Produk Ramah Lingkungan dari Desa Gambut Sambut Hari Keanekaragaman Hayati Dunia

Lahan gambut yang biasa jadi lokasi kebakaran lahan dan hutan ternyata mampu menghasilkan produk-produk ramah lingkungan bernilai ekonomi bagi petani sekaligus melestarikan keanekaragaman hayati.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 03 Mar 2019, 07:00 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2019, 07:00 WIB
Produk Ramah Lingkungan dari Desa Gambut Sambut Hari Keanekaragaman Hayati Dunia
Lahan gambut yang biasa jadi lokasi kebakaran lahan dan hutan ternyata mampu menghasilkan produk-produk ramah lingkungan bernilai ekonomi bagi petani sekaligus melestarikan keanekaragaman hayati. (dok. UNDP/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Tahukah Anda bila hari ini diperingati sebagai World Wildlife Day atau Hari Keanekaragaman Hayati Dunia? Diusulkan oleh Thailand, hari tersebut dirayakan untuk meningkatkan kepedulian terhadap keberadaan seluruh flora dan fauna yang ada.

Dalam rangka itu, Badan PBB untuk Pembangunan (UNDP) melalui proyek Biodiversity Finance Initiative (Biofin) menggelar Bio Econ Expo di Main Atrium Mal Gandaria City pada 2-3 Maret 2019. Acara tersebut terbagi menjadi tiga sesi utama, yaitu Bio Talks, Hackathon, dan Demo Day.

"Event ini baru pertama diselenggarakan oleh UNDP melalui dukungan Inisiatif Pembiayaan Kehati atau Biodiversity Financing," kata Technical Advisor for Natural Resources Governance Environment Unit UNDP Indonesia, Abdul Wahib Situmorang kepada Liputan6.com, Minggu (3/3/2019).

Event ini dilatarbelakangi kondisi Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati. Ia menyebut kekayaan hayati Indonesia menempati peringkat 1 bila kekayaan alam di daratan dan lautan digabungkan menjadi satu. "Penelitian banyak dilakukan manfaat Kehati bagi produk kesehatan, kencantikan, pangan, pakaian dan banyak lagi tetapi kalangan milennial belum banyak melirik sektor ini," ucapnya.

Agar masuk ke kalangan milenial, Bio Econ Expo mengumpulkan berbagai usaha rintisan. Mereka tak hanya mengikuti kompetisi, tetapi sepuluh usaha rintisan terpilih juga difasilitasi melalui lunch on networking meeting with investor pada Minggu siang.

"Targetnya ingin melakukan penestrasi ke kalangan milennial agar sektor ini di-pick up oleh mereka. Kita juga ingin ada transaksi antara investor dan para usaha rintisan agar usaha mereka bisa besar," kata Wahib.

Dalam sesi Bio Talks, sejumlah pembicara dihadirkan, seperti Presiden Bukalapak M Fajrin Rasyid, CEO Mycotech Adi Reza, Kepala Marketing Crowde Afifa Urfani dan Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Profesor Ani Mardiastuti.

Ada pula sesi temu wicara yang menampilkan pelaku industri yang mengedepankan inisitatif maupun produk ramah lingkungan, seperti Merdi Sihombing dari Fashion Week 2018, Hannah Nur Auliana dari Waste Change, dan finalis Asia’s Next Top Model, Valerie dan Veronika.

"Respons sangat positif, banyak yang melihat, berdiskusi dan bersemangat. Transaksi pembelian produk langsung juga cukup tinggi," kata Wahib.

Sementara dalam Hackathon, 25 orang peserta dari berbagai latar belakang profesi dan ilmu pengetahuan berkompetisi untuk memperkenalkan dan mencari solusi atas isu dan tantangan-tantangan pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati ke masyarakat.

Dalam sepekan terakhir, mereka dipasangkan dengan partner UNDP, Innovesia sebagai mentor untuk mereka dapat memaksimalkan capaian ide mereke. Presentasi dan penjurian akan dilaksanakan sore hari ini di Piazza Gandaria City Mall.

"Mekanisme penilaian didasarkan pada empat poin utama, orisinalitas ide, relevansinya ke isu biodiversitas, feasibilitas, dan visi pengembangannya ke depan," kata Wahib.

 

 

Produk Desa Gambut

Produk Ramah Lingkungan Desa Gambut
Salah satu hasil produksi masyarakat desa gambut di Sumatera Selatan yang ditampilkan di Bio Econ Expo pada 2-3 Maret 2019 di Mal Gandaria City. (dok. Badan Restorasi Gambut Sumsel/Dinny Mutiah)

Salah satu peserta kompetisi berhadiah total Rp 30 juta adalah tim dari Desa Peduli Gambut dan Badan Restorasi Gambut Sumsel. DD Shineba, perwakilan tim itu, menerangkan lahan gambut yang biasa menjadi lokasi kebakaran hutan dan lahan sebenarnya bisa dikelola dengan lebih ramah lingkungan.

Lahan yang selama ini didominasi tanaman sawit sebenarnya bisa menghasilkan produk yang lebih variatif. Terdapat produk makanan dan kerajinan yang dikelola anak-anak muda dan kalangan ibu-ibu di desa gambut yang berlokasi di Sumatera Selatan.

"Produk-produk ini sudah ada lama di desa, namun selama ini tak pernah muncul dan terpublikasikan. Kami bersama Pemerintah desa-desa gambut yg kami dampingi mencoba untuk mengembangkan produk gambut dengan sentuhan teknologi dan inovasi yang sesuai," kata Shineba.

Dari produk makanan, masyarakat desa gambut memproduksi produk makanan sehat, seperti selai kelapa nanas, beras putih, beras merah, dan keripik kelapa. Shineba menyatakan seluruh bahan baku dan proses pembuatan tidak menggunakan kimia.

"Pupuk, pestisida, dan lain-lain dibuat sendiri dengan cara alami. Proses produksi secara higienis, termasuk tanpa pengawet. Semua bahan baku utama produk dan semua bumbu-bumbu dari gambut," katanya.

Sementara, produk kerajinan dibuat mayoritas dari purun dan rotan. Shineba menjelaskan purun adalah tanaman semacam rumput yang tumbuh di lahan gambut. Bahan baku kemudian dianyam menjadi kerajinan tas dan topi.

"Desain iya (kami bantu). Tapi kalau pengemasan, itu langsung dari desa. Mereka punya alat sendiri yang sederhana dan cukup memadai," katanya.

Baru setahun pendampingan berjalan, banyak produk sudah dihasilkan masyarakat desa gambut. Harga produk makanan berkisar dari Rp 15 ribu hingga Rp 45 ribu, sedangkan produk kerajinan berkisar Rp 15 ribu hingga Rp 300 ribu tergantung bahannya. Nah, apakah Anda tertarik?

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya