Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Ferry Mursyidan Baldan membela kebijakan yang diambil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang menertibkan bangunan liar bantaran Kali Ciliwung di Kampung Pulo, Jakarta Timur.
Sebab, menurut Ferry, daerah tersebut masuk dalam penataan wilayah kumuh yang sudah lama direncanakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Bahkan, Ferry menilai sikap Ahok tersebut tidak ada yang salah dan sudah sesuai dengan peraturan dalam rangka penataan wilayah mengatasi banjir yang kerap terjadi ketika musim penghujan datang. Warga yang kena penertiban tersebut bukan digusur, melainkan di relokasi yang tempatnya tidak jauh dari permukiman warga Kampung Pulo.
"Tidak ada yang salah, cuma kan bilangnya ada orang belum terindentifkasi. Cari saja siapa yang belum kalau menurut DKI mereka sudah mau warga-warga di Kampung Pulo itu," ucap Ferry di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat malam 21 Agustus 2015.
Menurut dia, Pemprov DKI memang tidak perlu memberikan ganti rugi kepada warga Kampung Pulo yang tinggal di bantaran Kali Ciliwung. Sebab, warga tersebut direlokasi dan Pemprov DKI sudah menyediakan rumah susun sewa (rusunawa) yang letaknya tidak jauh dari lokasi warga tersebut tinggal secara cuma-cuma tanpa dipungut biaya.
"Kalau menurut saya pilihan relokasi pilihan tepat. Kalau ada yang bilang tidak kebagian, bisa divalidasi, tapi jangan sampai orang tidak tinggal di sana juga meributkan, kan soal juga," ujar dia.
Advertisement
Bahaya Banjir
Ferry melanjutkan, apa yang dilakukan Pemprov DKI tersebut dalam rangka menyelamatkan warga bantaran Kali Ciliwung dari bahaya banjir.
"Ya (warga tidak terima), karena selamatkan mereka dari musibah banjir yang tiap tahun pasti hadir. Kalau dengan mereka pindah ditata, tidak saja warga tidak banjir tapi potensi banjir di DKI berkurang," jelas Ferry.
Menteri asal Partai Nasdem ini menambahkan, apabila sudah bicara penataan kawasan seperti warga bantaran kali, relokasi sudah tidak bicara administrasi kependudukan (adminduk).
"Kalau hanya sekadar mereka merasa tidak terdata itu bisa divalidasi, mudah. Cuma punya rumah kos-kosan tidak tinggal di sana mereka yang merasa hilang sumber nafkahnya, dia tidak tinggal di situ, kasihan yang banjirnya," tandas Ferry.
Hal senada dikemukakan anggota Komisi II DPR Frans Agung Mula Putra Natamenggala. Ia mengatakan, warga yang tinggal di bantaran kali, sementara tanahnya milik negara, memang tidak boleh menjadi tempat tinggal. Melainkan, lokasi tersebut harus bebas dari lokasi hunian karena lokasi itu untuk penyerapan air agar tidak terjadi banjir.
"Tidak boleh kalau memang itu tanah milik negara, karena itu sudah pelanggaran," kata Frans Agung.
Politikus Hanura ini menambahkan, Pemprov DKI pun sudah memberikan solusi atas penertiban bangunan liar bantaran Kali Ciliwung di Kampung Pulo tersebut dengan menyediakan rusunawa yang lokasinya tidak jauh dari lokasi asal warga tersebut tinggal.
"Bagus dong. Artinya ada solusi terbaik buat warga," tandas Frans Agung.
380 KK Pindah
Adapun proses pemindahan warga Kampung Pulo ke Rusunawa Jatinegara Barat, terus dilakukan. Hingga Jumat 21 Agustus 2015, dilaporkan sudah mencapai ratusan kepala keluarga atau KK.
"(Sudah) 380 (kepala keluarga)," ucap Staf Dinas Perumahan Rakyat Wawan kepada Liputan6.com, Jumat 21 Agustus 2015.
Wawan menambahkan, sekalipun sudah ratusan warga yang pindah, belum semua menempati rusunawa tersebut. "Yang sudah ngambil undian 445, kapasitas (Rusunawa Jatinegara) 518."
Wawan mengatakan, dia berharap karena masih ada sisa tempat, warga Kampung Pulo mau dipindahkan. Mereka pun memastikan masih bisa melayani permintaan warga yang ingin menempati rusunawa tersebut.
"Iya (kami ingin) semua dipindahkan. Kita sampai dengan selesai kita masih terus pemindahan. Kita ngundi 6 Juni 2015, kita masih nerima kalau ada warga yang mau mengajukan rusun," pungkas Wawan. (Ans/Nda)