Reka Ulang Janggal, Bukti Penyidikan Kasus JIS Dinilai Tidak Sah

Irwanto juga menyayangkan proses reka ulang tidak segera dilakukan setelah ada peristiwa dugaan kekerasan seksual itu.

oleh Oscar Ferri diperbarui 13 Jun 2015, 01:43 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2015, 01:43 WIB
Kekerasan Seksual Di JIS
Laporan demi laporan kasus kekerasan anak di JIS terus masuk ke KPAI. Di duga masih ada predator sang anak yang masih bebas berkeliaran.

Liputan6.com, Jakarta - Banyak kejanggalan yang terjadi dalam penanganan kasus dugaan kekerasan seksual anak yang terjadi di Jakarta International School (JIS). Seperti proses reka ulang yang dilakukan Polda Metro Jaya dalam mengungkap kasus tuduhan pelecehan seksual ini. Maka itu seharusnya tidak dapat dijadikan sebagai pembuktian di persidangan.

Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Atmajaya Jakarta Irwanto mengatakan, dirinya sudah melihat video reka ulang kasus JIS dan banyak kejanggalan yang terjadi. MAK yang ditemani orangtua pelapor menjalani reka ulang yang diarahkan polisi.‎ Ketika reka ulang dilakukan, MAK disuruh jongkok yang kadang-kadang dia protes, tetapi tetap disuruh jongkok lalu kemudian difoto.

"Bukti seperti itu kok bisa dipakai di pengadilan? Padahal bukti-bukti yang diarahkan itu tidak sah digunakan sebagai pembuktian. Kalau reka ulang demikian muncul pertanyaan apa benar terjadi sesuatu?" tanya Irwanto, Jumat (12/6/2015).

‎Irwanto juga menyayangkan proses reka ulang tidak segera dilakukan setelah ada peristiwa dugaan kekerasan seksual itu. Dengan kecenderungan reka ulang yang diarahkan, maka anak perlahan-lahan akan menyesuaikan dengan arahan tersebut, meskipun tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya.

Sebab, kata Irwanto, anak kecil memiliki kecenderungan sangat mudah dipengaruhi atau diarahkan. Apalagi bila dalam mengarahkan juga dengan tekanan atau paksaan.

"Yang tidak masuk akal, bukti seperti itu justru dipakai untuk memvonis seseorang di pengadilan. Inilah yang menjadikan hukum kita semakin karut-marut," ujar dia.‎‎

Kejanggalan lain dalam reka ulang itu, lanjut Irwanto, adalah fakta MAK tidak menunjukkan trauma. Dalam laporannya, MAK disebutkan mengalami kekerasan seksual berkali-kali sejak Desember 2013 sampai Maret 2014. Di mana seharusnya anak tersebut mengalami trauma mendalam dan ketakutan, apabila harus berada di tempat dia mengalami kekerasan seksual.

"MAK tenang-tenang saja, tertawa, ceria seperti tidak terjadi apa-apa, dia mengikuti reka ulang sambil bermain. Mustahil seorang anak yang mengalami kekerasan seksual berkali-kali tetap nyaman di lokasi dia diduga mengalami kekerasan itu," ujar Irwanto.‎

Pertimbangan Hakim

Salah satu Hakim Agung Gayus Lumbuun mengatakan, pembuktian dalam suatu persidangan harus menjadi prioritas pertimbangan ketua majelis hakim dalam mengambil suatu putusan. Porsi keyakinan hakim terhadap suatu kasus hanya sekitar 30%, sementara sisanya harus tetap berdasarkan pembuktian selama persidangan.

"Jika masih ada keraguan, ketua majelis hakim bisa menambah jumlah anggota menjadi 5, sehingga keputusan pertimbangan lebih banyak," ujar Gayus.

Kasus tuduhan pelecehan seksual di JIS telah menyeret 6 pekerja kebersihan PT ISS ke meja hijau setelah dilaporkan TPW selaku orangtua MAK. 5 Dari 6 tersangka itu adalah Agus Iskandar, Virgiawan Amin, Zainal Abidin, Syahrial dan Friska Setyani yang divonis 7-8 tahun penjara. Sementara tersangka Azwar meninggal dunia ketika menjalani proses penyidikan di Polda Metro Jaya.

Kasus ini juga menyeret 2 guru atau tenaga pengajar JIS, Neil Bantleman dan Ferdinant Tjiong. Kedua guru tersebut sedang mengajukan banding setelah divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalam proses persidangan 2 guru, terungkap hasil medis terhadap MAK menyatakan nanah di tubuh bocah itu bukan karena virus penyakit seks menular, tetapi hanya bakteri. Sedangkan hasil medis terhadap AL di sebuah RS Singapura menyatakan tubuhnya normal.

Tuduhan pelecehan seksual di JIS ini dinilai banyak pihak hanya didasarkan dari keterangan anak yang mengaku korban dan cerita orangtuanya. Tetapi tidak ada saksi mata yang melihat langsung kejadian dugaan pelecehan seksual tersebut. (Rmn/Nda)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya