Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 mengubah cara wisatawan dalam memilih dan melakukan perjalanan. Begitu pula dengan wisata backpacker. Backpacker sendiri erat kaitannya dengan seseorang yang melakukan kegiatan perjalanan dengan mengenakan tas ransel dan membawa pelengkapan seadanya.
Backpacker juga sering diartikan sebagai seorang pelancong yang memiliki bujet terbatas ketika melakukan wisata. Di masa pandemi, minat wisatawan untuk backpacker menurun drastis karena banyaknya pembatasan dan persyaratan untuk bepergian. Situasi itu memunculkan kerinduan mendalam untuk bebas pergi ke mana saja dan kembali traveling atau berwisata.
Kini setelah pandemi berlalu, apakah minat orang untuk backpacker akan semakin tumbuh? Menurut pengamat wisata Nyoman Sukma Arida, perkembangan backpacker di masa pandemi ini semakin baik karena banyak orang lebih memilih perjalanan individual saat berwisata.
Advertisement
"Meski begiu tak bisa juga dibilang makin tinggi karena semua ada kelas/klasifikasinya. Ada opsi perjalanan kelas rendah, sedang, dan tinggi. tergantung pilihan transportasi, akomodasi dan lain-lain," kata Nyoman Sukma pada Liputan6.com, Jumat, 25 Agustus 2023..
Mengenai pernyataan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang mencanangkan mengutamakan wisatawan berkualitas dibandingkan kuantitas, Nyoman mengatakan yang perlu dibenahi lebih dulu adalah pemahaman kita soal wisatawan berkualitas.
"Kemenparekraf mungkin terkesan memahami wisatawan berkualitas hanya dari sisi pengeluaran uang. makin banyak menghabiskan uang di destinasi lalu dipandang makin berkualitas. lantas karena bacpaker sedikit belanjanya digolongkan wisatawan kurang berkualitas. Padahal seharusnya tidak seperti itu,” terang Nyoman Bagus.
"Wisatawan berkualitas itu punya motif berkunjung di atas rata-rata wisatawan biasa. Motif mereka lebih tinggi dalam aspek ingin belajar budaya lokal lebih mendalam, jadi tak sekadar lewat, foto-foto lalu pergi. Wisatawan butuh interaksi lebih jauh dengan warga lokal," tambahnya.
Wisatawan Berkualitas dan Backpacker
Menurut Nyoman Bagus, para backpacker umumnya tidak mengunjungi destinasi wisata mainstream yang ramai didatangi wisatawan lain. Mereka cenderung melakukan pergerakan sendiri tanpa ikut rombongan tur. karena itulah mereka disebut backpacker. Mereka lebih senang menginap di homestay bukan hotel berbintang. agar bisa ebih intim dan dekat dengan masyarakat lokal sehingga bisa berbaur dan mempelajari kebudayaan mereka.
Wisata individual/backpacker diyakini Nyoman Bagus bakal semakin marak karena sudah menjadi fenomena global yang tak bisa dibendung. Hal ini seiring dengan kemajuan digital dimana calon pengunjung bisa memesan akomodasi dan moda transportasinya jauh lebih awal.
Sementara itu menurut seorang pendiri dan anggota komunitas backpacker, setelah beberapa taun terkendala soal aturan di masa pandemi, kini para traveler maupun backpacker mulai kembali menggeluti hobi mereka yang sudah lama tertahan
"Mereka mulai kembali lagi explore tempat wisata, mulai naik gunung namun banyak di antara mereka yang dulu sebelum pandemi masih single. Tapi setelah pandemi berakhir, teman-teman di komunitas sudah banyak yang bekerluarga, jadi yang traveling untuk saat ini tidak atau belum sebanyak saat sebelum pandemi," kata Edi M Yamin selaku Founder Backpacker Jakarta, pada Liputan6.com, Jumat, 25 Agustus 2023.
Advertisement
Biaya Traveling Backpacker
Soal biaya traveling yang kini semakin tinggi terutama usai pandemi ini, menurut Edi mayoritas tempat wisata banyak yang sudah mengubah tarifnya baik itu tiket masuk, retiribusi dan berbagai aturan baru yang semakin terus meningkat biayanya. Ditambah lagi beberapa kali kelangkaan bahan bakan BBM serta penambahan aturan baru membuat banyak tempat wisata harus mengalami kenaikan harga, meski begitu masih ada beberapa yang harganya masih sama alias tidak berubah
Mengenai Kemenparekraf yang mengatakan lebih mengutamakan wisatawan berkualitas daripada kuantitas, menurut Edi dirinya masih belum bisa membedakan mana wisatawan yang berkualitas dan yang tidak
"Iya, karena semua wisatawan sama aja, baik tujuanya maupun kontribusinya bagi pariwisata tersebut. Jika yang dinilai dari segi penyerapan dana, para backpacker juga ikut menyumbangkan dan lebih tepat sasaran kepada kalangan menengah kebawah,” jelasnya.
Edi menambahkan, intinya semua sektor ada segmentasinya, bagi kalangan elit pasti mengingkinkan wisata yang dilengkapi fasilitas elit, begitu juga dengan para backpacker yang disesuaikan dengan biaya yang dimilikinya.
"Pernyataan Kemenkraft kalau menurut saya sama sekali tidak mempengaruhi para backpacker untuk eksplor wisata Indonesia, karna tujuan utama para backpacker umumnya lebih ke memperkenalkan wisata dan keindahan alamnya," ucap Edi
Travel Fair dan Backpacker
Di sisi lain, Edi mengakui perkembangan backpacker kemungkinan agak terhambat karena berbagai halangan seperti masalah transportasi dan akomodasi. "Karena Indonesia masih susah dari segi transportasi dan mahalnya biaya akomodasi di banyak tempat wisata. Hal ini tentu membuat mereka berpikir untuk lebih mengeksplorr negara lain yang biayanya lebih terjangkau Bayangkan saja, untuk trip ke timur Indonesia saja, biayanya setara dengan mengeksplor 2 sampai 3 negara ASEAN lainnya,” tuturnya.
Mengenai maraknya travel fair yang kembali banyak digelar, menurut Edi sangat ditunggu para backpacker terutama yang ingin bepergian dengan pesawat terbang. Itu karena tiket pesawat masih menjadi pertimbangan utama untuk berwisata, terutama buat menjangkau tempat-tempat atau negara yang jaraknya sangat jauh.
Edi dan para anggota komunitas Backpacker Jakarta mengakui menunggu momen seperti travel fair untuk bisa mendapatkan tiket dengan harga miring. "Sejatinya para backpacker termasuk backpacker Jakarta lebih menunggu momen travel fair dan promo tiket murah lainnya untuk bisa explore wisata di Indonesia," ujar Edi.
Advertisement
'Berwisata di Indonesia Aja'
Pendapat senada juga datang dari Ahmad Yani seorang karyawan swasta yang sudah 30 tahun lebih menjadi backpacker. Pria yang biasa disapa Yani ini mengakui suka mengunjungi travel fair untuk bisa mendapatkan tiket pesawat murah.
"Kalau dari pengalaman saya, biasanya memang serimg mendapat tiket dengan harga miring di acara-acara travel fair terutama buat destinasi di dalam negeri. Sewaktu masih pandemi kan sempat nggak ada travel fair, nah sekarang sudah mulai lagi walaupun belum seramai dulu saat belum pandemi," kata Yani pada Liputan6.com, Jumat, 25 Agustus 2023.
Namun ia juga berharap tiket pesawat domestik bisa turun lagi karena harga tiket sekarang ini masih dianggap tinggi. Yani pun mengaitkan masalah tiket dengan imbauan dari Kemenparekraf untuk berwisata di Indonesia saja.
"Kalau menurut saya soal lebih mengutamakan wisatawan berkualitas itu lebih ditujukan untuk turis asung atau wisatawan mancanegara. Nah, kalau untuk wisatawan Indonesia lebih pas dengam imbauan Berwisata di Indonesia Aja, makanya kita berharap tiket pesawat domestik bisa lebih murah lagi," harapnya.