Ahok Siap 'Talak 13' PT Jakarta Monorail

Ahok mengaku sudah mantap 'bercerai' dengan PT Jakarta Monorail (JM) atas proyek pembangunan monorel.

oleh Andi Muttya Keteng diperbarui 15 Jan 2015, 18:19 WIB
Diterbitkan 15 Jan 2015, 18:19 WIB
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan memutus kontrak perjanjian kerja sama dengan PT Jakarta Monorail (JM) atas proyek monorel. Namun sebelumnnya, ia akan meminta pertimbangan hukum terlebih dahulu kepada Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Kita akan minta pertimbangan dari Kejagung juga. Kalau memang pertimbangannya bisa diputus, kita putus," ujar Ahok di Balaikota Jakarta, Kamis (15/1/2015).

Dijelaskan dia, kajian hukum itu diperlukan karena tidak mudah memutuskan kontrak kerja sama secara sepihak lantaran adanya kemungkinan konsekuensi hukum dari pemutusan kontrak, sesuai klausul yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut. Ahok mengaku tak ingin gegabah mengambil keputusan.

Menurut mantan Bupati Belitung Timur itu, PT JM tak cukup layak membangun monorel karena sudah belasan tahun berlalu, namun tak ada perkembangan yang signifikan dalam pembangunan monorel. Ahok curiga PT JM sebenarnya tak memiliki modal karena hingga kini tak ada bank yang bersedia memberi jaminan modal.

"Makanya saya selalu bilang mana duit jaminan 30 persen kamu? Dia (PT JM) selalu berkilah, Bappenas mengizinkan jaminan bank itu boleh 0,5 persen jaminan dari investasi," kata Ahok.

Oleh karena itu, Ahok mengaku sudah mantap 'bercerai' dengan PT JM atas proyek pembangunan monorel. Namun, pemutusan itu harus melalui pertimbangan yang matang. Terutama dari segi hukum.

"Jadi lebih jelas dari surat Pak Fauzi Bowo (surat penghentian pembangunan monorel). Kita akan putusnya jelas. Jadi kalau dalam pernikahan itu Talak 13," tegas Ahok.

Rencana pembangunan monorel sudah dimulai sejak belasan tahun lalu, tepatnya 2003 saat zaman pemerintahan Gubernur Sutiyoso. Saat itu, Konsorsium PT Indonesia Transit Central dibentuk yang terdiri dari PT Adhi Karya, PT Global Profex Sinergy dan PT Raidant Utama dengan menggandeng Mtrans Holding dari Malaysia. Dalam proyek tersebut, sejumlah tiang pancang dibangun pada 2004.

Usai peresmian tiang monorel, tanggal 31 Juni 2004, proyek dialihkan ke konsorsium PT Jakarta Monorail dan Omnico Singapura. Namun pada 2005, PT Omnico gagal menyetor modal monorel dan membuat proyek itu terhenti dengan tiang pancang yang terbengkalai.

Setahun kemudian ada investor Dubai yang berniat mendanai monorel dengan syarat ada jaminan dari pemerintah pusat. Namun, Menteri Keuangan RI saat itu, Sri Mulyani menolak dengan alasan pemerintah tidak menjamin proyek yang dibangun swasta.

Ditambah, Gubernur DKI saat itu Fauzi Bowo kemudian menghentikan pembangunan monorel. PT JM lalu meminta ganti untung sebesar Rp 600 miliar ke Pemprov DKI yang 3 kali lipat lebih tinggi dari perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 8 tahun mangkrak, akhirnya pada 16 Oktober 2013, Jokowi yang menjadi Gubenur DKI 'mempersilahan' monorel yang menggandeng Ortus Holding, dilanjutkan. Namun, hingga kini belum juga dilakukan pembangunan fisik. (Riz/Mut)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya