Jokowi Belum Beri Sikap Resmi Terkait Revisi UU KPK

JK menuturkan saat ini revisi Undang-Undang KPK baru masuk berita acara legislasi di DPR.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 24 Jun 2015, 15:22 WIB
Diterbitkan 24 Jun 2015, 15:22 WIB
Jokowi JK
Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - ‎Presiden Joko Widodo belum memberikan sikap resmi terkait revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang sudah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) DPR 2015. Hal itu diungkapkan Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK.

"Saya dari Presiden sendiri kan belum (tahu sikap resmi). Kalau pemerintah, berarti harus ditandatangani usulannya dengan surat Presiden, tapi kan belum. Belum, kan baru masuk acara legislasi kan," kata JK di Gedung JCC, Jakarta, Rabu (24/6/2015).

‎JK menuturkan, saat ini revisi Undang-Undang KPK baru masuk berita acara legislasi di DPR. Nantinya apa saja perubahan dalam undang-undang tersebut diatur bersama dengan pemerintah.

"‎Undang-undang selalu harus dibicarakan secara bersama-sama," tegas JK.

‎JK menilai, revisi UU KPK perlu dilakukan. Selama 13 tahun undang-undang ter‎sebut belum pernah tersentuh. Ia juga mengatakan bila Undang-Undang Dasar 1945 bisa diamandemen, maka produk hukum di bawahnya tentu bisa diubah.

"‎UUD saja diamandemen kok. Masa UU KPK, apabila dibutuhkan ya direvisi. Ini kan sudah 13 tahun tentu banyak perkembangan-perkembangan," tegas JK, Senin 22 Juni lalu.

"‎UUD saja diamandemen. Yang tidak boleh diamandemen itu cuma Al-Quran, Hadist, Injil. Itu saja‎," tambah dia.

JK juga berpendapat upaya revisi UU KPK bukan untuk mengurangi kewenangan KPK. Menurut dia, suatu kewenangan harus dibatasi.

"Yang terpenting itu KPK tanggung jawabnya bagaimana mengukurnya, kan bukan berarti KPK punya kekuasaan yang tidak ada batasnya, kan harus ada batasannya juga," tandas JK.

Ketua Badan Legislasi DPR Sareh Wiyono mengatakan bahwa pada 16 Mei 2015 Baleg telah melakukan rapat kerja dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Rapat itu menyepakati sejumlah RUU yang masuk ke dalam prolegnas prioritas, salah satunya RUU KPK.

Menkumham Yasonna Laoly mengatakan empat alasan perlu melakukan revisi UU KPK. Yaitu terkait wewenang penyadapan, sinergi wewenang penuntutan antara KPK dan Kejaksaan, pembentukan dewan pengawas untuk pengaturan pelaksanaan tugas pimpinan jika berhalangan, dan penguatan pengaturan kolektif kolegial. (Ali/Mut)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya