Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama (Dirut) Pelindo II RJ Lino melaporkan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu ke Bareskrim Polri. Itu karena perbuatan Masinton melaporkan RJ Lino yang diduga memberikan gratifikasi kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno kepada KPK adalah pencemaran nama baik.
"Jadi beliau itu anggota dewan, setiap orang berhak melaporkan. Saya tidak salahkan siapa pun. Namun, laporan tersebut tak benar dan menyebabkan pencemaran nama baik," ujar pengacara RJ Lino, Frederich Yunadi, di kantornya, Jakarta, Rabu (30/9/2015).
Menurut Yunadi, apa yang dilaporkan Masinton terkait gratifikasi tidak benar. Masinton dinilainya tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
"Dalam hal ini saudara M (Masinton) nyatakan terjadi gratifikasi Rini Soemarno. Ia tidak ngerti gratifikasi. Gratifikasi itu untuk suatu pribadi, sedangkan beliau (RJ Lino) sendiri katakan peminjaman furniture di rumah dinas BUMN. Kalau rumah dinas dan bentuk peminjaman itu bukan gratifikasi," tegas dia.
Karena itu, pihaknya telah melaporkan Masinton tertanggal 23 September atas nama pelapor Kabunang Rudiyanto Hunga, dengan nomor laporan LP/1116/IX/2015 di mana diduga Tindak Pidana memberikan keterangan pada media tentang pemberitaan gratifikasi kepada menteri BuMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220 KUHP.
"Kita mengadu atas dugaan pidana. Silakan Bareskrim secepatnya melakukan penyelidikan dan penyidikan," pungkas Yunadi.
Laporan Masinton
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu melaporkan dugaan penerimaan gratifikasi oleh Menteri BUMN Rini Soemarno dari Dirut Pelindo II RJ Lino.
"Data ini, saya mau menyampaikan klarifikasi ke KPK perihal dugaan penerimaan gratifikasi dari Dirut Pelindo II ke Menteri BUMN dalam bentuk barang," ujar Masinton Pasaribu di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 22 September 2015.
Dugaan penerimaan gratifikasi dari RJ Lino ke Rini Soemarno yang dimaksud Masinton berupa perabotan rumah tangga seharga berkisar Rp 200 juta. "Barang itu perabotan rumah, dokumennya lengkap di sini. Ini masih paket hemat, belum paket jumbo, nilainya Rp 200 juta," beber Masinton.
Menurut dia, laporan ini sengaja disampaikan ke KPK karena sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, penyelenggara negara tidak boleh menerima barang atau janji terkait jabatannya. (Mvi/Yus)*
Advertisement