Cerita Akhir Pekan: Sejauh Mana CHSE Sanggup Mengantisipasi Dampak Wisata Balas Dendam?

Wisata balas dendam sendiri merupakan fenomena yang sudah muncul sejak akhir tahun lalu. Apa itu?

oleh Asnida Riani diperbarui 28 Agu 2021, 20:00 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2021, 20:00 WIB
Terminal Wisata Grafika Cikole
Terminal Wisata Grafika Cikole (sumber: Grafikacikole)

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi telah mengubah sepenuhnya operasional sektor pariwisata, terutama soal langkah-langkah pencegahan transmisi COVID-19. Karena itu, dalam hampir 18 bulan terakhir, aturan dibuka atau tidaknya destinasi wisata telah begitu dinamis.

Di tengah dinamikanya, fenomena revenge travel alias wisata balas dendam pun muncul sejak akhir tahun lalu. Melansir Huffpost, Sabtu (28/8/2021), Eric Jones, salah satu pendiri jurnal perjalanan dan perencanaan The Vacationer, menjelaskan bahwa, meski istilahnya agak konyol, wisata balas dendam mengacu pada gagasan bahwa akan ada peningkatan besar dalam perjalanan.

Ini dilatarbelakangi anggapan kondisi yang "lebih aman dan segala sesuatunya terbuka kembali." Carolyne Doyon, presiden dan CEO Club Med Amerika Utara dan Karibia, menyambung pihaknya sudah melihat lonjakan wisata balas dendam seiring naiknya tingkat vaksinasi COVID-19.

Dengan turut digencarkannya vaksin COVID-19 di Indonesia, serta beberapa wilayah mulai memperlihatkan penurunan kasus COVID-19, ancang-ancang mengantisipasi kemungkinan adanya wisata balas dendam harus sudah mulai masuk catatan. Pasal, kendati bisa memberi dampak positif di sektor pariwisata, bayang-bayang pandemi berkepanjangan juga berada tepat di belakangnya.

Salah satu upayanya adalah mengandalkan sertifikasi Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability (CHSE) yang sudah berlangsung sejak tahun lalu. Direktur Standardisasi dan Sertifikasi Usaha Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Oni Yulfian menjelaskan progres sertifikasi CHSE saat ini sedang dalam tahap pelaksanaan audit dan sertifikasi.

"Taget (sertifikasi CHSE) tahun 2021 adalah sebanyak 6,3 ribu usaha yang terdiri dari seribu hotel dan 5,3 ribu non-hotel," ungkapnya melalui pesan pada Liputan6.com, Sabtu (28/8/2021).

Ia menyambung, sesuai Permen Parekraf Nomor 13 tahun 2020, Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan dalam rangka pelaksanaan sertifikasi sesuai kewenangannya. Pembinaan yang dilakukan meliputi sosialisasi, bimbingan teknis, juga pelatihan, sedangkan untuk pengawasan dilakukan melalui pemantauan dan evaluasi.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Menyusun Skema Pembukaan Destinasi Pariwisata

Ilustrasi Travel
Ilustrasi travel (dok. Pixabay.com/congerdesign)

Oni menjelaskan, berkaca pada situasi terkini, belum ada panduan khusus dalam membuka destinasi pariwisata. "Saat ini tetap harus mengacu pada Inmendagri terkait status PPKM di mana tempat wisata yang diperbolehkan untuk buka hanyalah di daerah berstatus PPKM Level 2 dengan kapasitas 25 persen dan menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat," urainya.

Namun, seiring menurunnya level PPKM, ia menyebut pemerintah sedang mematangkan skema pembukaan destinasi pariwisata. Parameternya termasuk ketentuan tingkat vaksinasi di destinasi wisata minimal 75 persen, serta penerapan standar dan sertifikasi CHSE di sektor pariwisata.

Mengacu pada antisipasi wisata balas dendam, Oni mengimbau untuk jangan sama-sama lengah dengan kondisi yang mulai membaik. "Tingkat vaksinasi berkorelasi besar dalam memastikan langkah-langkah pembukaan kembali destinasi pariwisata, serta sentra ekonomi kreatif," tuturnya.

Ini, sambung Oni, termasuk pembukaan Travel Corridor Arrangement (TCA) yang ditargetkan di Bali, Batam, dan Bintan yang dapat didorong jika vaksinasi dosis lengkap telah terlaksana 75 hingga 80 persen di sana.

Di samping itu, dalam keterangan terpisah, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengatakan, pembukaan Batam, Bintan, Bali juga harus melihat faktor pra kondisi lain, seperti sertifikasi CHSE end-to-end dan kesiapan industri.

Kemenparekraf sendiri menargetkan vaksinasi hingga 95 persen terhadap pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf). Di samping, masyarakat diharapkan untuk menggunakan aplikasi PeduliLindungi. Pihaknya menyebut akan memaksimalkan peran dan fungsi aplikasi tersebut.

Dalam kasus ini, mengasisteni dan memfasilitasi berbagai kebutuhan masyarakat tentang protokol kesehatan atau informasi seputar vaksin, juga sebagai pengendali kerumunan di sebuah destinasi.

Ini sejalan dengan saran epidemiolog Pandu Riono. "Sistem aplikasi PeduliLindungi perlu berjalan di semua destinasi wisata. Namun, itu merupakan salah satu pra syarat orang yang beraktivitas sudah divaksinasi dan statusnya negatif COVID-19," ungkapnya melalui pesan, Kamis, 26 Agustus 2021.


Penerapan Protokol Kesehatan dan 3T

Orchid Forest Cikole
Orchid Forest Cikole, Lembang, Bandung. Foto: Ahmad Ibo/ Liputan6.com.

Soal tingkat resistansi regulasi terhadap kemungkinan wisata balas dendam, Oni menjabarkan, aplikasi PeduliLindungi dikembangkan dalam rangka mengoptimalkan perlindungan kesehatan masyarakat. Pengaplikasian teknologi digital dalam mendukung penerapan protokol kesehatan dan 3T, yakni testing, tracing, dan treatment disebut sebagai salah satu upaya krusial dalam pengendalian pandemi.

"Sedangkan panduan CHSE merupakan gold standard bagi pengelola usaha pariwisata dan ekonomi kreatif di masa pandemi dan masa depan. Panduan tersebut harus diterapkan agar aktivitas pariwisata dan ekonomi kreatif tidak memicu klaster baru (COVID-19) saat nantinya kembali diizinkan beroperasi," tegasnya.

Di samping, Kemenparekraf terus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta asosiasi pengusaha guna nantinya membuka kembali tempat wisata dan sentra ekonomi kreatif yang telah mendapatkan sertifikat CHSE.

Di sisi lain, Manager Operasional Orchid Forest Cikole Duduh Abdurahman mengaku 2021 lebih berat ketimbang tahun lalu. "Namun demikian, kami tetap menahan diri dan beradaptasi dengan pemerintah atau regulator yang memberi izin dalam hal pengawasan dan sebagainya," paparnya melalui pesan, Jumat, 27 Agustus 2021.

Sesuai aturan terkini, objek wisata di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) itu masih sementara tutup, mengingat wilayahnya masuk dalam PPKM Level 3. Ia menyebut bahwa besar harapan pihaknya bisa segera masuk area PPKM Level 2, seperti tetangga mereka, Kabupaten Subang.

"Hal-hal teknis penerapan protokol kesehatan yang ketat sudah kami siapkan dan sosialisasikan pada karyawan kami. Alhamdulillah seluruh karyawan kami sudah melaksanakan vaksinasi tahap kedua. Mudah-mudahan update berikutnya Bandung Barat masuk kriteria (PPKM) level 2 ya!" imbuhnya.


Antisipasi Wisata Balas Dendam

Orchid Forest Cikole
Orchid Forest Cikole. Foto: Ahmad Ibo/ Liputan6.com.

Soal antisipasi wisata balas dendam yang mungkin menimbulkan kerumunan, Duduh mengatakan, luas Orchid Forest Cikole 12 hektare dan ada pada ruang terbuka dengan kontur tanah turunan. Untuk wisatawan, saat nantinya buka kembali, pihaknya menginformasikan satu arah jalan.

"Di pintu keluar bisa kembali menuju tempat parkir menggunakan transportasi gratis dari kami dan bisa kembali pulang. Ini dilakukan supaya tidak ada penumpukan wisatawan di area kami. Tentu screening dan monitoring terhadap wisatawan kami lakukan sejak awal kedatangan hingga meninggalkan lokasi," paparnya.

Selain itu, fasilitas protokol kesehatan pihaknya juga sudah diuji pada 9 agustus 2021 oleh tim audit CHSE Sucofindo sebagai salah satu program mereka guna mengantongi sertifikasi tersebut. Akhirnya, mereka mengatakan siap menerima wisatawan kembali dengan protokol kesehatan yang sangat ketat, juga berharap di momen itu sudah mempunyai sertifikat CHSE.

Oni mengatakan, pelaku usaha yang telah mendapatkan sertifikat CHSE diminta berkomitmen penuh menerapkan standar aturannya dalam operasional agar "pariwisata Indonesia bisa pulih tanpa harus diiringi kenaikan kasus COVID-19."

"Di samping, peran serta Pemerintah Daerah baik Provinsi dan Kabupaten/Kota, sangat penting dalam membina dan mengawasi jalannya sertifikasi CHSE di daerah masing-masing," tutupnya.


Infografis Dampak Revenge Travel, Kasus Positif COVID-19 Kembali Melonjak

Infografis: Dampak Revenge Travel, Kasus Positif Covid-19 Kembali Melonjak
Dampak Revenge Travel, Kasus Positif Covid-19 Kembali Melonjak
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya