Cara Mencegah Terjadinya Kekerasan dan Pelecehan pada Anak

Tindak kekerasan yang paling banyak terjadi pada anak-anak Indonesia adalah kekerasan seksual, fisik, dan psikis.

oleh Henry diperbarui 16 Jul 2021, 10:30 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2021, 10:30 WIB
Memberikan Kebebasan yang Wajar
Ilustrasi Anak Bermain Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, termasuk selama pandemi Covid-19. Ada berbagai macam kekerasan yang dialami anak-anak di Indonesia, yang terbanyak adalah kekerasan seksual, disusul kekerasan fisik, kekerasan psikis.

Data itu diungkapkan Sigit Wacono (Child Protection Advisor), pembicara di Kelas Edukasi Perlindungan Anak yang digelar secara virtual, Kamis, 15 Juli 2021. Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye 'No! Go! Tell! (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan!), The Body Shop Indonesia bersama Plan Indonesia.

Menurut Sigit Wacono, pelecehan seksual terhadap anak berpotensi tinggi karena anak merupakan kelompok yang rentan. Pelakunya bukan hanya orang asing atau tidak mereka kenal, tapi bisa juga dilakukan keluarga, teman, tetangga atau orang-orang terdekat mereka.

Kejadiannya juga bisa terjadi di lingkungan rumah, sekolah, maupun tempat lainnya yang biasa dikunjungi. Melihat potensi kerentanan yang ada, Sigit mengungkapkan beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk mencegah pelecehan seksual atau eksploitasi terhadap anak terjadi.

1. Cari Tahu

Pertama, kita bisa mencari tahu dan pahami jenis-jenis kekerasan, dan risiko yang mungkin akan diterima. Cari tahu dan sampaikan, apa saja yang membuat anak merasa aman dan apa yang nembuat mereka tidak nyaman.

2. Utamakan Keselamatan

Utamakan keselamatan dan perlindungan dari segala bentuk kekerasan ataupun pelecehan seksual terhadap anak, di mana saja dan kapan saja. Pastikan kepentingan terbaik untuk anak dan orang muda.

3. Waspada

Tetap waspada terhadap potensi bahaya yang akan menimpa anak, baik karena kondisi lingkungan, orang sekitar, atau diri sendiri. Cari tahu bagaimana merespons adanya potensi bahaya terjadinya kekerasan atau pelecehan.

4. Mawas Diri

Mawas diri dan terus menambahkan informasi terkait hak-hak yang dimiliki anak, juga menjadi salah satu kewajiban tertentu oleh orangtua maupun orang-orang terdekatnya. "Posisikan seorang anak pada relasi yang seimbang, karena anak juga memiliki hak yang harus kita penuhi," ujar Sigit.

5. Laporkan

Perhatikan kalau terjadi tanda-tanda kekerasan terhadap anak, lalu segera laporkan kepada orang yang Anda percaya. Bisa juga dengan menghubungi focal point perlindungan seperti Komnas Perlindungan Anak, Komnas Anak atau petugas pemerintah terdekat.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut:


Kekerasan dan Trauma

Ilustrasi
Ilustrasi kekerasan seksual. (dok. Pexels/Josie Stephens)

Selain kekerasan terhadap anak, Sigit menambahkan, kasus serupa juga banyak dialami perempuan karena mereka rentan terhadap kekerasan baik yang bersifat fisik maupun psikis.

"Seperti juga anak-anak, kekerasan terhadap perempuan biasanya dilakukan orang-orang terdekat, seperti suami, pacar, orangtua, anggota keluarga lainnya, kerabat dan teman, dan itu bisa menimbulkan trauma yang mendalam," ucap Sigit.

"Biasanya mereka yang mengalami kekerasan, baik itu kekerasan berbasis gender atau lainnya, itu memang akan mengalami trauma. Umumnya, trauma itu tidak bisa sembuh dalam waktu singkat," lanjutnya.

Untuk itu, semua orang perlu menciptakan ruang aman bagi korban kekerasan. Menurut Sigit, langkah utama menciptakan ruang aman bagi adalah dengan tidak memberikan mereka janji apapun. "Usahakan tidak mengumbar janji apa saja kepada korban. Hindari juga pertanyaan bersifat mengungkit," kata Sigit.


Dukungan Psikologis

Ilustrasi Wanita
Ilustrasi wanita (dok. Pixabay.com/Putu Elmira)

Sebagai gantinya, kita bisa menggantinya dengan pertanyaan umum, seperti menawarkan bantuan dan memberi dukungan. "Jadi, biarkan korban bercerita, jangan kita yang kesannya memaksa mereka," tambah Sigit.

Kita juga bisa memberi dukungan psikologis sampai pendampingan hukum ketika korban mau melapor. Saat korban mau bercerita, informasi yang kita dapatkan harud dijaga kerahasiaannya. Pasalnya, korban yang sudah berani bercerita berarti sudah mempercayai kita untuk merahasiakan informasi tersebut.

"Biasanya banyak korban yang takut mengungkapkan kekerasan yang dialami karena takut ceritanya bocor dan menyebar. Jadi sebaiknya mereka yang tahu ceritanya bisa menjaga rahasia itu," ujar Sigit.

Dalam rangkaian Kampanye No! Go! Tell! The Body Shop®️ Indonesia bersama Plan Indonesia mengadakan kegiatan Serial Edukasi 'No! Go Tell!' yang mengundang 84 aktivis muda setara siswa SMP dan SMA. Tujuannya untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di tengah masyarakat sebagai bentuk upaya memutus rantai kekerasan, serta memulihkan korban kekerasan seksual masih perlu keberlanjutan. Mereka akan menghadiri serangkaian kelas yang diisi oleh pembicara pakar terkait kekerasan seksual pada 15 Juli--3 Agustus 2021.


Infografis Kekerasan dalam Pacaran

Infografis Kekerasan dalam Pacaran
Infografis Kekerasan dalam Pacaran (liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya