Penjelasan Ahok Soal Konsultan e-Budgeting APBD DKI

Ahok memutuskan BPKAD yang memegang sistem e-budgeting, merekrut Gagat dan 4 orang rekannya sebagai konsultan e-budgeting.

oleh Andi Muttya Keteng diperbarui 12 Mar 2015, 12:06 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2015, 12:06 WIB
Ahok
Ahok. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Panitia Hak Angket DPRD DKI Jakarta mempertanyakan legalitas konsultan e-budgeting APBD DKI, Gagat Sidi Wahono, yang kerjasamanya berbentuk perseorangan bukan institusi. Terkait itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menegaskan, Pemprov DKI kerja sama dengan Gagat tidak dalam bentuk kontrak, melainkan disewa sebagai tenaga ahli.

"Pak Gagat itu bukan kontrak. Kasarnya, sistem e-budgeting yang bikin itu BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah). Cuma, ngundang tenaga ahli (konsultan e-budgeting)," jelas Ahok di Balaikota Jakarta, Kamis (12/3/2015).

Ahok menceritakan, awalnya dirinya tertarik dengan sistem e-budgeting atau penganggaran elektronik. Kemudian, ia mencari siapa pihak yang pernah menerapkan sistem tersebut. Ternyata Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur telah menggunakan e-budgeting sejak 2011. Namun, dia tak ingin melakukan lelang karena berpotensi mark-up.

Karena itu, Ahok memutuskan BPKAD yang memegang sistem e-budgeting, merekrut Gagat dan 4 orang rekannya sebagai konsultan e-budgeting dengan memberikan honor.

"Ya sudah, mau nggak kita bayar transport dari Surabaya ke Jakarta? Kita bayar gaji honor, kamu kasih tahu kita bagaimana sistemnya. Tapi yang pegang sistem semuanya kami," kata Ahok.

Ia menjelaskan, konsultan e-budgeting ini layaknya sistem rujukan kesehatan. Pihak rumah sakit mengundang serta membayar tenaga ahli secara harian untuk membangun sistem rujukan dari puskesmas, RSUD, hingga rumah sakit. Namun, tenaga ahli ini hanya berperan sebagai pemberi masukan serta membangun sistemnya.

Mengenai anggaran untuk honor konsultan e-budgeting yang juga dipertanyakan panitia hak angket kemarin, Ahok menjelaskan, Gagat dan tim konsultan e-budgeting dibayar menggunakan APBD dalam pos anggaran tenaga ahli di BPKAD. Mereka diberi honor sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Bappenas.

"Jadi e-budgeting ini murni BPKAD yang punya, kita bukan lelang sistem. Di APBD bisa bayar tenaga ahli, ada hitungan Bappenas standar tenaga ahli, di bawah BPKA. Makanya, Pak Gagat, saya terimakasih sama dia," kata Ahok.

Panitia Hak Angket DPRD DKI mencecar konsultan e-budgeting, Gagat Sujono, dengan pertanyaan-pertanyaan perihal sistem penganggaran elektronik yang diterapkan untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2015. Dewan mempertanyakan bentuk kerja sama Pemprov DKI dengan konsultan e-budgeting tersebut yang ternyata disewa sebagai perseorangan, bukan secara institusi.

"Tunjukkan SK pengangkatan bapak dan seluruh tim. Saya khawatir bapak ada back-up. Kalau bisa hari ini juga diserahkan kontrak kerja sama itu," tegas salah seorang anggota panitia Hak Angket Fraksi Hanura Verry Yennevyll kepada Gagat, pada Rabu 11 Maret lalu.

Pria asal Surabaya, Jawa Timur, ini pun menjawab bahwa kontrak kerja samanya dilakukan dengan pihak Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) pada 2013, tanpa membawa nama institusi. Ia mengatakan dirinya sebelumnya bernaung di bawah Universitas Erlangga namun kemudian melepaskan diri. Gagat juga menuturkan, dia dan tim berjumlah 4 orang mendapatkan honor sekitar Rp 50 juta per proyek. (Alv/Mvi)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya