Liputan6.com, Jakarta - Pementasan tak hanya sebagai wadah untuk menuangkan ekspresi dan eksplorasi dalam seni peran juga musikal. Di balik itu, ada beragam pesan dan makna yang dapat disampaikan, satu di antaranya bukti nyata untuk peduli juga berbagi pada sesama.
Hal ini pula yang diusung dalam sebuah pementasan drama musikal bertajuk The Millennial Jack Tarub yang dimainkan oleh para siswa Singapore School, Pantai Indah Kapuk (SIS-PIK). Ada pun lakon tersebut ditampilkan di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Minggu (7/4/2019).
"Lakon ini diadopsi dari legenda Jaka Tarub ala milenial. Saya diajak bekerja sama untuk charity, bagaiman sebuah sekolah internasional juga peduli pada hal-hal tradisional supaya anak-anak membumi," jelas Ita Sembiring, penulis naskah sekaligus sutradara drama The Millennial Jack Tarub di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Minggu (7/4/2019).
Advertisement
Baca Juga
Sebelumnya, Ita dihadapkan oleh ragam pilihan legenda rakyat. Namun keputusannya bermuara pada legenda Jaka Tarub sebagai interpretasi modern dan 'napas' dalam pementasan yang jadi bagian dari ekstrakurikuler seni SIS-PIK.
"Jaka Tarub sesuai dengan kondisi saat ini di mana orang menghalalkan segala cara untuk mencapai sesuatu. Harus ada kejujuran dari hal-hal sederhana dan lewat seni itu indah dan pesannya tertempel, anak-anak akan merasakan," lanjutnya.
Sementara, Jaka Tarub merupakan legenda yang kental akan kejujuran, nilai cinta, komitmen, juga kesetiaan. Lewat karakter ini, para penonton juga diajak memerik pelajaran tentang bagaimana setiap usaha tak selalu sukses dan tidak ada kesuksesan tanpa kejujuran.
Pementasan The Millennial Jack Tarub melibatkan 277 murid dari pre-school hingga SMA serta 34 guru dari sekolah internasional ini. Para orangtua murid juga turut ambil bagian dengan menyumbangkan suara untuk drama musikal yang disaksikan oleh sekitar 700 penonton ini.
Peduli dan Berbagi pada Sesama
Tiket pementasan drama musikal The Millennial Jack Tarub sendiri dibanderol mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 1,5 juta. Hasil pertunjukan yang didapat dipersembahkan lewat kegiatan yang diiniasi oleh organisasi nirlaba yang diprakarsai siswa-siswi SIS-PIK, Yayasan SISwa Peduli Bangsa (YSPB).
Ada pun bantuan akan diberikan untuk membangun fasilitas pendidikan di daerah Kabupaten Ende, Kabupaten Belu, dan Kabupaten Timor Tengah Selatan di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Berbagi pada sesama ini juga merujuk pada moto yang diusung oleh organisasi nirlaba yang didirikan pada Februari 2017 ini yang berbunyi "Setetes air, secercah cahaya... untuk anak Indonesia".
Sebelumnya, penggalangan dana serupa juga dilakukan lewat lakon Bawang Merah, Bawang Putih, dan Bawang Bombay yang digelar September 2017 lalu. Kala itu, bantuan disalurkan pada anak-anak di SDN Oematmuti, NTT.
Pembangunan yang dilakukan yakni fasilitas dua ruang kelas dan perpustakaan. Kegiatan ini juga dibarengi dengan pembuatan sumut masyarakat sekitar SDN Oematmuti.
"Di Kupang kesulitan air untuk membangun, minum, dan bercocok tanam. Apa yang kita lakukan swasembada dengan penduduk sekitar yang membangun. Setelah digali 30 meter, baru ada air. Meski sempat frustasi, kami sudah menyelesaikan bangunan sekolah," jelas Retina Rosabai, Board of Governor (SIS-PIK) sekaligus salah satu BOG Yayasan Siswa Peduli Bangsa (YSPB).
"Sekolah masih dengan rumbai-rumbai dan anak-anak tidak punya fasilitas listrik dan air tapi semangat mereka begitu besar untuk sekolah. Apa yang bisa kita lakukan adalah berbagi menyalurkan berkat," ungkap Dachlia Lizar, Board of Governor Yayasan Siswa Peduli Bangsa (YSPB).
Advertisement
Hadirkan Nuansa Komedi
The Millennial Jack Tarub turut membawa pesan yang mendalam terkait peduli pada sesama. Terkait hal tersebut, Ita Sembiring selaku penulis naskah dan sutradara memberikan penjelasannya.
"Intinya adalah peduli kemanusiaan karena peduli dapat dengan banyak cara, bukan hanya meminta saja. Kita meminta tetapi memberi karya terbaik, apa yang kita punya dan orang bisa menikmati terlebih pada yang kurang beruntung," ungkapnya.
Ia menyebut awalnya naskah pementasan ini terasa sangat politis dan penuh akan sindiran. Meski sempat mendapat peringatan, Ita akhirnya mengemas cerita dengan nuansa komedi.
"Mencoba mengadopsi cerita rakyat dalam kemasan komedi. Zaman sekarang berekspresi tak mudah. Komedi sangat netral dan relevan dengan situasi zaman sekarang," tambah Ita.
Sementara, proses persiapan sendiri telah dilakukan sejak Juli 2018 lalu. "Kami memanfaatkan jam ekstrakurikuler di mana latihan seharusnya empat jam, ini hanya satu jam dan itu sangat menantang. Akhirnya, niat dan kesungguhan mereka mengantarkan kita ke gedung ini," tutur Ita.
Saksikan video pilihan di bawah ini: