Liputan6.com, Jakarta - Hari Anak Nasional yang diperingati setiap 23 Juli masih mencatatkan beragam masalah kekerasan pada anak yang terjadi di Indonesia. Anak jadi kaum rentan dalam berbagai tindak kekerasan yang dapat berdampak pada mental hingga emosional.
Menurut Plan International, kekerasan pada anak adalah segala bentuk kekerasan fisik atau mental, cedera atau pelecehan, pengabaian atau tindakan pelalaian. Tak ketinggalan, perlakuan emosional buruk atau kekerasan psikologis, pelecehan seksual, gangguan, atau eksploitasi komersial lainnya pada anak.
Kekerasan meliputi setiap tindakanyang individu, kelompok, intitusi atau organisasi lakukan atau gagal lakukan, sengaja atau tidak sengaja, baik yang menyebabkan atau memiliki kemungkinan atau sangat mungkin menimbulkan bahaya atau potensi bahaya. Terkait anak, ini merujuk pada kesejahteraan, martabat, dan kelangsungan hidup, serta perkembangan anak atau orang muda, baik secara daring atau luring.
Advertisement
Baca Juga
"Itu nanti bisa menyebabkan kerusakan secara fisik, mental, emosional (pada anak)," jelas CDP Program Advisor Plan Indonesia Hari Sadewo dalam Online Workshop Guru "No Go Tell: Mengembangkan Mekanisme Perlindungan Anak di Sekolah", Kamis, 22 Juli 2021.
Kekerasan pada anak, dikatakan Hari, dapat menimbulkan bahaya kerusakan potensial saat ini atau yang akan datang. Misalnya, bahaya kerusakan saat ini, yaitu kekerasan fisik seperti anak dipukul, ditendang, atau dijambak.
"Atau yang kerusakan potensial ada bullying, pelecehan yang tidak kelihatan atau kekerasan seksual secara verbal yang tidak kelihatan, tapi mungkin dampaknya enam bulan atau satu tahun akan datang baru terasa. Anak jadi stres, gampang marah-marah, dan mental tidak bisa terkendali," tambahnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kasus Kekerasan pada Anak Perempuan
Hari mengungkapkan 15 ribu kasus kekerasan terjadi pada 2020. Kasus ini dengan angka 58,5 persen korban di antaranya adalah berusia anak, menurut data Simfoni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
"Karena sifat kerentanan anak kemudian itu dipakai sadar atau tidak sadar oleh orang dewasa untuk melakukan kekerasan fisik, seperti menendang, menjambak, penelataran, kekerasan seksual, dan sebagainya," tambah Hari.
Fakta dan data prevalensi kekerasan pada anak perempuan adalah 11 persen untuk kekerasan fisik. Sementara, kekerasan seksual pada anak perempuan ada di angka 4,1 persen.
Advertisement
Banyak Korban Tak Melapor
"Artinya, kekerasan fisik itu ada 100 anak berarti 11 di antaranya mengalami kekerasan fisik. Untuk kekerasan seksual, kalau ada 100 anak, empat di antaranya pernah mengalami kekerasan seksual itu prevalensi," jelas Hari.
Dikatakan Hari, meski pencatatan sudah baik, banyak korban yang tidak melapor, terutama korban-korban kekerasan seksual. "Makanya, survei ini ingin melihat angka kecenderungan atau angka kejadian, berapa sebetulnya prevalensi kekerasan (fisik) dan kekerasan seksual, terutama pada anak perempuan," katanya.
"Cuma karena tidak pernah lapor atau pelakunya mengintimidasi berakibat nanti timbulnya kerusakan potensial," jelas Hari.