Liputan6.com, Jakarta - Rapat antara Badan Anggaran (Banggar) DKI Jakarta dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, untuk membahas penyelarasan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) tak berjalan mulus.
Pimpinan Banggar DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan, pihaknya menemukan adanya anggaran siluman dalam sistem e-budgeting dengan selisih Rp 23 miliar dalam anggara Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Pemprov DKI.
Menurut Triwisaksana, selisih dana ini sebelumnya tak ditemukan saat pembahasan bersama Banggar dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Tapi saat pihak Pemprov DKI, khususnya Disparbud menunjukkan anggaran e-budgeting, selisih itu muncul. Sehingga rapat akan digelar ulang pada Senin, 23 November mendatang.
"Ada antre liar ke sistem e-budgeting," ucap Triwisaksana singkat di Gedung DPRD DKI Jakarta, Sabtu (21/11/2015).
Sekretaris Daerah Saefullah yang hadir di ruang rapat pun diminta menjelaskan perihal dana siluman ini. Rencananya Banggar DPRD DKI akan melaporkan penemuan ini kepada Kementerian Dalam Negeri.
"Kenapa sistem e-budgeting tidak aman untuk memastikan anggaran ini terakomodir secara transparan?" tanya Triwisaksana kepada Saefullah.
Tak hanya Triwisaksana, anggota Banggar Tandanan Daulay pun mengatakan sikap sepihak Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang diduga menghasilkan perbedaan rumusan anggaran antara yang dibahas bersama Banggar dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan e-budgeting menyalahi mekanisme. Lagi-lagi, Saefullah ditanyai hal ini.
"Sebelumnya saya mau tanya ke Sekda dan Kepala Bappeda dulu. Bolehkan anggaran ini diubah-ubah tanpa ada pemberitahuan ke DPRD? Ini sudah salah mekanisme kalau menurut saya," tanya Tandanan.
"Ini perlu penjelasan terlebih dahulu secara keseluruhan. Bertahun-tahun bahas anggaran tidak pernah ada seperti ini," sambung dia.
Â
Baca Juga
Menyalahi Prosedur?
Advertisement
Tandanan pun meminta kepada Mohammad Taufik dan Triwisaksana selaku Pimpinan Banggar DPRD DKI, menegur Pemprov DKI yang menurutnya menyalahi aturan.
Taufik akhirnya mengatakan kepada Kepala Disparbud Purba Hutapea bahwa dari segi hukum, yang dilakukan Pemprov menyalahi prosedur.
"Hukumnya tidak boleh begitu, Pak," imbau Taufik.
Purba juga 'disemprot' anggota Banggar DPRD DKI Bestari Barus. Politisi Demokrat ini komplain, karena Kadispasbud tidak mencetak RAPBD Disparbud di kertas.
Menurut Bestari, Purba harus menyerahkan RAPBD dalam bentuk hardcopy, karena DPRD ingin melihat anggaran mana saja yang diubah Ahok.
"Pembahasan banggar macam apa ini? Cetak hardcopy saja nggak ada. Yang kami dengar anggaran Bapak banyak dipotong," tandas Bestari kepada Purba.
Anggaran Disparbud Pemprov DKI dipangkas habis-habisan oleh Ahok dari angka Rp 1,2 triliun sampai Rp 300 miliar. Alasannya, banyak acara-acara yang tidak penting dimasukan dalam RAPBD. (Rmn/Ron)