Plt Sekjen PDIP: BBM Naik Tak Populis Tapi Harus Dilakukan

Menurut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yang dilakukan Jokowi adalah tanggung jawab pemimpin yang bertindak cepat menyehatkan perekonomian.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 19 Nov 2014, 14:29 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2014, 14:29 WIB
Demi Munir, Aktivis Ini Gelar Aksi di Rumah Transisi Jokowi-JK
Sejumlah aktivis memberikan balon bertuliskan '10 Tahun Mengenang Munir' kepada Deputi Tim Transisi Jokowi-JK, Hasto Kristiyanto, Jakarta, (8/9/14). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, meskipun terasa seperti pil pahit yang harus ditelan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan kebijakan tidak populis yang harus dilakukan.

Menurut Hasto, untuk meletakkan dasar-dasar perekonomian Indonesia yang lebih baik, harus menggerakkan sektor produktif kerakyatan melalui relokasi subsidi BBM.

"Sikap PDIP sebagai partai yang berada dalam pemerintahan, memahami pilihan sulit atas kebijakan tersebut. PDIP melihat adanya arah keberpihakan pengalihan subsidi BBM, dengan menempatkan rakyat kecil sebagai prioritas utama dengan instrumen Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sejahtera (KIS),” kata Hasto saat dihubungi Liputan6.com, di Jakarta, Rabu (19/11/2014).

Hasto menyatakan, fokus perhatian di sektor produktif kerakyatan ini harus secepatnya dijalankan pemerintah Jokowi-JK, sehingga rakyat segera bisa merasakan realisasi program pembangunan.

Pembangunan yang dimaksud, lanjut Hasto, yakni saluran irigasi pertanian, pengaspalan jalan desa, pembenahan rumah-rumah rakyat yang tidak layak huni, bantuan langsung ke petani, nelayan. Juga kekuatan produksi rakyat lainnya seperti permodalan untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Hal yang dilakukan oleh Jokowi, kata Hasto, merupakan tanggung jawab sebagai pemimpin yang bertindak cepat untuk menyehatkan perekonomian nasional seperti defisit ganda, beban subsidi yang sangat besar, termasuk utang pemerintah atas subsidi tahun-tahun sebelumnya.

"(Utang) hingga mencapai lebih dari Rp 46 triliun dan kegagalan reformasi percayakan, sehingga selama 10 tahun terakhir rasio perpajakan praktis tidak mengalami kenaikan yang berarti. PDIP meyakini bahwa pemerintahan Jokowi-JK akan lebih agresif di dalam memerangi mafia minyak, dan sekaligus memastikan peningkatan efisiensi hulu-hilir di sektor migas, termasuk di dalam melakukan audit sektor tersebut oleh BPKP,” beber dia.

Atas dasar hal itu serta mewujudkan sistem ekonomi nasional yang lebih berkeadilan, Hasto mengatakan, PDIP menyarankan pemerintah Jokowi-JK untuk menggunakan seluruh alat negara.

Seperti Direktorat Jenderal Pajak, aparat Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara RI, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan lain-lainnya, guna menindak berbagai bentuk kejahatan ekonomi yang selama ini hanya menguntungkan elite.

"Percayalah bahwa karakter kepemimpinan Jokowi yang merakyat akan secepatnya mengatasi berbagai persoalan sebagai dampak kenaikan BBM tersebut," tandas Hasto. (Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya