengguna turban yang lain.

Contohnya terlihat pada abad ke-8 di Mesir dan Suriah, penganut Muslim umumnya mengenakan turban berwarna putih. Sementara itu, penganut Kristen memakai turban berwarna biru, Yahudi memakai warna kuning, dan bangsa Samaria memakai turban berwarna merah.

Sebelum Kesultanan Mughal berdiri di India pada abad ke-16, hanya anggota kerajaan dan pejabat tertinggi yang diizinkan memakai turban. Turban saat itu dijadikan sebagai simbol status dan dihias dengan bulu merak serta berbagai ornamen lainnya. Agama Hindu dengan sistem kastanya saat itu melarang golongan kelas bwah memakai turban.

 

Pengaruh Islam hingga Jadi Identitas Pemisah

Kendall Jenner, Gigi dan Bella Hadid di New York Fashion Week
Model cantik, Gigi Hadid berjalan di catwalk mengenakan koleksi Marc Jacobs Spring/Summer 2018 selama New York Fashion Week, Rabu (13/9). Kekasih Zayn Malik ini memakai turban warna oranye yang tersampir ke salah satu pundaknya. (AP Photo/Kathy Willens)

Kesultanan Mughal yang membawa pengaruh Islam pun berdiri, dan turban pun mengalami perubahan dengan pengaruh budaya Persia dan Arab. Turban yang awalnya kecil dibuat menjadi berbentuk lingkaran dengan ukuran yang lebih lebar.

Turban pun pernah dipakai sebagai patokan dalam pemisahan populasi pada 1658. Kala itu, Aurangzeb, Sultan Mughal yang terkenal dengan kontroversinya, melarang kaum non-Muslim memakai turban. Hanya kelas penguasa Islam yang memiliki otoritas untuk memakainya.

Padahal, kesultanan tersebut tidak hanya dihuni oleh kaum Muslim, kaum Syekh pun merupakan bagian dari penduduknya. Populasi mereka kian bertambah di kesultanan tersebut dan mereka memiliki pemimpinnya, Guru Tegh Bahadur.

Suatu saat, Guru Tegh Bahadur diesksekusi oleh Sultan Aurangzeb di Delhi, yang akhirnya memunculkan perlawanan dari putranya, Gobind. Gobind mendirikan kelompok yang disebut dengan Khalsa. Mereka memperjuangkan agar orang Syekh harus memakai serban untuk menutupi rambut mereka yang tidak dipotong.

Orang Syekh memakai sorban sebagai tanda kebebasan dan bentuk pembangkangan mereka kepada Kaisar. Mereka pun mengakhiri perbedaan kasta di kesultanan tersebut dengan penutup kepala yang kini menjadi ciri khas orang Syekh. (Esther Novita Inochi)

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya