Chef Asal Papua Ajukan Petisi Penyelamatan Hutan Sagu, Mau Ikut Dukung?

Menurut Charles Tato, pendiri komunitas Jungle Chef, sagu adalah ibu bagi orang Papua. Apa maksudnya?

oleh Dinny Mutiah diperbarui 02 Mei 2019, 10:03 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2019, 10:03 WIB
Mengenal Pembuatan Sagu Tradisional Warga Tambrauw Papua Barat
Seorang warga Papua Barat sedang mengolah serabut rumbia menjadi sagu. (dok. Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata/Dinny Mutiah)

Liputan6.com, Jakarta - Pendiri Jungle Chef, Charles Toto, mengajukan petisi kepada Gubernur Papua Lukas Enembe dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo terkait desakan penyelamatan hutan sagu di Papua. Chef yang akrab disapa Chato itu menyebut sagu bukan sekadar tanaman bagi orang Papua, tetapi adalah ibu.

Dalam petisi yang diunggah di laman Change.org itu, Chato beralasan sagu telah memberikan sandang, pangan, dan papan untuk mayoritas warga Papua. Dari sagu, mereka bisa membuat pakaian dan noken yang indah. Dari kulit kayu pohon sagu, mereka juga bisa membuat rumah yang kuat.

"Dan dari pati sagu, kitorang bisa membuat makanan bergizi mengandung karbohidrat dan protein tinggi untuk dihidangkan di meja makan. Bahkan akar sagu dapat memberikan sumber air untuk kehidupan kami," tulis Chato dalam petisi yang diunggah sejak sebulan lalu.

Namun, keberadaan sagu kian terancam oleh perumahan dan perkebunan sawit. Ia juga mengkritisi program raskin yang dinilainya menggeser manfaat dan identitas sagu bagi orang Papua.

Padahal, pembabatan hutan sagu terbukti berdampak buruk. Di Merauke dan Jayapura, dua lokasi yang menjadi tempat pembabatan terparah, mengalami bencana dahsyat yang memakan korban jiwa.

Pertama, tulisnya, terjadi kelaparan di Asmat, Merauke, walau rakyat setempat tinggal di tengah lahan sagu. "Karena masyarakat sudah tergantung dengan raskin," katanya.

Bencana kedua adalah banjir di Sentani, Jayapura. Ia menuding hal itu diakibatkan hutan sagu dibabat untuk perumahan dan jalan aspal.

"Air hujan dari Gunung Cyclop langsung turun ke danau dan air pun meluap menjadi banjir," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tuntutan pada Gubernur Papua

Kaum Pembuat Sagu
Foto: Kementerian Pariwisata.

Chato tak ingin hal itu terus terjadi. Maka itu, ia mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk turut melestarikan dan menjaga sagu.

"Melestarikan identitas kitorang Papua dan menjaga ibu kami yang selama ini setia memberi kami hidup," tulisnya lagi.

Untuk itu, ia meminta Gubernur Papua dan Papua Barat agar segera membuat peraturan untuk melindungi keberadaan hutan sagu yang masih tersisa di tanah Papua.

Apalagi, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan pernah menyatakan komitmennya untuk menjadikan wilayah Papua Barat sebagai provinsi berkelanjutan dan pro-konservasi dengan mengakomodasi 70 persen luas daratan menjadi kawasan hutan lindung.

"Dengan adanya pergub ini, kami yakin hutan sagu akan lebih terlindungi dari pembangunan dan perkebunan yang selama ini terus menggerus keberadaan sagu," menurut Chato.

Hingga kini, petisi tersebut sudah ditandatangani 30.899 orang dari 35 ribu yang ditargetkan. Salah satu pendukung petisi ini, Luwunaung Yan menyatakan setuju karena sagu memang mama untuk orang Papua.

Chato selama ini konsisten mempopulerkan makanan dari Papua. Lulusan sekolah vokasi ini mendirikan komunitas Jungle Chef pada 2008 yang mengumpulkan sejumlah chef lokal Papua untuk mempopulerkan makanan yang terbuat dari beragam bahan di hutan.

Tak hanya untuk mempopulerkan makanan Papua, komunitas tersebut juga mempromosikan nilai dan budaya leluhur ke generasi muda Papua yang semakin terpengaruh gaya hidup modern. Di samping itu, komunitas itu juga giat mengkampanyekan tentang pelestarian lingkungan hidup.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya