Cerita Akhir Pekan: Kain Endek Bali, dari Simbol Bangsawan hingga Penolak Bala

Kain, termasuk endek, bagi masyarakat Bali tak semata berfungsi sebagai penutup tubuh. Eksistensinya mengemban nilai dan perjalanan panjang budaya lokal.

oleh Asnida Riani diperbarui 07 Apr 2019, 10:00 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2019, 10:00 WIB
Kain Endek Bali
Kain Endek Bali. (dok. Instagram @anda2bali.textile/https://www.instagram.com/p/BfDgMA4AXvf/)

Liputan6.com, Jakarta - Endek adalah satu dari sekian banyak kain asal Bali yang sekarang cukup umum didapati, khususnya di seantero Pulau Dewata. Seperti kain tradisional lain, kain endek Bali juga mengemban kisah dan makna di balik eksistensinya.

Dikutip dari buku Textiles in Bali karya Brigitta Hauser-Schaubin, Marie-Louise Nabholz-Kartaschoff, Sabtu, 6 April 2019, endek awalnya merupakan simbol bangsawan, lantaran hanya dipakai mereka yang berstrata sosial tinggi.

Seiring waktu, kain endek kemudan mula dipakai berbagai lapisan masyarakat. Permintaan pasar yang otomatis kian meluas membuatnya jadi penyelamat ekonomi lokal. Pasal, pengrajin endek biasanya merupakan perempuan, kebanyakan sudah berkeluarga, yang menjadikan penjualan kain tradisional ini sebagai penghasilan utama.

Ya, berbeda dengan kebanyakan pengrajin songket, pengrajin endek biasanya akan mengambil risiko dengan menyewa Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dan mulai pengerjaan kan tradisional tersebut di rumah.

Hal ini merupakan perpanjangan kain endek Bali yang mulai diproduksi secara masif di tahun 1930-an. Dengan material berupa cotton, desa-desa di Tabanan, bahkan Nusa Penida, semua ikut berpartisipasi dalam memproduksi kain endek.

Hingga akhirnya pemasaran dalam jumlah besar dimulai di Denpasar. Bukti perkembangan produksi adalah endek tak lagi dibuat dalam ukuran tertentu, namun lebih luas dengan sistem jual per meter.

Setelah merdeka, sekitar tahun 50-an, terdapat semacam workshop besar yang memproduksi kain endek di Gianyar. Tahun itu, tercatat ada tak kurang dari 160 titik penghasil kain endek Bali, baik secara workshop besar, maupun rumahan.

Kain Endek Bali dan Kepercayaan Menolak Bala

Kain Endek Bali
Kain Endek Bali. (dok. Instagram @dwipsanjaya70/https://www.instagram.com/p/BnqhK_iBDq-/)

Kain tak semata dipakai sebagai penutup tubuh di Bali. Kain juga dipakai untuk menghias tempat-tempat upacara di pura, rumah, maupun di pusat desa. Masyarakat Bali percaya bahwa ada kain-kain tertentu yang dapat berfungsi sebagai penolak bala. Kain endek asli seperti endek gringsing, endek cepuk, dan endek bebali, misalnya.

Ragam kain endek juga disebutkan memiliki fungsi sebagai penangkal bahaya wabah penyakit, bahkan kematian. Kain endek bermotif gringsing diyakini dapat digunakan sebagai penangkal wabah penyakit. Penggunaannya tak mesti sebagai kamben.

Tapi, bisa dalam bentuk kain sobekan kecil. Dengan catatan, sobekan tersebut tepat pada bagian motif yang disakralkan. Juga, kain endek dengan motif khusus hanya boleh digunakan pada upacara adat tertentu,

Endek sendiri telah lama dijadikan simbol ikatan tali persaudaraan. Kain dengan proses pembuatan tak sebentar, khususnya di tahap pewarnaan, ini mengemban simbol dan makna mendalam bagi masyarakat Bali.

Pasal, motif-motif endek di samping berupa geometris dengan ragam ukuran dan pola, serta motif bunga, juga berupa dewa dan tokoh-tokoh pewayangan yang lekat dengan kepercayaan warga lokal.

Perjalanan Kain Endek Bali hingga Hari ini

Kain Endek Bali
Kain Endek Bali. (dok. Instagram @tenunbali.arthadharma/https://www.instagram.com/p/BitB989nJSC/)

Produksi pertama kain endek Bali tercatat di akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 di daerah Buleleng. Awalnya kain dengan dominasi pola geometris dan bunga ini hanya dipakai di acara tertentu sebagai sarung, kemben, maupun selendang.

Merah yang merupakan hasil perpaduan deep purple dan brick red adalah warna dominan di masa-masa awal produksi kain endek, Baru pada tahun-tahun berikutnya, muncul penggunaan warna hijau dan oranye.

Seiring waktu, kain endek dipakai sebagai salah sau atribut beribadatan. Hal ini membuatnya mulai diproduksi makin besar. Inovasi, termasuk penambahan motif, pun mulai terjadi di produksi kain endek.

Selaras dengan fungsi sebagai pendukung upacara adat maupun keagamaan, motif endek berkembang jadi rupa dewa-dewa dan tokoh pewayangan Bali. Hingga pada tahun 1928, perubhahan teknik pembuatan paling esensial kain endek terjadi.

Kala itu, masuk Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang membuat pembuatan kain endek jadi lebih mudah, walau tetap memanfaatkan tenaga manusia sebagai penggerak utama. Bahan awal percobaan teknologi ini berupa pembuatan kain bermaterial sabut kelapa.

Hingga lambat-laun, kain endek mulai diproduki secara lebih besar dan sekarang telah jadi salah satu wajah kain tradisional khas Bali. Keberadaannya kian umum, bahkan sering kali jadi buah tangan turis.

Aplikasi akinnya juga sudah ke berbagai macam bentuk barang, termasuk sandal, dompet, clutch, bahkan tas. Motif-motif baru kain endek Bali pure merupakan kreativitas pengrajin lokal yang masih memproduksi kain ini dengan tangan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya