Liputan6.com, Jakarta - "JUSTICE FOR EGA. Hati siapa yang tak hancur melihat anak yang kita lahirkan pulang dengan wajah remuk redam?" tulis aktivis sosial Bali, sekaligus desainer sepatu, Niluh Djelantik, mengawali keterangan unggahan di akun Instagram-nya, Rabu, 26 Juli 2023, terkait kasus pria Prancis diduga menganiaya pacarnya yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI).
Di sederet foto di unggahan yang dimaksud, tampak sejumlah foto dan video bukti tuduhan penganiayaan yang dialamatkan pada WNA Prancis berusia 25 tahun tersebut. Disebutkan bahwa ia tega melakukan tindak kekarasan pada kekasihnya setelah tepergok selingkuh di Thailand.
Merujuk keterangan yang dipaparkan Niluh, berikut sederet fakta kasus dugaan penganiayaan tersebut.
Advertisement
1. Ditonjok berkali-kali
Niluh berbagi, "Hari ini Ega datang bersama ibunya. Wajahnya lebam. Tangisnya pecah saat menceritakan malapetaka yang dialaminya. Sang kekasih, calon suami yang seharusnya menjaga martabatnya, justru memperlakukannya dengan keji. Ega ditonjok berkali-kali, dicekik, darah berceceran, wajah berlumuran darah."
Lebih lanjut disebutkan bahwa Ega sebenarnya sempat berusaha menyelamatkan diri, namun "tak berdaya. "Beruntung petugas penginapan datang," imbuhnya. "Ega pun dilarikan ke rumah sakit."
2. Lapor polisi
Laporan kepolisian Thailand dan visum rumah sakit tempat Ega mendapat pertolongan medis telah diberikan pada pihak Kepolisian Resort Denpasar, sebut Niluh. "Mbok Niluh telah berkoordinasi dengan Kasatreskrim dan Kepala Imigrasi Ngurah Rai yang sigap menerima laporan kami," ia menyebut.
3. Identitas Pelaku
Dikatakan Niluh, pelaku kasus dugaan penganiayaan ini adalah WNA Prancis yang tinggal dan bekerja di Bali. "Kedua orangtuanya (pelaku) WNA Prancis dan menjalankan usaha properti di Bali," sambungnya.
Ia melanjutkan, "Penganiayaan terjadi di Thailand tanggal 19 Juli 2023. Khawatir akan keselamatannya, usai pengobatan dan pelaporan, Ega memutuskan kembali ke Indonesia. Semua biaya ditanggungnya sendiri."
4. Bakal Cari Pelaku
"Kamu sang pelaku," tulis Niluh. "PERTANGGUNGJAWABKAN PERBUATANMU !!!! Hanya karena marah karena ketahuan atas perselingkuhan yang kamu lakukan, bukannya meminta maaf, kamu malah tega merusak wajah, meludahi, menghantam perempuan yang setia merawatmu saat kamu sakit. Sampai kemana pun kamu, akan aku cari."
5. Jangan Lagi Ada Korban
Ega dan ibunya disebut berharap tidak ada lagi perempuan yang jadi korban "kebiadaban pelaku." "Negara harus hadir untuk perempuan. Negara harus tegas menindak pelaku kekerasan," kata Niluh.
"Mbok Niluh mensupport kerja keras Polresta Bali dan Imigrasi Bali untuk sesegera mungkin menangkap pelaku agar tidak malah kabur dari tanggung jawabnya. Perempuan di seluruh Indonesia. Kita kirimkan doa untuk Ega dan sang ibu," tandasnya.
Advertisement
Tutupi Perselingkuhan dengan Kekerasan
Sayangnya, ini bukan kasus dugaan penganiayaan pertama yang dilaporkan karena seseorang tepergok selingkuh. Mengutip Psychology Today, dikutip Kamis (27/7/2023), pengkhianat hubungan disebut cenderung melakukan kekerasan untuk "membenarkan atau menutupi perilaku mereka."
Penulis Out of the Doghouse: A Step-by-Step Relationship-Saving Guide for Men Caught Cheating, Robert Weiss, mengungkap, "Terkadang, kekerasan ini tidak disengaja dan orang yang berselingkuh bahkan tidak sadar mereka melakukannya. Di lain waktu, itu disengaja."
Di antaranya, ada kekerasan fisik yang dilakukan. "Penganiayaan fisik mencakup setiap tindakan fisik yang memaksa atau yang dirancang untuk mengintimidasi atau membuat orang lain melakukan sesuatu (atau menerima sesuatu) yang bertentangan dengan keinginan mereka," sebut Weiss.
Beberapa contohnya, yakni:
- Meninju, menampar, mencekik, menendang, dan lain-lain.
- Melempar barang ke pasangan.
- Secara fisik membuat pasangan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginannya.
- Menggunakan benda atau senjata apapun untuk melawan pasangan.
- Mendorong, menarik, atau menahan pasangan.
Pelecehan Psikologis
Kekerasan fisik umumnya sepaket dengan pelecehan psikologis. Pelecehan emosional, terkadang disebut sebagai permainan pikiran, dimaksudkan untuk menimbulkan ketakutan dan kebingungan pada korban, menurut Weiss. Itu bisa termasuk:
- Mengontrol dan/atau membatasi penggunaan ponsel, waktu bermain dengan teman, dan lain sebagainya.
- Menyalahkan pasangan atas kesalahan sendiri atau ketika terjadi kesalahan.
- Seseorang yang dituduh selingkuh mungkin menyangkalnya dan mengatakan pasangannya salah mengartikan, mengada-ada, dan mengungkap alasan semacam itu.
- Mengontrol pasangan dengan uang. Tidak cukup memberi belanjaan dan kebutuhan lain, menahan tunjangan anak, membelanjakan uang dengan sembrono untuk diri sendiri sambil menempatkan pasangan pada anggaran yang ketat, dan sebagainya.
- Memperlakukan pasangan seperti pembantu atau objek seks tanpa hak, mengecualikan mereka dari pengambilan keputusan, bertindak seolah-olah mereka adalah properti, dan lain-lain.
Weiss mencontohkan kalimat dari kliennya yang berselingkuh, "Saya menuduh istri saya paranoid tentang saya selingkuh, bahkan di hadapan bukti langsung bahwa saya memang melakukannya. Saya menyulutnya dengan cara ini karena saya ingin terus selingkuh tanpa konsekuensi."
Advertisement