Liputan6.com, Jakarta - Google Doodle pada Minggu (26/2/2023) menampilkan wajah Didi Kempot, musisi campursari legendaris asal Jawa Tengah, Indonesia. Ilustrasi itu menggambarkan sang musisi berjuluk Godfather of Broken Hearts mengenakan beskap lengkap dengan blangkonnya memegang mikrofon.
Dalam keterangan Google disampaikan bahwa alasan wajah sang maestro ditampilkan di Google Doodle hari ini adalah karena tepat pada 26 Februari 2020, penyanyi bernama asli Didik Prasetyo itu menerima Billboard Indonesia Lifetime Achievement Award.
Advertisement
Baca Juga
"Seorang master musik campursari Jawa , Kempot menulis lebih dari 700 lagu sepanjang karirnya yang produktif. Pada hari ini di tahun 2020, ia menerima Billboard Indonesia Lifetime Achievement Award," tulis Google.
Penghargaan kategori seumur hidup ini merupakan penghargaan yang diberikan majalah Billboard pada musisi dengan karier yang gemilang. Didi Kempot terbukti banyak berkontribusi dalam belantika musik Tanah Air melalui karya-karyanya. Saat menerima penghargaan itu, dia mempersembahkannya untuk para seniman tradisional di Indonesia.
Julukan ‘Godfather of Broken Hearts’ ditujukan kepada lagu-lagunya yang kebanyakan bertema galau dan patah hati, beberapa di antaranya berjudul ‘Banyu Langit’, ‘Sewu Kutho’, dan ‘Stasiun Balapan’. Bahkan, para penggemar Didi Kempot menamakan diri sebagai Sobat Ambyar.
Dalam beberapa tahun terakhir, musik campursari Didi Kempot mengalami kebangkitan popularitas di kalangan generasi muda. "Lagu-lagunya terus menyentuh hati orang-orang romantis yang putus asa di seluruh dunia," tulis Google.
Perjalanan Sang Maestro
Didi Kempot lahir di tengah-tengah keluarga seniman di Surakarta, 31 Desember 1966. Ayah Didi Kempot merupakan seorang pelawak terkenal dari kota Solo, Ranto Edi Gudel atau yang lebih dikenal dengan nama Mbah Ranto. Sementara, ibunya adalah seorang penyanyi. Didi Kempot juga merupakan adik kandung dari Mamiek Podang, pelawak senior Srimulat.
Saat usianya 18 tahun, Didi dan teman-temannya membentuk band jalanan bernama Kelompok Pengamen Trotoar. Itulah awal mula Didi mulai mengamen untuk mencari nafkah. Selama lebih dari dua dekade, penyanyi kelas dunia ini tampil di jalanan Surakarta dan Jakarta. Tidak hanya itu, nama belakang Didi Kempot diambil dari singkatan nama bandnya, “Kelompok Pengamen Trotoar”.
Meskipun sempat tidak punya uang, dia terus menulis dan membawakan beberapa lagunya yang paling terkenal, termasuk "Cidro", "Moblong-Moblong", dan "Podo Pintere" Setelah seharian mengamen, Didi sering begadang untuk merekam lagu-lagunya di kaset kosong. Usahanya itu masih belum berbuah.
Kendati demikian, Didi Kempot tidak pernah menyerah pada mimpinya. Dikutip dari pernyataan Google, pada 1989, Didi menandatangani kontrak dengan label musik Musica Studio. Single hit pertamanya Cidro menjadi sangat populer di Belanda dan Suriname, dua negara dengan diaspora masyarakat Jawa yang besar.
Pada 1993, ketika dia melakukan perjalanan ke Belanda untuk tampil, dia terharu melihat para penggemar telah menghafal lirik lagunya. Dia melanjutkan untuk merilis sepuluh album lagi di Belanda dan Suriname.
Advertisement
Karya Legendaris
Terdapat beberapa lagu Didi Kempot yang paling legendaris, di antaranya Stasiun Balapan, Banyu Langit, dan Sewu Kutho, yang masih banyak diunduh. Dikutip dari kanal Showbiz Liputan6.com, Stasiun Balapan menjadi salah satu lagu ikonik dari Didi Kempot. Lagu ini terdapat dalam album studio debut Didi Kempot yang dirilis pada 1999. Stasiun Balapan yang bernada sendu diiringi tabuhan gendang.
Lagu tersebut terinspirasi dari kisah nyata yang Didi lihat secara langsung. Saat masih mengamen di Stasiun Balapan pada era 1984-1986, ia melihat banyak orang yang berpelukan hingga menangis karena akan berpisah.
Sobat Ambyar yang sangat menyukai lagu-lagu terkait kisah patah hati tentu tidak akan melewatkan tembang berjudul Banyu Langit. Lagu yang cocok menjadi teman saat suasana sendu ini berisi kisah seseorang saat menunggu kekasihnya untuk kembali. Ia rela menahan rindu cukup lama. Namun, orang itu justru meninggalkannya dan tak pernah datang lagi.
Sementara itu, lagu Sewu Kutho juga tak kalah dengan dua lagu di atas. Saat belum dirilis, lagu itu bertajuk Hanya Sekejap. Kata Sewu Kutho diambil dari penggalan lirik yang berbunyi 'Sewu kuto uwis tak liwati' yang berarti ‘Seribu kota sudah ku lewati’.
Masih bertemakan cinta, Lagu Sewu Kutho bercerita mengenai perjalanan seorang lelaki dalam mencari kekasihnya, hingga melewati seribu kota. Meski sudah mendatangi seribu kota, sang pujaan hati tak kunjung ditemukan.
Penghargaan yang Diterima
Berkiprah selama 30 tahun, Didi Kempot telah melahirkan lebih dari 700 lagu. Selama menjalani karier, Didi Kempot setia menulis dan menyanyikan lagu genre campursari, genre musik yang menggabungkan unsur-unsur musik tradisional Jawa dengan musik modern. Seluruh lagunya juga konsistem ditulis dalam bahasa Jawa.
Karier Didi Kempot benar-benar melejit pada 1990-an ketika ia mulai memperkenalkan musik campursari. Ia berhasil menciptakan sebuah nuansa baru di dunia musik Indonesia dengan lagu-lagunya yang sangat populer di kalangan masyarakat.
Setelah single pertamanya Cidro sukses, Didi Kempot mengeluarkan lagu Stasiun Balapan saat era reformasi. Lagu ini menjadi salah satu lagu legendaris khas Didi Kempot yang dikenal masyarakat Indonesia.
Didi Kempot pertama kali mendapatkan pengakuan secara nasional saat dirinya berhasil memenangi penghargaan dari Anugerah Musik Indonesia (AMI) Awards tahun 2001. Ia memenangi dua penghargaan sekaligus di ajang tersebut, Artis Solo Pria Terbaik dan Penyanyi Terbaik AMI Awards 2001.
Puncak kejayaan Didi Kempot sebagai musisi berlangsung pada akhir 90-an hingga awal 2000-an. Ia mendapatkan banyak penghargaan bergengsi dan kaset serta CD albumnya banyak terjual. Selama tiga tahun berturut-turut sejak 2001 hingga 2003, Didi Kempot selalu meraih penghargaan dari AMI Awards. Ia baru kemudian mendapat AMI Awards lagi pada tahun 2010, 2011, dan 2013.
Didi Kempot juga pernah meraih penghargaan di Indonesia Dangdut Award 2019 untuk kategori Penghargaan Khusus Maestro Campuran. Didi Kempot menghembuskan napas terakhirnya pada 5 Mei 2020 di Surakarta akibat serangan jantung.
Advertisement