Liputan6.com, Jakarta - PT Pintu Kemana Saja (PINTU), aplikasi crypto all-in-one kembali menggelar ajang perhelatan festival crypto terbesar di Indonesia Coinfest Asia 2024. Di tengah meriahnya kegiatan Coinfest Asia, PINTU kembali meramaikan Coinfest Week dengan menghadirkan BUIDLRS Web3 Sunset Gathering bertemakan “Unleashing Southeast Asia Web3 Potential”.
Acara yang diselenggarakan di Valle Bali, Canggu, merupakan hasil kolaborasi PINTU bersama dengan AWS Startups dan Saison Capital. Dalam BUIDLRS kali ini, tiga pakar membagikan pandangannya tentang perkembangan Web3. Menurut Qin En Looi, Partner dari Saison Capital, “Industri Web3 di Asia punya potensi yang lebih besar khususnya yang bergerak di institusi finansial karena didukung lingkungan yang lebih baik.
Selain itu, banyak lembaga-lembaga hingga pemerintahan di Asia sudah bereksperimen dengan teknologi blockchain untuk menghadirkan berbagai solusi. Saya sudah berbicara dengan banyak sekali developer Web3 dan saya menilai bagaimana developer Web3 ini dapat menjangkau masyarakat luas.
Advertisement
Saya pikir caranya sangat sederhana seperti mendorong interaksi pengguna untuk bisa memiliki dompet crypto dengan banyak opsi seperti login melalui sosial media atau email. Selain itu bagaimana juga User Interface (UI) & User Experience (UX) yang membuatnya lebih mudah diakses. Menurut saya developer Web3 berhenti malas dan harus terus berinovasi,”
Brian Limiardi, Co-founder & CEO Copra Labs mengungkapkan, “Jika melihat negara Asia Tenggara lain seperti Thailand atau Vietnam, meski mereka punya komunitas developer dan ukuran pasar yang lebih kecil, para founders mampu mengatasi tantangan dengan lebih baik dan terus berkembang. Pasar Web3 di Indonesia mungkin punya persaingan yang lebih ketat karena Indonesia punya ruang Web2 yang sangat besar dan lebih dinamis.
Lebih Mudah Diakses dan Mengalir
Sementara Tytan.eth (Ty Blackcard), Co-Founder Magnify Cash menilai pasar Web3 di Asia punya daya tarik tersendiri, “Jika kita melihat pasar seperti Amerika Serikat dan Kanada, orang-orang di sana sudah sangat tahu tentang crypto.
Tantangannya bukan lagi soal kesadaran, tetapi lebih kepada hambatan edukasi yang membutuhkan waktu. Sementara itu, di Asia, khususnya di Indonesia, kita berada di tahap paparan pertama kali terhadap crypto.
Meskipun secara volume transaksi belum besar, namun volumenya sendiri sangat menarik untuk diperhatikan. Selain itu, kolaborasi juga terasa lebih mudah diakses dan energinya lebih bebas mengalir dibandingkan dengan pasar Barat. Jadi, banyak energi, uang, dan perhatian yang bergerak ke arah ini,”
Melansir laporan dari Emergen Research, pasar Web3 Asia Tenggara diproyeksikan bernilai $6,4 miliar pada 2030, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 50,2%. Berdasarkan data dari Chainalysis, dari segi adopsi crypto, Indonesia menempati posisi ke-7 di indeks crypto dunia.
“Kami optimis, pasar Web3 semakin tumbuh pesat di Indonesia dengan tersedianya infrastruktur yang dapat menjembatani investor crypto dalam negeri untuk berinvestasi, trading, dan juga berselancar ke dunia Web3 yang semuanya dapat dilakukan melalui satu aplikasi PINTU. Kami juga yakin developer di Indonesia tidak hanya bertumbuh dari segi jumlah, namun mampu menghadirkan inovasi berskala global,” tutup Jonathan Hartono selaku Head of Community PINTU.
Advertisement