Pamor Jokowi Turun Usai Naikkan Harga BBM, Ini Alasannya

LSI mencatat setidaknya 4 penyebab turunnya kepercayaan publik kepada Jokowi setelah presiden ke-7 RI itu mengumumkan kenaikan harga BBM.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 21 Nov 2014, 16:29 WIB
Diterbitkan 21 Nov 2014, 16:29 WIB
SPBU
BBM naik, SPBU diserbu. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan yang tidak populer di masyarakat, yakni menaikkan harga BBM. Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang semula menjadi harapan besar di mata publik, kini tingkat kepercayaannya mulai luntur.

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mencatat setidaknya ada 4 penyebab turunnya kepercayaan publik kepada Jokowi. Khususnya setelah presiden ke-7 RI itu mengumumkan kenaikan harga BBM.

Kurangnya sosialsisasi sebelum menaikkan harga BBM diyakini menjadi alasan pertama menurunnya kepercayaan terhadap Jokowi. Terlebih, alasan-alasan pemerintah mengeluarkan kebijakan itu tidak tersampaikan dengan baik.

"Tidak ada pra-kondisi dan sosialisasi ketika menaikkan harga BBM. Timing yang diambil cenderung tidak tepat karena harga minyak dunia sedang turun, kenapa Jokowi naikkan harga BBM? Masyarakat tidak bisa menerima rasionalitas pemerintah," kata peneliti LSI Ade Mulyana di Jakarta, Jumat (21/11/2014).

Belum lagi, beban hidup semakin besar saat harga BBM Naik. Menurut Ade, urusan kenaikan harga BBM tidak berhenti di SPBU saja. Efek domino kenaikan bahan pokok membuat beban masyarakat semakin bertambah.

"BBM naik pasti masyarakat kesulitan. 74,38% Masyarakat mengaku kehidupannya makin sulit. Padahal harapan publik dengan naiknya Jokowi menjadi Presiden bisa memperbaiki kesejahteraan masyarakat," lanjut dia.

Program kompensasi yang ditawarkan Jokowi juga dirasa belum dapat sepenuhnya dipercayai masyarakat. "Masyarakat cenderung tidak yakin program ini sampai ke mereka karena tinggi korupsi dan birokrsi masih buruk," ungkap Ade.

Terakhir, hingga saat ini belum ada program pemerintah yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. 62,41% Masyarakat mengaku belum ada program yang dirasakan.

"Kemarin sibuk urus menteri, ke luar negeri. Kartu Sakti tidak dirasakan masyarakat. Saat BBM naik, lalu program tidak dirasakan akan menurunkan pamor di mata publik," tutup Ade. (Ado/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya