Liputan6.com, Jakarta - Program bela negara yang dicetuskan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) diresmikan hari ini meski belum ada undang-undang yang mengesahkannya.
Menanggapi hal itu, Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal mengatakan, sejatinya makna bela negara mengandung nilai positif. Namun publik butuh informasi komperhensif mengenai model bela negara yang dimaksud Kemenhan.
"Saya kira memang dibutuhkan kalau bela negara itu bisa menjadi spirit untuk melahirkan wawasan kebangsaan. Tapi tergantung format atau model bela negera seperti apa," kata Helmy saat menghadiri Kirab Hari Santri Nasional dan Peringatan Resolusi Jihad di Tugu Proklamasi, Kamis (22/10/2015).
Ia berharap, model program bela negara yang diterapkan Kemenhan dapat melahirkan kader-kader penjaga perdamaian di Tanah Air.
Sehingga kata Helmy, jika timbul konflik antar kelompok, baik yang bersifat horizontal maupun vertikal, para kader bela negara dapat menengahi konflik tersebut dan memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk tidak tenggelam dalam konflik.
"Harapannya, seluruh kader bela negara nanti menjadi juru damai sehingga kalau ada konflik, mereka jadi kader-kader bangsa yang bisa menengahi persoalan," ujar Helmy.
Pembentukan Kader Bela Negara resmi dibuka oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu hari ini. Sebanyak 4.500 orang mengikuti kegiatan ini di 45 kabupaten/kota.
Ryamizard mengatakan, bela negara ini bukan tanggung jawab Kemenhan semata. Tetapi juga seluruh sumber daya di Indonesia. Sebab, bela negara adalah awal rasa cinta pada Tanah Air.
"Bela negara juga diperlukan untuk menumbuhkan kesadaran dan sikap menjunjung tinggi negara. Karena itu, diharapkan para kader dapat terbangun karakter yang disiplin dan kompak dalam kerja sama," papar Ryamizard.
Ia pun membantah bela negara mirip dengan wajib militer yang bernuansa militerisme. Kata Ryamizard, program ini memprioritaskan untuk membangun karakter bangsa yang kuat. (Dms/Sun)