Dishub DKI: Ojek Pangkalan dan Online Langgar UU Lalu Lintas

Pargaulan mengatakan, Dishub Pemprov DKI akan mendukung kegiatan moda transportasi roda dua, jika pemerintah merevisi UU Lalu Lintas.

oleh Audrey Santoso diperbarui 02 Sep 2015, 14:15 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2015, 14:15 WIB
Go-jek
Go-jek (Foto:www.go-jek.com)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Kepala Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta Pargaulan Butar-butar mengatakan, moda transportasi roda dua seperti ojek sepeda motor operasinya tidak diatur dalam undang-undang. Dengan demikian, keberadaan ojek pangkalan atau pun ojek online tidak dibenarkan dalam regulasi.

"Mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 bahwa ojek atau sepeda motor tidak termasuk kendaraan umum. Kami berpegang dari situ," kata Pargaulan usai bertemu dengan Kapolda Metro Jaya, Organda, pengemudi ojek pangkalan dan CEO Go-Jek di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (2/9/2015).

"Kami tetap mengacu bahwa angkutan umum adalah bus atau mobil penumpang angkutan umum," imbuh dia.

Pargaulan mengatakan, Dishub Pemprov DKI Jakarta akan mendukung kegiatan moda transportasi roda dua, jika pemerintah pusat merevisi undang-undang tersebut.

"Kecuali kalau undang-undang tersebut diubah. Saya melihatnya dari sisi perhubungan," tegas dia.

Sementara, CEO Go-Jek Nadiem Makarim mengatakan, pihaknya akan berkomunikasi dengan Organisasi Angkutan Darat (Organda) yang selama ini menolak keberadaan ojek online. Ia berharap komunikasi ini akan menciptakan struktur kerja dan kebijakan baru antara pelaku bisnis transportasi online, Organda, dan pemerintah.

"Hari ini saya dengar berbagai macam pro dan kontra. Kami sedang menjalin komunikasi dengan Organda. Menurut saya, ini awal yang baik untuk menciptakan framework atau struktur baru dengan Pemda dan yang lainnya," pungkas lulusan Universitas Harvard Amerika Serikat ini.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berbunyi, 'Setiap orang yang mengemudikan kendaraan angkutan orang dengan tujuan tertentu yang menaikkan atau menurunkan penumpang lain di sepanjang perjalanan atau menggunakan kendaraan angkutan, tidak sesuai dengan angkutan untuk keperluan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000'.

Sementara belakangan ini, kekerasan terhadap pengemudi ojek online seperti Go-Jek kerap terjadi di Ibukota dan sekitarnya. Para pelaku pengeroyokan ini umumnya pengojek pangakalan yang merasa tersaingi dengan keberadaan ojek online. (Rmn/Ein)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya