Salam 3 Jari!

Tak ada lagi nomor 1 atau nomor 2. Kini yang ada nomor 3, persatuan Indonesia. Semoga tak ada darah tertumpah karena pertarungan para elit.

oleh Raden Trimutia Hatta diperbarui 28 Jul 2014, 20:44 WIB
Diterbitkan 28 Jul 2014, 20:44 WIB
Ilustrasi salam tiga jari Joko Widodo dan Jusuf Kalla
Ilustrasi salam tiga jari Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Oleh: Sunariyah, Luqman Rimadi, Ahmad Romadoni, Silvanus Alvin

Senin 21 Juli 2014, sejam jelang tengah malam,  Joko Widodo dan Aria Bima bergegas  memasuki Dermaga 9 Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara. Tengok sana, tengok sini, Jokowi menunjuk sebuah kapal pinisi -- kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan.

“Itu saja, saya ingin acaranya di atas kapal itu,” kata Aria meniru ucapan Jokowi. Kapal itu bernama Buana Hati Setia, armada pengangkut barang asal Makassar, Sulawesi Selatan. Kapal itu baru saja tiba dari Sumatera Selatan dan hendak bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Keesokan paginya, Aria Bima kembali ke dermaga, mencari kapal yang ditunjuk Jokowi semalam. Kali itu ia datang ditemani anggota timnya.

Kepada kapten kapal, Gasaling Mandali, anggota tim pemenangan Jokowi-JK itu mengutarakan niatnya: menyewa kapal yang baru saja bongkar muat semen itu sebagai tempat pidato kemenangan Jokowi.

Kaget, antara percaya dan tidak, Gasaling pun berseloroh, “Ah yang benar? Bapak serius, kapal saya akan dipakai Pak Jokowi?” ujar pria 54 tahun yang sudah menjadi nakhoda kapal sejak 1977.

Gasaling mengaku tak percaya. Sebab tak pernah ada informasi sedikit pun tentang Jokowi akan mampir ke pelabuhan. Apalagi memakai kapal yang sudah puluhan tahun digunakannya mengais rezeki.  

“Sangat kaget, seperti mimpi. Kami orang kecil pada umumnya nggak pernah bermimpi sebelumnya. Tiba-tiba orang hebat seperti beliau (Jokowi) mau berada di kapal kami, apalagi berpidato kemenangan dirinya sebagai Presiden,” ujar Gasaling kepada Liputan6.com.

Kebanggaan tak hanya dirasakan Gasaling. Pemilik kapal, Munawir Mapangile, tak kalah terkejut dan senang. Ia mengaku bangga kapal yang dibuat orangtuanya itu menjadi saksi sejarah perubahan Indonesia. “Ini kebanggaan, buat saya dan keluarga, khususnya untuk keluarga besar saya, ayah saya, kakek saya Abdulrahim Daeng Malandre,” ucap dia.

Menurut Munawir, Buana Hati Setia tak sekedar nama kapal. Ada artinya, bahwa semua pekerjaan harus diawali dengan kata hati dan dilandasi dengan rasa cinta dan kesetiaan terhadap keluarga.  Saking senangnya, ia tak mengutip uang sewa. Buat Jokowi dan JK, gratis!

Pada Selasa 22 Juli 2014, tepat pukul 22.45 WIB, Jokowi-JK akhirnya membacakan pidato kemenangannya di atas Buana Hati Setia. Ribuan orang menyaksikan pidato kemenangan itu. Tak terkecuali para kuli panggul pelabuhan. Mereka menjadi saksi sejarah.

Pidato kemenangan disampaikan setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Jokowi-JK sebagai pemenang Pemilu Presiden 9 Juli 2014. (Baca juga: [INFOGRAFIS] Selamat Datang Presiden Baru)

“Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, kemenangan ini adalah kemenangan seluruh rakyat Indonesia. Saya berharap, kemenangan rakyat ini akan melapangkan jalan untuk mencapai dan mewujudkan Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian secara kebudayaan,” kata Jokowi yang didampingi Jusuf Kalla di atas kapal.

Jokowi dan JK juga mengajak seluruh rakyat yang sebelumnya terkotak-kotak secara politik untuk bersatu. Melupakan si nomor 1 dan si nomor 2. “Lupakanlah nomor 1 dan lupakanlah nomor 2, marilah kembali ke Indonesia Raya,” ucap Jokowi. Ia melanjutkan, "Salam 3 Jari, Persatuan Indonesia!"

Anggota tim pemenangan Jokowi-JK, Jay Wijayanto mengatakan, pemilihan kapal sebagai lokasi deklarasi pemenangan punya makna simbolis. “Kapal adalah simbol kuat maritim. Pak Harto kan konsepnya agraris, kalau Pak Jokowi mau menegaskan program-program kemaritiman,” jelas Jay.

Menang

Berdasarkan hasil penghitungan resmi (real count) KPU, Jokowi-JK unggul dengan memperoleh 70.997.883 atau 53,15 persen suara. Keduanya berhasil mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang meraup 62.576.444 atau 46,85 persen suara.

Selisih suara antara Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta cukup besar besar, yakni 8.421.389 atau 6,3 persen. Sebelumnya, sejumlah lembaga survei menyebut, selisih suara antara dua pasangan itu 3 sampai 5 persen.

Namun, dari segi persentase, perolehan suara Jokowi-JK hampir mendekati hasil quick count (hitung cepat) beberapa lembaga survei. Hasil quick count Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Jokowi-JK meraih 53,3 persen, sedangkan Prabowo-Hatta 46,7 persen.

Quick count RRI memperlihatkan Jokowi-JK unggul dengan 52,49 persen suara, sementara Prabowo-Hatta 47,51% suara. Di Litbang Kompas, Jokowi-JK 52,33 persen, Prabowo-Hatta 47,66 persen. Di SMRC, Jokowi-JK 52,91 persen, Prabowo-Hatta 47,09, dan di Indikator Politik Indonesia Jokowi-JK 52,95 persen, Prabowo-Hatta 47,05 persen. [INFOGRAFIS] Selamat Datang Presiden Baru

Kemenangan Jokowi-JK sedikit di atas prediksi lembaga survei, membuat para pendukungnya bersukacita. Banyak pendukung langsung melaksanakan nazarnya dengan kemenangan tersebut. Artis multitalenta Dorce Gamalama langsung berjalan kaki dari rumahnya di Lubang Buaya ke Cawang, Jakarta Timur.

Dua tempat itu memang berada di satu wilayah, tapi jaraknya sekitar 10 kilometer. “Gue langsung jalan kaki dari Lubang Buaya sampai Cawang dan nggak berhenti. Kaki gue pada bengkak nih, yang sebelah kiri yang paling bengkak,” ujar Dorce sambil memegangi kakinya.

Puncak perayaan kemenangan Jokowi-JK berlangsung ketika Jokowi memotong tumpeng setinggi 7 meter di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat. Ribuan warga yang masih menjalani puasa Ramadan berdesak-berdesakan mengikuti prosesi pemotongan tumpeng syukuran kemenangan itu. Tua-muda, pria-perempuan, kaya-miskin, semua berebut ingin mendapatkan potongan tumpeng dari presiden terpilih 2014.

“Mau kasih siapa ya? Siapa?” tanya Jokowi dari atas tangga yang goyah terkena desakan warga. Seorang bapak yang beruntung mendapatkan potongan tumpeng itu langsung berucap, “Terima kasih Pak, terima kasih Bapak Presiden Jokowi,” kata laki-laki itu dengan suara bergetar.

Pesta kemenangan mantan walikota Solo itu tak hanya ditandai pemotongan tumpeng. Tapi juga dimeriahkan oleh lagu ‘Salam 3 Jari’ yang dinyanyikan gitaris grup band Slank Abdee Negara. “Ayo salam 3 jari, mari jaga persatuan RI,” seru Abdee sebelum melantunkan lagu, Rabu 23 Juli 2014.

Kemenangan Jokowi-JK tak berarti perjuangan mereka selesai. Menurut Abdee Slank, Jokowi menang berarti saatnya melaksanakan Revolusi Mental. “Kemarin kita harus menang, sekarang saatnya Revolusi Mental,” tegas Abdee.

Berbeda dengan pemenang Pemilu Presiden sebelumnya, Jokowi-JK memang harus bekerja ekstra keras untuk bisa menjadi unggulan. Bahkan saat detik-detik terakhir penghitungan suara KPU, pasangan yang diusung PDIP, Partai Nasdem, PKB, Partai Hanura, dan PKPI itu harus menghadapi manuver lawannnya, yang membuat hampir semua publik tercengang.

Beberapa jam sebelum KPU mengumumkan hasil pilpres 2014, kala pasangan Jokowi-JK dipastikan menang, Prabowo tiba-tiba menyatakan mundur dari arena pertarungan Pilpres.

“Kami menarik diri dari proses yang berlangsung,” ujar Prabowo dalam jumpa pers di Rumah Polonia, Jakarta, Selasa 22 Juli 2014. Pada kesempatan itu, Prabowo tak didampingi cawapresnya Hatta Rajasa.

Pernyataan itu membuat suasana di rumah JK tegang. Mulai dari polisi, wartawan, dan ajudan tak mengalihkan pandangan mereka dari layar televisi, ketika Prabowo mengumumkan pengunduran dirinya dari proses pemilu yang sedang menuju proses akhir.

Pantauan Liputan6.com, pengamanan di kediaman JK langsung diperketat. Petugas penjaga berseragam cokelat muda keabu-abuan langsung digantikan oleh pasukan berseragam hitam dari satuan Brimob. Pistol terlihat di pinggang bagian kanan mereka. Dua polisi berseragam lengkap dengan kevlar dan senapan laras panjang.

Tamu-tamu yang datang ke rumah di Dharmawangsa, Jakarta Selatan, itu pun tak hanya melewati metal detector, tapi juga digeledah seluruh tubuhnya, dari atas sampai bawah. Di dalam rumah, JK yang mengenakan batik ungu muda dan celana panjang cokelat muda, sedang bersiap berangkat ke rumah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Kebagusan, Jakarta Selatan.

Lantas di mana Jokowi? Kala itu ia sedang berada di Waduk Pluit. Bersama Anies Baswedan.

Menurut Anies, waduk seluas 80 hektar itu punya makna tersendiri bagi Jokowi. Dari situ lah, Gubernur DKI Jakarta itu melakukan perubahan di Jakarta.

Jokowi tahu kabar Prabowo mundur saat sedang duduk di tepi waduk. Mantan walikota Solo sempat terlihat beberapa kali berbincang lewat telepon.

Lalu, kagetkan Jokowi setelah mendengar kabar tersebut?

“Tidak, dia tenang-tenang saja, apa yang Pak Jokowi katakan di media juga sama seperti apa yang kita dengar. ‎Pak Jokowi juga katakan, Pak Prabowo itu orang bijak, tentu dia akan ambil langkah yang tepat bagi Indonesia,“ ucap Anies.

Toh manuver Prabowo tak membuat KPU menghentikan proses rekapitulasi suara, hingga akhirnya mengumumkan Jokowi-JK sebagai pemenang.

“Menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terpilih dalam pemilihan umum 2014 nomor urut 2 saudara Joko Widodo dan Jusuf Kalla dengan perolehan suara 70.997.833 suara atau 53,15 persen dari total suara sah nasional,” kata Ketua KPU Husni Kamil Manik saat membacakan keputusan pleno KPU di Gedung KPU, Selasa 22 Juli 2014.

Tanpa Bulan Madu

Kendati Prabowo-Hatta belum mengakui kekalahannya dan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konsitusi, Jokowi-JK terus melanjutkan aktivitasnya. Keesokan hari setelah pidato di atas kapal, Jokowi langsung menjalankan tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Menggunakan setelan jas hitam dipadu dasi merah, Jokowi tiba di Balaikota Jakarta pukul 08.00 WIB. Raut wajahnya sumringah. Saat dihujani pertanyaan oleh wartawan yang sudah menunggunya, Jokowi hanya tertawa-tawa kecil.

Pasca-pengumuman hasil Pilpres, Menteri BUMN Dahlan Iskan menyebut Jokowi sebagai presiden baru tanpa bulan madu. Dalam waktu kurang dari 3 bulan, Jokowi harus berjibaku menuntaskan kewajibannya sebagai gubernur sekaligus mempersiapkan kabinetnya. Sekaligus tetap memantau gugatan Prabowo di Mahkamah Konstitusi (MK).  

Tim pemenangan Jokowi-JK, Yuddy Chrisnandi, mengatakan, hampir setiap hari Jokowi-JK berkomunikasi melalui telepon untuk membahas pembentukan kabinet mereka. “Sehari bisa 2-3 kali bahkan mungkin lebih keduanya berkomunikasi lewat telepon,” kata Yuddy kepada Liputan6.com.

Hak prerogatif penyusunan kabinet memang ada di tangan presiden. Namun Jokowi harus hati-hati menetapkan siapa saja menteri yang akan membantunya menjalankan pemerintahan nanti. Sebab, kabinet itu akan menjadi gambaran pemerintahan seperti apa yang akan dijalankan oleh Jokowi.

Untuk menyiapkan kabinet dan juga program makro yang akan dilaksanakan setelah dilantik sebagai presiden 20 Oktober nanti, Jokowi mengaku telah menyiapkan kantor transisi. “Jangan dipikir kita belum bekerja. Kita langsung bekerja. Ada kantor transisi yang menyiapkan persiapan-persiapan ke tanggal 20 Oktober,” ujar dia.

Terkait komposisi kabinet pemerintahannya nanti, Jokowi mengungkapkan lebih memprioritaskan kaum profesional, tapi juga tetap memberikan porsi bagi politisi partai koalisi.

Yang jelas kata Jokowi, anggota kabinetnya nanti harus memiliki kriteria, “Leadership-nya kuat, harus mampu menjadi pemimpin di institusi yang ia pimpin, punya kompetensi yang baik secara manajerial dan mengerti manajemen adminstrasi pemerintahan, dan tentu yang utama mempunyai catatan baik, bersih (tidak korupsi) dan mau melayani.”

Direktur Eksekutif Populi Center Nico Harjanto ‎menyarankan Jokowi tak memilih ketua umum (ketum) partai politik sebagai anggota kabinet atau menterinya. Hal itu perlu agar para menteri yang telah diberikan mandat oleh presiden bisa fokus menjalankan tugasnya sebagai pejabat negara tanpa diganggu urusan partai politik.

Selanjutnya: Manuver Prabowo...

Manuver Prabowo

Tolak Pelaksanaan Pilpres 2014
"Kami menarik diri dari proses yang berlangsung," ujar Prabowo Subianto dalam jumpa pers di Rumah Polonia, Jakarta Timur, Selasa 22 Juli 2014.

Manuver Prabowo

Oleh: Raden Trimutia Hatta, Luqman Rimadi, Ahmad Romadoni, Silvanus Alvin

Selasa 22 Juli 2014 rapat besar digelar di Rumah Polonia, Jakarta Timur. Prabowo datang sekitar pukul 11.00 WIB, mengenakan baju putih lengan panjang dan kacamata coklat. Tanpa peci hitam yang selalu dikenakannya selama masa kampanye. Garuda merah juga absen dari dada kanannya.

Para pukul 14.15 WIB,  beberapa jam sebelum KPU mengumumkan hasil perhitungan suara (real count) Pilpres 2014, saat suara di 29 dari 33 provinsi sudah disahkan KPU, Prabowo malah menyatakan menolak dan menarik diri.

“Telah terjadi kecurangan yang masif, terstruktur, dan sistematik pada pelaksanaan Pemilu tahun 2014. Atas pertimbangan itu, maka kami sebagai pengemban suara dari rakyat akan menggunakan hak konstitusional kami, yaitu menolak pelaksanaan Pilpres 2014,” tegas Prabowo. “Dan kami menarik diri dari proses yang berlangsung.”

Sementara itu di KPU, saksi dari kubu Prabowo-Hatta yang tengah mengikuti rekapitulasi suara langsung melakukan walk out.

Menurut pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bakti, sikap Prabowo tak membuktikan ucapannya saat kampanye, yang ‘siap menang dan siap kalah’. Ia mencatat, 10 kali mantan Danjen Kopassus itu mengucapkannya. Sementara Jokowi hanya 1 kali berkata demikian.

“Harusnya Prabowo bisa terima kekalahannya kalau dilihat dari kuantitas ia bicara demikian,” ungkap Ikrar.

Yang tak lazim, Prabowo bicara lantang tanpa di dampingi sang cawapres Hatta Rajasa. Meski menyebut nama pasangannya itu dalam pidato, di akhir pembacaan sikap Prabowo menyatakan, pernyataan politiknya itu tertanda atas namanya sendiri.

Juga tak terlihat sosok Mahfud MD selalu Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Padahal, Mahfud ikut menghadiri pertemuan di Rumah Polonia sebelum pernyataan sikap dibacakan. “Saya tadi sudah mengatakan, saya mengembalikan mandat karena saya gagal,” kata dia.

Setelah Mahfud menyerahkan mandat, tim kemudian mengubah nama mereka, tidak lagi Tim Pemenangan Prabowo-Hatta. Menjadi Tim Perjuangan Merah Putih untuk Keadilan dan Kebenaran yang dipimpin Letjen TNI Purn Yunus Yosfiah -- yang menuding ada keterlibatan para hacker dalam Pilpres. (Baca juga: Jokowi Tertawa Dituding Gunakan Jasa Hacker Korea)

Lantas di mana Hatta Rajasa ?

Hari itu, Kamis 24 Juli 2014, sudah 3 hari Hatta Rajasa tak diketahui keberadaanya. Bangku kayu ditempatkan di depan pagar rumahnya yang megah di Fatmawati Golf Mansion, Jakarta Selatan. Tiga petugas keamanan rumah duduk di bangku itu, memastikan tak ada seorang pun yang boleh masuk.

Sementara rumahnya juga tampak sepi. Di depan rumah terparkir 3 mobil mewah, 2 Toyota Fortuner putih dan 1 Mitsubishi Pajero Sport. Di mana Hatta saat itu?

“Bapak ada di dalam, sehat. Tapi sampai sekarang tidak ada yang berani mengganggu,” kata penjaga rumah bertubuh besar. “Nggak ke mana-mana. Mungkin tadarusan, memenangkan diri, namanya bulan Ramadan.”

Baru pada Kamis sore, Hatta Rajasa akhirnya menampakkan diri. Kantor DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di kawasan Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, menjadi tempat pertama kemunculannya.

Hatta tiba di DPP PKS sekitar pukul 16.30 WIB, naik Toyota Land Cruiser hitam bernomor polisi B 4 CID. Turun dari mobil, ia sempat menyapa awak media yang menunggu kemunculannya. Saat ditanya tentang keberadaannya selama ini, mantan Menko Perekonomian itu mengaku tidak ke mana-mana. “Ada kok, kalian saja yang tidak pernah lihat,” singkatnya.

Menghilangnya Hatta sempat memunculkan anggapan hubungannya dengan Prabowo Subianto retak. Namun, kabar itu langsung dibantah keras oleh Hatta. “Ah, kamu ngada-ngada saja,” ujarnya sambil melempar senyum.

Dia menegaskan, hubungannya dengan Prabowo Subianto sampai saat ini masih baik. Komunikasi dengan Koalisi Merah Putih pun masih terjalin dengan baik. Karena itu, dia memastikan semua masih solid. “Masih solid sampai akhir,” singkatnya.

Gugat

Tak hanya menolak dan menarik diri dari proses Pilpres 2014, kubu Prabowo-Hatta pun resmi mendaftarkan gugatan sengketa Pilpres 2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK) melalui tim kuasa hukumnya pada Jumat 25 Juli malam. Usai mengantar timnya ke MK, Prabowo berorasi di depan Gedung MK di hadapan ratusan pendukungnya.

“Kita mau keadilan. Kita punya bukti dan 1 juta dokumen dan 52 ribu saksi. Kita yakin kebenaran akan menang. Oleh karena itu saya harap semua pulang ke rumah masing-masing,” ujar Prabowo. (Baca juga: Prabowo: Saya Sangat Sulit Menyerah...)

Alasan Prabowo meminta para pendukung dan relawannya untuk pulang, karena dia ingin menghormati jalannya bulan suci Ramadan. Terlebih beberapa hari ke depan akan merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Di tempat yang sama, Hatta Rajasa dalam pidatonya hampir senada dengan Prabowo. Selain meminta massa pendukung untuk kembali ke rumah masing-masing, dia meminta agar perjuangan Koalisi Merah Putih ke MK merupakan perjuangan yang dapat dilakukan dengan damai dan bermartabat.

“Kita ingin damai dan tenang, semua perjuangan harus dilalui dengan damai, bermartabat dan melalui jalur konstitusi dan undang-undang. Oleh sebab itu, mari kira serahkan kepada tim hukum dan kita tuntaskan bulan suci ini dan berdoa bangsa kita tetap rukun dan damai,” tandas Hatta.

Juru bicara tim pemenangan Prabowo-Hatta, Tantowi Yahya mengungkap, langkah yang diambil pihaknya bukan hanya menggugat hasil Pilpres 2014 ke MK. Kubunya juga akan membentuk Panitia Khusus (Pansus) kecurangan Pilpres di DPR. [INFOGRAFIS] Selamat Datang Presiden Baru

“Kami akan segera bentuk Pansus Pilpres. Di sidang paripurna pertama DPR (setelah reses) akan digulirkan untuk dibentuk Pansus,” kata Tantowi di Jakarta, Rabu 23 Juli.

Anggota Penasihat Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Akbar Tandjung mengatakan, pembentukan Pansus dilakukan untuk menindaklanjuti dugaan banyaknya kecurangan yang terjadi selama proses pemilihan presiden. “Koalisi Merah Putih mempunyai kursi mayoritas di parlemen. Dan di antara partai koalisi sepakat untuk terus berkonsolidasi,” kata Akbar.

Sementara, politisi PDIP Pramono Anung mengatakan, pembentukan Pansus tersebut justru akan mencoreng pemerintahan SBY saat ini. “Ya sebenarnya kalau itu dilakukan akan mencoreng pemerintahannya sendiri, di mana pemerintahan sekarang the rulling party adalah Partai Demokrat,” kata dia. “Nah kalau ada kecurangan Pilpres, maka ini akan merefleksikan dari pemerintahan itu sendiri.”

Koalisi Merah Putih Retak?

Di tengah derasnya penolakan proses Pilpres 2014 oleh Prabowo, isu retaknya Koalisi Merah Putih menyeruak. Sinyal perpecahan itu muncul dari PAN yang mengusung Hatta sebagai cawapres pasangan Prabowo.

Adalah politisi muda Partai Amanat Nasional (PAN) Hanafi Rais yang memberikan ucapan selamat kepada pasangan Jokowi-JK. Dengan tegas Hanafi menyatakan Jokowi-JK adalah pasangan yang akan memegang tampuk kepemimpinan Indonesia untuk 5 tahun mendatang.

“Sebagai generasi muda Partai Amanat Nasional, kami mengucapkan selamat kepada Bapak Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang akan memegang tampuk kepemimpinan nasional dalam waktu 5 tahun mendatang,” ucap Hanafi lewat keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Minggu 20 Juli 2014.

Sementara, kepada pasangan Prabowo-Hatta, putra mantan Ketua Umum PAN Amien Rais itu mengucapkan terima kasih dan hormat yang setinggi-tingginya. Capres-cawapres dengan nomor urut 1 itu dinilai telah aktif menjaga proses demokratisasi negara melalui pilpres tahun ini.

“Terakhir, sebagai generasi muda Partai Amanat Nasional, kami mengajak kepada semua calon pemimpin bangsa, baik yang di lembaga eksekutif maupun di lembaga legislatif, untuk selalu menjaga kebersamaan. Di tangan kitalah nasib bangsa ini di masa mendatang akan dipertaruhkan,” tulis anggota DPR terpilih dari PAN ini.

Juga beredar pesan singkat di kalangan anggota DPR dari PAN. Isinya, Ketua Majelis Pertimbangan Pusat PAN Amien Rais disebut mengakui keunggulan pasangan Jokowi-JK dari Prabowo-Hatta.

Teman2 yg ku sayangi. Dari Bukber di Rmh Menhut, Pak Amien Rais meneruskan laporan dari Timses PH, bahwa kita kalah diatas 4 %. Semoga. Allah memberikan kekuatan dan keichlasan kdp kita. Aamin YRA.Wass.” Demikian bunyi pesan singkat yang beredar melalui SMS, Whatsapp, dan BBM.

Pengamat politik dari LIPI Syamsuddin Haris menilai, koalisi yang sudah dipermanenkan Prabowo itu sudah tidak solid. Ia memprediksi, Partai Golkar dan Partai Demokrat yang tergabung dalam koalisi akan menyeberang mendukung pemerintahan Jokowi-JK.

“Saya pikir koalisi Merah Putih itu sudah pecah. Sudah kelihatan, elite Partai Demokrat akui kemenangan Jokowi-JK, dan belakangan nanti saya prediksi Golkar akan tinggalkan koalisi," ungkap Haris kepada Liputan6.com.

Bagaimanapun, sambungnya, JK adalah mantan Ketua Umum Partai Golkar yang memiliki kekuatan menarik gerbong ke pemerintahan Jokowi-JK. Selain Demokrat dan Golkar, ia juga memperkirakan PPP ikut meninggalkan Prabowo-Hatta.

“Ada kemungkin selain Demokrat dan Golkar, ada PPP. PPP bagaimanapun sejak awal tidak utuh dukung Prabowo-Hatta. Sekarang momentum penentang SDA untuk wujudukan keinginan gabung Jokowi-JK sehingga yang tinggal cuma ada 2, Gerindra dan PKS. Jangan dilupakan PDIP tidak suka PKS. PAN kemungkinan bisa pindah, PAN tidak nyaman koalisi itu sendiri,” papar Haris.

Tantangan Terberat Jokowi

Direktur Sigma, Said Salahuddin menilai, tantang terberat kubu Jokowi-JK bukanlah persidangan sengketa hasil Pilpres 2014 di MK. Melainkan, pertarungan politik di DPR.

“Nah, pertarungan politik ini adalah pertarungan yang paling berat menurut saya. Dengan komposisi kursi DPR yang lebih didominasi oleh partai-partai pendukung Prabowo, yaitu sebanyak 353 kursi, maka menjadi tidak mudah bagi parpol pendukung Jokowi yang hanya memiliki 207 kursi menggelar sidang paripurna MPR untuk melantik Jokowi. Sebab pelantikan Presiden harus dilakukan oleh MPR,” papar Said kepada Liputan6.com.

Kalau parpol koalisi Prabowo sampai menolak menggelar sidang paripurna sehingga MPR tidak bisa bersidang, maka PDIP, PKB, Nasdem, dan Hanura harus berjuang dengan cara lain. Yaitu dengan menggelar sidang paripurna DPR untuk melantik Jokowi. “Itu mekanisme pelantikan atau pengangkatan sumpah Presiden terpilih apabila MPR tidak dapat bersidang.”

Kalau DPR ternyata juga tidak dapat bersidang karena parpol koalisi Prabowo tetap menolak, sambung Said, maka peluang terakhir untuk melantik Jokowi sebagai Presiden adalah dengan menghadirkan pimpinan MPR. Itu mekanisme pelantikan dalam kondisi terburuk menurut Pasal 162 ayat 3 UU Pilpres.

“Jadi jika MPR tidak dapat menggelar sidang paripurna untuk melantik Presiden dan wakil Presiden terpilih, alternatifnya adalah dengan menggelar sidang paripurna DPR. Tetapi kalau DPR juga tidak bisa menggelar sidang paripurna, maka pelantikan dilakukan dihadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung,” jelas Said.

Kalau pimpinan MPR nantinya didominasi partai koalisi pendukung Prabowo yang lagi-lagi menolak untuk melantik Jokowi, maka disitulah Said menilai akan muncul malapetaka politik. “Sungguh saya tidak bisa membayangkan jika kondisi itu benar-benar terjadi.”

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya