3 Jam Diperiksa KPK, Surya Paloh Tawarkan Rekonstruksi Ulang

Penyidik KPK sebelumnya telah menjerat mantan Sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella sebagai tersangka kasus bansos Sumut.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 24 Okt 2015, 02:03 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2015, 02:03 WIB
Surya Paloh
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mendatangi KPK. (Liputan6.com/ Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh memastikan dirinya siap memenuhi panggilan penyidik KPK
sebagai saksi terkait kasus dugaan suap penanganan perkara bansos di Sumatera Utara.

"Saya menawarkan, kalau masih perlu dirasa ada hal yang lebih memperkuat atas kesaksian saya, silakan boleh dijadwalkan ulang," ujar Surya usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus tersebut selama kurang lebih tiga jam di gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/10/2015) malam.

Surya yang bersedia kembali diperiksa KPK sebagai saksi lagi, bahkan menawarkan diri untuk membeberkan rekonstruksi ulang pada publik terkait pertemuannya Gubernur non aktif Gatot Pudjo Nugroho di DPP Partai Nasdem.

"Ini penting untuk sebuah transparansi, kalau diperlukan, kalau tidak ya tidak apa-apa. Kalau perlu rekonstruksi ulang live di stasiun TV. Tapi terserah pada penyidik KPK," tegas Surya.

Penyidik KPK sebelumnya telah menjerat mantan sekjen Partai Nasdem Patrice Rio Capella sebagai tersangka atas kasus tersebut. Ini merupakan pengembangan dari kasus tangkap tangan hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

Selain Rio, KPK juga sudah menjerat Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istri mudanya, Evy Susanti, sebagai tersangka. Keduanya diduga telah memberikan hadiah atau janji sebesar Rp 200 juta kepada Rio Capella.

Atas perbuatanya, Rio Capella disangka melanggar Pasal 12 huruf a, huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Gatot Pujo dan Evy disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Dms/Ali)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya