6 Fakta Mengenai Dokter Muda Andra

Andra ingin menjadi dokter sejak duduk di bangku taman kanak-kanak.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 13 Nov 2015, 20:29 WIB
Diterbitkan 13 Nov 2015, 20:29 WIB
20151113-Menkes Nila Beri Penghormatan Terakhir Untuk dr Andra-Jakarta
Menkes Nila F Moeloek (tengah) saat menyambut dan memberi penghormatan terakhir untuk jenazah dokter muda, Dionisius Giri Samudra atau yang akrab disapa dokter Andra di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Jumat (13/11). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Dionisius Giri Samodra meninggal dunia saat melaksanakan program Internship atau magang di Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku.

Rabu 11 November 2015 pukul 18.18 WIT, pemuda 24 tahun yang kerap disapa Andra itu menghembuskan napas di RS Bumi Cendrawasih, Kabupaten Dobo, karena virus campak dengan komplikasi infeksi otak.

Sebelum meninggal, ia menderita demam tinggi dan penurunan kesadaran. Namun karena keterbatasan fasilitas, Andra tidak dapat ditangani di RS Cendrawasih Dobo.

Sang dokter muda itu juga tidak bisa dipindahkan ke rumah sakit yang lebih besar di Ambon karena sulitnya sarana transportasi.

Berikut fakta-fakta tentang dokter Andra yang menyita perhatian publik:

Ingin Jadi Dokter Sejak TK

Almarhum Dionusius Giri Samodra atau Andra (24) konsisten dalam menggapai cita-citanya. Dia ingin menjadi dokter sejak duduk di bangku taman kanak-kanak.

"Kalau ditanya cita-citanya apa, pasti dia jawab mau jadi dokter. Itu jawabannya selalu sama sampai dia duduk di bangku SD, SMP, SMA, sampai dia mewujudkannya ngambil Fakultas Kedokteran di Unhas Makasar," tutur Theresia, kakak Andra saat ditemui di rumah duka, Jalan Cempaka B6 Nomor 5, Komplek Mahkamah Agung Pamulang Indah, Kota Tangerang Selatan (Tangsel).

Padahal, di keluarganya, tidak ada satupun yang ingin jadi dokter. "Saya atau adik bontot ini enggak mau jadi dokter, dia beda sendiri memang. Selalu optimistis kalau punya cita-cita pasti dikejar," kata Theresia.

Andra, sebenarnya tidak berencana menjadikan Dobo Kepulauan Aru, Maluku sebagai tempat magang. Justru dia mengincar Bekasi, Jawa Barat sebagai tempat menimba ilmu.

"Biar tak jauh dari orangtua kata dia," ujar teman kampus Andra, Rizky Amalia di rumah duka.

Lantaran kehabisan kuota, Andra mengalihkan rencananya. Dia memilih lokasi di Sulawesi Selatan, agar tak begitu jauh dari kampus. Namun kehabisan juga, hingga akhirnya dia memilih Dobo.

Tak Pernah Mengeluh

Theresia mengatakan adiknya itu tak pernah mengeluh soal program magangnya. Padahal, dia harus tinggal jauh dari kehidupan perkotaan. Akses jalan dan transportasinya pun terbatas.

Dia hanya mendengar cerita seru dan menyenangkan dari Andra yang 5 bulan ini menetap di Dobo, Kepulauan Aru Maluku Tenggara.

"Katanya bupatinya baik, kehidupan masyarakatnya ramah. Dia bakal menyesal kalau sampai nilai praktiknya kecil atau jelek," ujar Theresia.

Andra juga bercerita tentang keterbatasan fasilitas yang diperolehnya. Sehari-hari, dia harus tidur di rumah kepala desa setempat.

Jangankan rumah tinggal, kendaraan khusus untuk ke rumah sakit pun tidak ada. Namun, dia melakukannya dengan ikhlas.

Selama magang, Andra dibayar Rp 2,5 juta per bulan.

Minta Dipeluk Ibu

Andra (24) sempat pulang ke rumahnya di Kompleks Mahkamah Agung, Kecamatan Pamulang, Kota Tangsel, Banten pada awal November 2015.

Saat pulangnya itu, almarhum sempat meminta pelukan dari sang ibu. Dia juga minta tidur bersama ibunda, Fransisca.

Hal tersebut menjadi kenangan terindah dan terakhir bagi Fransisca sebelum Andra pergi untuk selamanya.

"Saat sebelum pulang dia ingin tidur sama saya dan minta dipeluk juga. Dia bilang, 'Saya mau tidur sama Ibu, peluk saya dong, Bu,' gitu katanya," tutur Fransisca sembari menirukan permintaan mendiang anaknya di kediamannya, Pamulang, Banten pada Kamis 12 November 2015.

Mulai Demam saat di Rumah

Kepulauan Aru, salah satu kabupaten di Maluku. Letaknya, ada di bawah Pulau Papua. Perlu waktu 12 jam naik feri dari Tual, Maluku untuk menuju ke sana. Namun, kabupaten itu selalu membuat Andra, dokter muda dari Tangerang Selatan, untuk kembali ke sana.

Padahal, Fransisca mengatakan putranya itu sudah tidak enak badan dan demam saat di rumah pada awal November 2015.

Andra tetap memaksa kembali bertugas ke Kepulauan Aru.

"Sebelum berangkat badannya panas, tapi dia bilang karena ini sudah tanggung jawabnya dia memilih kembali ke pedalaman Aru. Dia harus masuk rumah sakit untuk membantu pasien," kenang Fransisca.

Memaksa Terbang

Rio, teman sejawat Dokter Andra (24), menceritakan masa-masa kritis almarhum sebelum menghembuskan napas terakhir.

"Saya bertemu Andra di Ambon, saat dia turun dari pesawat. Saat itu, dia sudah mengeluh suhu tubuhnya tinggi," ujar Rio di rumah duka, Jalan Cempaka B6 Nomor 5 Komplek Mahkamah Agung, Pamulang Indah, Pamulang, Tangerang Selatan (Tangsel), Jumat (13/11/2015).

Namun, Andra masih memaksakan diri untuk terbang dengan menggunakan pesawat kecil menuju Tual selama 2 jam.

"Sesampainya di Tual, kita lanjutkan perjalanan dengan kapal feri selama 12 jam menuju Dobo. Nah, saat itu Andra sudah mulai ngedrop," ujar Rio.

Melihat kondisi Andra yang tak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan, Rio dan beberapa temannya mengevakuasinya menuju rumah sakit terdekat. Andra harus mendapatkan perawatan intensif.

Pada rumah sakit inilah diketahui suhu badan Andra mencapai 41 derajat Celsius. Kondisinya sudah lemah.

Darat, Laut dan Udara

Jumat (13/11/2015), keluarga dan rekan Andra terus berdatangan di rumah duka Jalan Cempaka B5 Nomor 5, Kompleks Mahkamah Agung, Pamulang Indah Kecamatan Pamulang,
Kota Tangerang Selatan. Salah satunya adalah rekan Andra dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Mereka ingin menunjukkan kedukaannya kepada masyarakat Indonesia. Saat datang ke rumah duka, mereka membentangkan kain putih bertuliskan 'Kami Ikatan Dokter Indonesia
Mengucapkan Selamat Jalan Sejawat Dr Dionsius Giri Samodra'.

Kain itu dilengkapi dengan coretan tanda tangan para dokter yang hadir lengkap dengan
tulisan ucapan belasungkawa.

Sebagian anggota IDI yang datang juga mengenakan pita hitam di dada sebelah kirinya.

Namun, mereka hanya bisa menyaksikan peti jenazah kosong. Andra, belum pulang ke rumah.

Sulitnya sarana transportasi membuat pemulangan jenazah Andra dilakukan melalui jalur darat, laut, dan udara.

Kamis 12 November 2015 sore, dengan menggunakan speedboat milik Pemerintah Kabupaten Aru, jenazah Andra dibawa ke Tual Maluku Tenggara.

Setelah 1 malam disemayamkan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karel Satsuit Tubun, jenazahnya diterbangkan ke Ambon pada Jumat 13 November sekitar pukul 08.00 Wita. Baru 1 jam kemudian, jenazah dokter muda ini diterbangkan ke Jakarta menggunakan penerbangan reguler. (Mvi/Bob)
 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya