Liputan6.com, Jakarta - Anita Anggraeni, warga Dusun Pabrikan Desa Jambesari Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang, Jawa Timur ini mengaku menemukan batu akik seberat 9,5 Kg itu dalam tanah di dapur rumahnya. Batu akik tersebut disinyalir berjenis saptawarna atau tujuh warna.
"Saat itu mau memperbaiki lantai dapur pada 7 Mei. Seorang tukang saya kesulitan saat menggali salah satu sudut dapur karena ada benda keras," kata Anita di Malang, Rabu (13/5/2015).
Pada bagian dapur yang terantuk benda keras itu kemudian disiram air. Ternyata ada 3 bongkahan batu besar. Setelah diangkat, salah satu batu itu menurut Anita bentuk dan warnanya sangat unik. Karena merasa heran, ibu 2 anak ini pun berkonsultasi dengan seorang temannya yang seorang perajin batu.
"Saya tanya teman seorang perajin batu dan dia datang untuk melihat langsung batu itu. Teman saya menyebut itu batu akik jenis sapta warna atau tujuh warna," ucap Anita.
Anita sendiri mengaku sebelum menemukan batu itu sempat mendapat firasat. Persisnya ia didatangi 3 lelaki tua berjubah putih dalam mimpi. "Lelaki tua itu tak bilang apapun, hanya senyum saja dalam mimpi saya," ujar dia.
Tak Akan Dijual
Dia mengaku tak ingin menjual batu itu kepada siapapun. Kendati sudah ada beberapa orang yang menyatakan minat untuk membelinya. Batu itu akan disimpan dalam kondisi utuh dan tidak dibelah sedikitpun.
"Tidak perlu dipotong, biar utuh begitu saja. Hanya memakai potongan kecil batu itu saat awal ditemukan untuk jadi liontin. Tidak ingin saya jual," tandas Anita.
Selanjutnya
Aby Derrin, seorang perajin batu akik yang juga teman Anita mengatakan, batu yang ditemukan itu jenis saptawarna nusantara atau tujuh warna mulai dari biru, kuning, hijau, coklat, putih, ungu dan merah.
"Memang belum diuji kualitas batu ini. Tapi batu ini memiliki 3 kandungan yaitu kalsedoni, jesper, dan indogris," papar Aby.
Menurut Aby, batu saptawarna tersebut sangat unik. Beberapa bagian batu itu bisa tembus saat disorot cahaya dan ada bagian lainnya tak tembus jika disorot cahaya. Sepengetahuan dia, paling mudah menjumpai batu pancawarna atau lima warna. Sedangkan saptawarna atau tujuh warna terbilang langka.
"Tapi saya akui masih harus diuji lagi kualitas batu ini," tukas Aby.
Dosen Program Studi Teknik Geofisika Universitas Brawijaya Malang Adi Susilo menyatakan sebagai daerah yang dikelilingi gunung api, tidak menutup kemungkinan mudah ditemukan batu mulia di Malang.
"Poncokusumo itu kan masih di bawah lereng Gunung Semeru, bisa jadi batu yang ditemukan itu memang batu mulia. Batuan beku yang mengalami memamorfosis karena dekat dengan magma yang memanasi strukturnya, mengubah menjadi batu mulia," ulas Adi.
Kendati demikian, sambung dia, masih perlu dilakukan pembuktian kualitas batu tersebut. Karena selama ini tidak pernah ada batasan yang jelas mengenai harga batu mulia kecuali jenis pertama dan berlian.
"Secara scientific, seharusnya dilakukan x-ray defraction untuk mengetahui kandungan mineral, susunan molekul dan sebagainya. Sehingga bisa benar-benar diketahui kualitasnya dan pantas dihargai mahal, bukan seperti saat ini asal suka saja," pungkas Adi. (Ali)
Advertisement