Mendagri: Kami Tak Ikut Campur soal Sabda Raja Sultan HB X

Sabda Raja itu banyak mendapat penolakan. Terutama dari saudara-saudara Sultan dari ibu yang berbeda.

oleh Oscar Ferri diperbarui 06 Mei 2015, 19:43 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2015, 19:43 WIB
Mendagri Tjahjo Kumolo Buka Musrenbang di Balai Kota
Mendagri Tjahjo Kumolo membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat Provinsi DKI Jakarta di Balai Kota, Jakarta, Selasa (14/4/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Keraton Yogyakarta tengah menjadi sorotan pasca-Sabda yang dikeluarkan Raja Keraton Yogyakarta sekaligus Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwono X. Salah satu poin Sabda Raja ini mengubah gelar putri sulung Sultan sebagai pewaris tahta Keraton Yogyakarta.

Namun sabda itu banyak mendapat penolakan. Terutama dari saudara-saudara Sultan dari ibu yang berbeda. Terkait hal ini pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengaku enggan terlibat dalam polemik kerajaan tersebut.

"Kemendagri tidak ingin terlibat urusan keluarga. Namanya kakak-adik, kami tidak ingin ikut campur," ujar Tjahjo di Jakarta, Rabu (6/5/2015).

‎Tjahjo mengaku, sampai saat ini dirinya belum menerima surat resmi dari Sultan terkait sabdanya itu. Meski begitu, kata dia, ada pihak keluarga keraton yang datang menemui dan memintanya mengeluarkan kebijakan sebagai Mendagri.

"Sampai hari ini belum ada surat resmi, tapi soal ada kelurga yang meminta Kemendagri mengeluarkan kebijakan kepada Sultan untuk adanya rapat keluarga," ujar Tjahjo.

Mantan Sekjen PDIP itu menambahkan, segala urusan yang berkaitan dengan Keraton Ngayogyakarta bukan ranah pemerintah. Sebab, kata dia, Keraton Ngayogyakarta mempunyai keistimewaan sendiri dan otonomi khusus sendiri.

Bahkan keistimewaan daerah itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012‎ tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. "Urusan resmi keraton kan ya dari Sultan, kan bukan ranah kami," ucap Tjahjo.‎

Tjahjo menambahkan, dirinya sudah menyampaikan urusan itu kepada keluarga yang datang. Bahwa pemerintah tidak bisa ikut campur urusan keraton. Namun, ucap dia, akan lain ceritanya jika Sultan mengeluarkan kebijakan atau keputusan atas nama Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, bukan sebagai raja.

"‎Dengan otsus (otonomi khusus) kan dipisahkan antara kewenangan Sultan dengan sabdanya. Kalau konteksnya sebagai gubernur baru ada (urusannya dengan pemerintah), tapi kalau sebagai Sultan kan mandiri. Saya atau bahkan Presiden tidak bisa ikut campur," pungkas Tjahjo.

Sri Sultan HB X (Fathi Mahmud/Liputan6.com)

2 Sabda Raja

Sri Sultan Hamengkubuwono X mengeluarkan Sabda Raja kedua pada 5 Mei 2015. Sabda Raja yang berjalan dua menit terkait perubahan gelar salah satu putri Sultan yaitu Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun. Pembayun berganti gelar menjadi GKR Mangkubumi.

Sedangkan Sabda pertama berisi beberapa poin. Pertama, penyebutan Buwono diganti menjadi Bawono. Kedua, gelar Khalifatullah seperti yang tertulis lengkap dalam gelar Sultan dihilangkan.

Gelar lengkapnya adalah Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sedasa Ing Ngayogyakarta Hadiningrat.

Ketiga, penyebutan kaping sedasa diganti kaping sepuluh. Dengan demikian gelar lengkapnya adalah Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Bawono Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Ingkang Jumeneng Kaping Sepuluh Ing Ngayogyakarta Hadiningrat.

Keempat, mengubah perjanjian pendiri Mataram yakni Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan. Kelima, atau terakhir menyempurnakan keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek dengan Kanjeng Kyai Ageng Joko Piturun. (Ndy/Yus)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya