BNPB: 279 Titik Rawan Banjir-Longsor, Peringatan Dini Minim

BNPB akan merancang proyek jangka panjang untuk membangun sistem peringatan dini bahaya banjir dan tanah longsor.

oleh Oscar Ferri diperbarui 13 Nov 2015, 15:25 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2015, 15:25 WIB
ina-fil-4-131113.jpg
Bantuan dari BNPB berupa 6.000 paket makanan, 1.000 paket lauk pauk, 21.000 paket tambahan gizi, 500 lembar selimut, 1.000 paket sandang, 1.000 paket kidsware, 10 unit genset. (AFP/Adek Berry/wwn)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, saat ini banyak titik rawan banjir dan tanah longsor yang tersebar di 269 kabupaten/kota. Tercatat, ada 279 titik rawan banjir dan tanah longsor yang diidentifikasi.

"Sebetulnya yang rawan banyak. Di Kabupaten yang diidentifikasi rawan banjir dan longsor ada 279," kata Kepala BNPB Willem Rampangilei‎ di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Jakarta, Jumat (13/11/2015).

Willem mengatakan, meski banyak titik rawan banjir dan tanah longsor, namun system early warning atau‎ sistem peringatan dini terhadap musibah itu masih minim. Artinya, sistem peringatan dini tidak sebanding dengan jumlah titik rawan.

"Saya kasih gambaran juga, sistem peringatan dini terhadap banjir dan longsor baru 42," kata dia.

Kendati, kata Willem, BNPB akan merancang proyek jangka panjang untuk membangun sistem peringatan dini bahaya banjir dan tanah longsor. Pihaknya sudah kerja sama dengan pihak-pihak kampus untuk proyek ini.

"Ini rencana jangka panjang. Untuk membangun sistem peringatan dini ini, kami kerja sama dengan universitas-universitas di daerah. Kita sudah bekerja sama dengan UGM (Universitas Gadjah Mada), sementara itu dulu," ujar dia.

Anggaran Rp 150 Miliar

Willem menjelaskan, untuk mengantisipasi musibah banjir dan tanah longsor pemerintah telah menyiapkan anggaran Rp 150 miliar. Namun, dengan ancaman bencana tersebut pemerintah daerah juga harus berperan aktif, tak melulu mengandalkan BNPB.

"Pemda harus melakukan kegiatan tanggap darurat. Misalnya melakukan kegiatan keposkoan. Kan perlu untuk mobilisasi, perlu pengerahan pemberdayaan manusia, dan sebagainya. Peruntukkan itu untuk seluruh Indonesia. Jadi, kebijakan pemerintah adalah menetapkan anggaran Rp 150 miliar," ujar dia.

Menurut Willem, anggaran dana penanggulangan bencana itu bernama dana siap pakai atau DSP. Dana ini ada di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Jadi nantinya BNPB akan mengajukan permohonan atau permintaan ke Kemenkeu untuk mencairkan dana siap pakai tersebut.

Nantinya, kata Willem, BNPB juga akan berkoordinasi dengan pemda-pemda setempat untuk mengalokasikan dana siap pakai itu. Dana itu tidak akan dibagi rata ke semua pemda, melainkan dialokasikan sesuai kebutuhan masing-masing daerah.‎ Karena karakteristik ancaman bencana dan penanggulangan di setiap daerah berbeda.

‎"Jadi pemda sendiri yang tahu apa kebutuhannya, dan semua itu ada pendampingan dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) untuk akuntabilitas nya. Dan itu sudah berjalan. Jadi (anggaran) itu tidak dibagi rata. Tapi sesuai dengan kebutuhan masing-masing (daerah), karena masing-masing daerah punya karateristik tersendiri," pungkas Willem. (Rmn/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya