Tak Hormat Aturan Rutan, Anas dan Akil Kena Sanksi KPK

KPK memberi sanksi Anas dan Akil berupa larangan dibesuk dari 13 November hingga 12 Desember.

oleh Liputan6 diperbarui 28 Nov 2014, 09:02 WIB
Diterbitkan 28 Nov 2014, 09:02 WIB
Johan Budi SP
Johan Budi SP. (Liputan6.com/ Danu Baharuddin)

Liputan6.com, Jakarta - KPK menjatuhkan sanksi larangan besuk terhadap mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Keduanya yang menjadi tahanan KPK itu dinilai melanggar aturan dalam rumah tahanan.

"Ada aturan yang kemudian bisa dilarang. Tahanan itu wajib mengikuti dan patut dan hormat dan taat kepada petugas, ini bagian yang tidak hormat menurut kepala rutan, KPK tidak mengada-ada karena ini berdasarkan peraturan Menteri Hukum dan HAM," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis (27/11/2014)

KPK sejak 13 November hingga 12 Desember memberikan sanksi larangan besuk kepada Anas dan Akil karena dinilai melakukan pelanggaran berat yaitu menulis surat yang mengandung pencemaran nama baik dan fitnah.

Surat tertanggal 23 Oktober 2014 itu pada intinya memprotes larangan tahanan membawa barang-barang kecuali perlengkapan mandi, perlengkapan cuci, perlengakapan ibadah, pakaian pribadi maksmal 6 pasang, dan buku bacaan maksimal 5 eksemplar sejak 21 Oktober 2014.

Dan, menyebut bahwa larangan itu sebagai bentuk penindasan intelektual dan pembodohan bahkan ketentuan ini lebih buruk dari pada pengelolaan tahanan pada zaman penjajahan Belanda dan awal revolusi kemerdekaan.

"Katanya penindasan intelektual dan bahkan lebih buruk dibanding zaman Belanda. Saya tunjukkan (saat inspeksi mendadak) bahkan koran pun ada (di sel tahanan), artinya mereka pun dapat akses. Tahanan KPK memprotes seperti ini padahal yang sebenarnya ditemukan di sel mereka, bahkan ada camilan, BAP sampai diselipkan juga uang," ungkap Johan.

Dalam sidak, ditemukan uang puluhan juta di dalam sel para tahanan dan di tempat-tempat yang tidak terduga seperti dalam ember di kamar mandi sebesar Rp  25 juta, di dalam buku Dzikir sebesar Rp 3,15 juta hingga di dalam rongga tiang plastik rak penyimpangan.

"Kami berusaha menghormati hak tahanan dan sisi lain tahanan harus menghormati aturan yang ada, tentu tahanan bukan hotel, kalau mau di hotel jangan korupsi. Artinya keluhan para tahanan tidak bisa membaca, saya tunjukkan itu tidak benar," tegas Johan.

Ada empat orang tahanan lain yang ikut menandatangani surat protes tersebut, tapi keempatnya hanya diganjar pelanggaran sedang karena keempatnya beralasan tidak mengerti hukum sehingga mencabut protes mereka.

"Empat orang yang diberikan hukuman larangan dua minggu besuk adalah Kwee Cahyadi Kumala, Gulat ME Manurung, Teddi Renyut dan Mamak Jamaksari. Teddy Renyut sendiri sudah dieksekusi ke Lapas Sukamiskin pada 6 November dan Mamak Jamaksari dipindah ke Lapas Serang per 11 November untuk memudahkan penyidikan," jelas Johan. (Ant/Ali)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya