Bagaimana Seni Pertunjukan Tradisional Bisa Berkembang di Era Gen Z?

Salah satu tempat pelestari budaya wayang yang berlokasi di Bekasi, minat Gen Z sampai saat ini sangat antusias terhadap seni tradisional. Hal itu terlihat dari masjh tingginya minat anak muda untuk bergabung dan berlatih.

oleh Henry diperbarui 01 Sep 2024, 08:30 WIB
Diterbitkan 01 Sep 2024, 08:30 WIB
Ludruk
Pagelaran Amal Ludruk 2020 [Foto: Istimewa]

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memang memiliki kekayaan budaya yang melimpah, salah satunya adalah seni pertunjukan tradisional yang sedang berjuang di tengah arus perubahan zaman. Bagaimana perkembangan seni pertunjukan tradisional di era digital seperti sekarang ini, apakah masih diminati anak muda terutama Generasi Z atau  Gen Z?

Menurut Sanggar Wayang Ajen, salah satu tempat pelestari budaya wayang yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat, minat Gen Z sampai saat ini sangat antusias terhadap seni tradisional. Hal itu terlihat dari masih tingginya minat anak muda untuk bergabung dan berlatih baik itu seni tari maupun seni pedalangan (Watang Golek) terbukti banyak anak-anak milenial yang terdaftar menjadi siswa didik sanggar seni Wayang Ajen.

"Mereka sangat antusias terus mengikuti program pelatihan secara rutin, seperti diklat seni tari setiap hari Selasa, Kamis dan Jumat. Untuk diklat pedalangan setiap hari Sabtu dan Minggu. Untuk ukuran kota besar seperti Kota Bekasi yang mayoritas lingkungan sangat multikultur dan modern ini, sangat bersyukur sekali masih ada anak Gen Z yang berminat pada seni tradisi," terang manajemen Sanggar Wayang Ajen pada Liputan6.com, Kamis, 29 Agustus 2024.

Mereka menambahkan, hal itu karena upaya mereka melakukan penelitian tentaang seni pertunjukan tradisional secara khusus melalui kuesioner dan wawancara ke beberapa keluarga di lingkungan dan sekitarnya.

"Kami bukannya bertanya mengapa anak muda suka pada seni tradis, tapi dibalik, kami bertanya mengapa anak-anak muda sekarang atau di kota-kota besar kurang berminat pada seni tradisi?" tanya mereka.

Sanggar Wayang Ajen menemukan beberapa jawaban seperti kenapa anak muda tidak tertarik pada seni wayang. Jawabannya, karena wayang dianggap membosankan, bahasanya sulit dimengerti, ceritanya ribet dan berat, waktunya lama dan terasa monoton, tokoh-tokohnya asing di dunia mereka. Selain itu, saat mau berlatih pegang wayangnya berat dan geraknya susah. Belum lagi sarana dan prasarana untuk pelatihan pun menjadi kunci daya tarik atau tidak pada minat anak Gen Z.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Berusaha Fleksibel dan Tidak Kaku

Sanggar Wayang Ajen Bekasi
Sanggar Wayang Ajen Bekasi.  foto: (dok.Instagram @wayangajen/https://www.instagram.com/p/C7Bh8XOLAO0/Henry)

Untuk itu, mereka melakukan pembenahan untuk menjawab apa yang menjadi permasalahan mereka. Mereka mencari dan merealisasikan solusinya dengan penerapan sarana prasarana, metode yang mudah dan bisa menarik minat Gen Z.

Contohnya, teknik berlatih dipermudah dan dibuat secara menarik dengan konsep bermain dengan wayang, sehingga anak-anak menjadi mau dan betah di sanggar. Bahasa dan sastra juga dibuat tidak terlalu berat namun esensi dasarnya tetap diperhatikan. Mereka berusaha fleksibel dan tidak kaku dalam memahami apa dan bagaimana itu seni tradisi.

Keberhasilan merekrut anak-anak muda Gen Z tentu tidak lepas dari upaya promosi di media sosial. Dengan platfom digital atau media sosial melalui Instagram, TikTok, WhatsApp (WA) atau Youtube dengan menciptakan desain konten dan templet serta konsistensi secara berkelanjutan ini berdampak dapat menarik minat Gen Z pada seni tradisi. Tentunya mereka harus terus melakukan update konten bahan promosi kreatif agar dapat menarik dan menyentuh minat generasi muda terhadap seni tradisi.

Ki Dalang Wawan Ajen selaku pendiri sekaligus pemilik Sanggar Wayang Ajen mengaku sangat optimistis seni pertunjukan tradisional bisa semakin berkembang dan tetap disukai anak muda termasuk Gen Z.

"Apa yang sudah kami lakukan dan upayakan terbukti ada peminat bahkan bertambah peminatnya pada seni tradisi, sebagai contoh mulai tahun 2022 saat pertama dibuka kelas diklat pedalangan hanya satu orang siswa yang daftar," terang Ki Dalang Wawan Aje,

 


Gen Z Mulai Banyak Melirik Seni Tradisional

Pertunjukan Janji Soekma: Langgam Gambang Kehidupan
Dalam hal ini khususnya kebudayaan Betawi dengan bentuk seni pertunjukan dan pertunjukan teater. “Kami harap pementasan dari gambang kromong ini dapat menjadi sajian yang menghibur dan menambah wawasan para penikmat seni,” pungkas Renita. [Foto: Bambang E Ros/Fimela.com]

Namun dalam kurun waktu dua tahun berjalan di 2024 yang daftar dan tercatat siswa pedalangan sekitar 20 orang. Untuk ukuran peminat yang berbayar di kota besar seperti Kota Bekasi ini termasuk luar biasa. Ditambah lagi, diklat tari peminat Gen Z semakin banyak saat ini tercatatan sekitar 40 siswa dari dalam dan luar Kota Bekasi.

"Harapannya tinggal sinergitas dan realisasi dukungan program dari pemerintah daerah khususnya dinas pendidikan dan kebudayaan Kota Bekasi dan Provinsi Jawa Barat dalam merealisasikan UU pemajuan kebudayaan, terkhusus seni tradisi bisa terwujud secara nyata dan merata," tuturnya.

Sementara itu, grup teater tradisional Ludruk Budhi Wijaya di Jombang, Jawa Timur,  mengungkapkan untuk saat ini minat anak muda terutama Gen Z memang belum terlalu banyak tapi sedikit demi sedikit mau mengikuti atau setidaknya melihat Ludruk Budhi Wijaya ketika pentas.

Mereka bahkan punya fans Berat bernama Sabuw (Saudara Budhi Wijaya ) di momen menjelang peringatan kemerdekaan Indonesia pada Agustus kemarin. Banyak panitia anak muda atau karang taruna yg mendatangkan grup mereka untuk menghibur di acara 17 Agustus di desanya.


Regenerasi Pemain Ludruk

Grup Ludruk Budhi Wijaya.
Grup Ludruk Budhi Wijaya.  foto: (dok.Instagram @ludrukbudhiwijaya_jombang/https://www.instagram.com/p/4ZcuXkrfRB/Henry)

Salah satu cara untuk menarik minat Gen Z agar mau melihat ludruk, menurut manajemen grup Ludruk Budhi Wijaya pada Liputan6.com, Kamis, 29 Agustus 2024, adalah berani mengubah penampilan. Contohnya, panggung yang dulunya kayak ring tinju, sekarang sudah diubah menjadi panggung Rigging yang lebih kekinian dan sound system' yang dulunya menggunakan TOA sekarang sudah memakai sound yang lebih canggih.

"Dari segi pemain juga gitu selalu upgrade, kita mengajak anak mahasiswa STKW Surabaya jurusan tari dan teater untuk ikut bermain di Ludruk Budhi Wijaya. Dari segi suguhan musik/gamelan kita sudah kasih musik jadi kolaborasi gamelan dengan musik modern, sehingga bisa mengikuti lagu yang lagi viral,” terangnya.

Mereka pun optimistis seni pertunjukan tradisi untuk masa mendatang akan diterima Generasi Z selama kesenian tradisi mau/ berani mengubah konsep pertunjukannya/ dan mau mengikuti perkembangan selera hiburan masyarakat saat ini tapi tetap mempertahankan prinsip dasar mereka.

Di Budhi Wijaya sampai saat ini diklaim masih tahap pengaderan regenerasi pemain ludruk buat merangkul anak mahasiswa jurusan teater dan mewadai anak desa yang berjiwa seni yang mau bergabung di grup Ludruk Budhi Wijaya.

 

Infografis Kelompok Seni Teater Populer di Indonesia. (Dok: Tim Grafis/Abdillah)
Infografis Kelompok Seni Teater Populer di Indonesia. (Dok: Tim Grafis/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya