Liputan6.com, Jakarta - Massa yang marah di Pakistan menuduh seorang perempuan yang mengenakan gaun bermotif kaligrafi Arab melakukan penistaan, karena mengira itu adalah ayat Al-Qur'an. Ia "diselamatkan" polisi yang mengawalnya ke tempat aman sebelum merilis permintaan maaf.
Melansir BBC, Kamis (29/2/2024), gaun itu bertuliskan "Halwa" yang dicetak dengan huruf Arab yang berarti "cantik." Polisi mengatakan, mereka pertama kali menerima telepon pada Minggu, 25 Februari 2024, sekitar pukul 13.00, waktu setempat, yang menyebut bahwa kerumunan orang berkumpul di sekitar seorang wanita di sebuah restoran di Lahore, ibu kota Provinsi Punjab, Pakistan.
Sekitar 300 orang berkerumun di luar restoran saat pihak berwajib tiba, kata Asisten Inspektur Syeda Shehrbano. Video adegan tersebut beredar di media sosial, salah satunya memperlihatkan seorang perempuan yang tampak ketakutan duduk di sudut jauh restoran, menutupi wajah dengan tangannya.
Advertisement
Di tempat lain, ia dikelilingi petugas, yang jadi satu-satunya penghalang antara ia dan kerumunan orang yang berteriak agar ia melepas bajunya. Di beberapa video, terdengar orang-orang meneriakkan agar mereka yang melakukan penistaan ​​agama harus dipenggal.
Rekaman yang dibagikan di media sosial menunjukkan Shehrbano berdiri di pintu masuk restoran, berusaha memulihkan ketertiban di tengah kerumunan orang yang semakin banyak. "Tidak ada seorang pun yang tahu apa yang tertulis di kaus itu," katanya. "Tantangan terbesarnya adalah mencoba mengeluarkan perempuan itu dari daerah tersebut untuk memastikan bahwa ia aman."
Â
Menerobos Kerumunan
Shehrbano menambahkan bahwa ia harus "bernegosiasi" dengan orang banyak. "Kami mengatakan pada mereka bahwa kami akan membawa wanita itu bersama kami, tindakannya akan diperhitungkan dan kami akan meminta pertanggungjawabannya atas kejahatan apapun sesuai hukum negara."Video kemudian menunjukkan Shehrbano merangkul wanita yang kini mengenakan jubah hitam dan jilbab, lalu menerobos kerumunan.
Petugas polisi lain membentuk barikade dengan tangan mereka untuk mengosongkan jalur ketika orang-orang di kerumunan mendorong mereka. Shehrbano mengatakan, para pendukung partai garis keras Tehreek-e-Labaik Pakistan (TLP) termasuk di antara mereka yang ikut dalam kerumunan tersebut.
Wanita tersebut dibawa ke kantor polisi, dan beberapa ulama membenarkan bahwa tulisan di gaunnya adalah kaligrafi Arab, tapi bukan ayat Al-Quran. Polisi kemudian meminta para ulama mengatakan dalam video bahwa wanita tersebut tidak bersalah.
"Saya tidak punya niat seperti itu, itu terjadi karena kesalahanpahaman. Tetap saja saya minta maaf atas semua yang terjadi, dan saya pastikan hal itu tidak akan terjadi lagi," kata perempuan itu.
Advertisement
Pengakuan Perempuan Dituduh Melecehkan Al-Qur'an
Perempuan itu menambahkan bahwa ia adalah seorang Muslim yang taat dan tidak akan pernah melakukan penistaan agama. Pihak berwenang mengatakan ia berada di Lahore untuk berbelanja, dan sejak itu meninggalkan kota tersebut.
Tahir Mahmood Ashrafi, mantan penasihat perdana menteri urusan agama mengatakan di X, dulunya Twitter, bahwa laki-laki di antara kerumunan, bukan perempuan, yang seharusnya meminta maaf. Shehrbano mengatakan, pihak berwenang telah melihat "insiden serupa menjamur."
"Seandainya saya tidak berteriak dan tidak meyakinkan orang banyak bahwa kami akan melakukan sesuatu, hal itu akan jadi lebih buru. Syukurlah," katanya.
Ia mendapat pujian luas, dan Kepala polisi Punjab menyerukan agar ia menerima penghargaan atas keberaniannya. Undang-undang yang melarang penistaan ​​agama pertama kali dikodifikasikan penguasa India di Inggris dan diperluas pada 1980an di bawah pemerintahan militer.
Pada Agustus tahun lalu, sejumlah gereja dan rumah dibakar di Jaranwala, sebuah kota di sebelah timur Pakistan, setelah dua pria dari kota tersebut dituduh menistakan Al-Qur'an.
Kontroversi Sebelumnya
Tahun lalu, presentasi koleksi ready-to-wear lini mode Mowalola rancangan desainer Mowalola Ogunlesi di London Fashion Week berbuah kontroversi. Pertunjukan yang berlangsung pada Sabtu, 16 September 2023, waktu London, itu dianggap melecehkan agama Islam karena satu desain rok mini.
Melansir Fashionista, 18 September 2023, perancang busana asal Nigeria berusia 28 tahun itu memperlihatkan beberapa rok mini dengan desain bendera internasional tercetak di atasnya, termasuk bendera Jepang, Inggris, dan Arab Saudi. Dalam kasus bendera Arab Saudi, desainnya memuat kalimat Syahadat.
Karena kalimat Syahadat di bendera dianggap suci oleh umat Muslim, pencetakan bendera pada pakaian dianggap sebagai tindakan yang melecehkan. Segera setelah presentasi mode Mowalola, publik mengunjungi akun Instagram sang desainer, mengomentari emoji bendera secara massal dan meminta Ogunlesi menghormati teks tersebut dan meminta maaf atas desainnya.
Ketika desakan meminta maaf terus berlanjut secara online, Ogunlesi turun ke akun X-nya, dulunya Twitter, untuk mengungkap, "Salah satu inspirasi utama saya untuk SS24 adalah penggunaan bendera nasional dari berbagai negara. Setelah pertunjukan, saya menemukan bahwa salah satu bendera, Arab Saudi, menampilkan kata-kata suci, dan penggunaannya telah menimbulkan protes besar."
"Sekarang, setelah saya memahami topik ini, saya dengan tulus meminta maaf. Saya akan memastikan desain ini dihapus dari koleksi. Saya sangat menyesali segala kerugian atau pelanggaran yang mungkin ditimbulkan oleh kelalaian saya. Terima kasih telah meminta pertanggungjawaban saya, dan saya menghargai pengertian Anda, sementara saya belajar dari pengalaman ini," tandas desainer itu.
Â
Advertisement