KPK Enggan Disebut Tak Serius Tangani Kasus Eks Walikota Makassar

KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru terhadap mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin dengan kasus yang sama.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 01 Jul 2015, 18:33 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2015, 18:33 WIB
20150701-Sidang-Praperadilan-Jakarta-Ilham-Arief-Sirajuddin1
Sidang perdana gugatan kedua mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin di Pengadilan Negri Jakarta Selatan, Rabu (1/7/2015). Ilham ditetapkan tersangka terkait dugaan korupsi kerjasama instalasi PDAM Makassar 2006-2012. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru terhadap mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin dengan kasus yang sama. Sprindik baru itu dibuat setelah putusan praperadilan pertama dimenangkan Ilham selaku pemohon.

‎Ilham kemudian mengajukan permohonan praperadilan kembali terkait Sprindik baru yang dikeluarkan KPK. Sidang perdana seharusnya dilakukan Kamis 25 Juni lalu, namun ditunda sepekan karena perwakilan KPK tidak hadir.

Sidang kemudian digelar Rabu (1/7/2015), meski sempat tertunda beberapa jam. Bahkan, rencananya ‎KPK minta sidang yang dipimpin hakim tunggal Amat Khusairi ini ditunda kembali. Namun permintaan itu ditolak hakim dan tim penasehat hukum Ilham selaku pemohon. Sikap KPK yang terkesan menunda-nunda itu juga dinilai kurang serius dalam menangani kasus.

Menanggapi hal itu, ‎pegawai Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang yang hadir seorang diri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membantah tudingan yang menganggap pihaknya tidak serius menangani kasus Ilham. Ia juga mengaku butuh waktu untuk melakukan persiapan terkait praperadilan jilid II yang diajukan Ilham.

"Nggak, kita serius. Ya, ada persiapan yang harus dilakukan. Tapi karena tidak diijinkan oleh pengadilan (minta sidang ditunda), ya sudah, kita hadir," ucap Rasamala usai sidang di PN Jakarta Selatan.

Rasamala juga membantah jika ‎Sprindik baru yang dikeluarkan KPK sama seperti yang sebelumnya dipraperadilankan. "Beda dong. Nomornya juga beda. Sprindiknya juga kan baru.‎"

Kendati, ia mengakui objek dan pasal dalam Sprindik itu terkait kasus yang sama, yakni dugaan korupsi di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar.‎ Sprindik baru itu dikeluarkan berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Ya sama. Kan itu sesuai keputusan MK, bahwa apabila penetapan tersangka dianggap tidak sah, tidak kemudian menggugurkan tindak pidananya. Masih bisa dilakukan penyidikan ulang," jelas Rasamala.

Dia menegaskan, KPK siap memberikan jawaban atas permohonan praperadilan jilid II yang diajukan Ilham. Jawaban tersebut, kata dia, akan disampaikan Kamis 2 Juli 2015 di ‎PN Jakarta Selatan.

Selain itu, ia juga mengaku bahwa KPK telah menyiapkan sejumlah bukti baru terkait kasus yang menimpa mantan Walikota Makassar itu.

‎"Tentu dong, bukti-bukti baru sudah kita lengkapi sesuai petunjuk hakim praperadilan," pungkas Rasamala.

Ilham Arief Sirajuddin ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 2014 lalu. Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dengan PT Traya Tirta Makassar tahun anggaran 2006-2012 dengan kerugian negara mencapai Rp 38 miliar.

Ilham kemudian mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jaksel terkait penetapan tersangka oleh KPK. Pada praperadilan pertama, 12 Mei 2015, hakim tunggal Yuningtyas Upiek mengabulkan ‎permohonan praperadilan dan menyatakan penetapan tersangka oleh KPK, tidak sah.

Namun, setelah putusan itu bergulir, KPK kembali menetapkan Ilham sebagai tersangka atas kasus yang sama. Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK lndriyanto Seno Adji mengatakan KPK kembali menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama llham Arief Sirajuddin berdasarkan putusan Mahkamah Konsitusi.

Perkara yang disangkakan kepada llham dalam sprindik baru itu masih sama seperti sebelumnya. Begitu pun pasal yang disangkakan kepada llham, yakni Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. (Fis/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya