Liputan6.com, Jakarta - Sagu, makanan pokok warga di timur Indonesia ini masih kurang populer ketimbang sumber karbohidrat lain. Meski begitu, kelezatannya tak bisa dipandang remeh. Bersama ikan kuah kuning, sagu menjelma jadi makanan bercita rasa sedap.
Salah satu tempat pembuatan sagu tradisional berada di Distrik Werur, Kabupaten Tambrauw, Papua Barat. Dalam keterangan tertulis dari Kementerian Pariwisata yang diterima Liputan6.com, baru-baru ini, lokasi itu bisa ditempuh dalam waktu 30 menit berjalan kaki dari Distrik Bikar.
Perjalanan menuju tempat itu akan melewati berbagai medan, mulai dari permukaan tanah basah, rawa-rawa, dan sungai kecil.
Advertisement
Baca Juga
Begitu tiba di sana, Anda bisa melihat warga yang sedang mengolah sagu dari pohon rumbia. Pertama, batang pohon rumbia dikuliti, bagian dalamnya ditempa menggunakan kapak kayu hingga hancur dan membentuk serabut.
Lalu, serabut rumbia dicampur dengan air dan diperas layaknya membuat santan. Berikutnya, seorang warga lain memeras bubuk bakal sagu tersebut di atas papan. Sarinya kemudian mengalir melewati pipa kayu, lalu ditampung dalam wadah dan didiamkan selama beberapa hari..
Nah, air itu nantinya yang akan jadi sagu. Bubuk sagu yang sudah siap diolah kemudian dimasukkan ke bilah-bilah bambu. Sagu itu dibalut dalam sayuran yang disebut sayur gedi. Rasanya seperti daun pepaya.
Gedi dimasak dengan sagu tanpa bumbu apapun. Rasanya tawar, tapi tetap segar. Umumnya, gedi dan sagu disantap bersama singkong atau kasbi dan ayam hutan yang direbus dalam bilah kayu.
Menyantap sagu di alam Papua Barat membuat siapa saja terhanyut. Keduanya seperti menyatu, membuat orang yang merasakan pengalaman ini kembali bersyukur atas perpaduan antara kecantikan alam dan kekayaan kuliner.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini: