Gugatan Denny Indrayana Cs Kandas di MK

MK Menilai pemilihan Kapolri dan Panglima TNI oleh DPR merupakan bagian dari proses checks and balances.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 07 Des 2015, 19:28 WIB
Diterbitkan 07 Des 2015, 19:28 WIB
20150715-Pelantikan-KSAD-Jakarta-Mulyono4
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (kiri) berbincang dengan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti usai pelantikan KSAD yang baru di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/7/2015). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Gugatan Denny Indrayana Cs soal kewenangan DPR memilih Kapolri dan Panglima TNI kandas di Mahkamah Konstitusi (MK). Majelis menilai, DPR tidak menyalahi konstitusi dalam memilih Kapolri dan Panglima TNI.

Adapun materi gugatan yang dilayangkan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkum Ham) Denny Indrayana adalah Undang-undang 2 tahun 2002 tentag Polri dan Undang-undang 34 tahun 2004 tentang TNI. Lebih rinci, gugatan yang dilayangkan terkait poin pemilihan yang dilakukan DPR.

Menurut para majelis, baik Denny, maupun Peneliti Pukat Universitas Andalas Ferri Amsari, Peneliti Pukat UGM Hifdzil Alim, selaku pemohon, tidak memiliki kedudukan hukum dan dan tidak bisa menjelaskan dampak kerugian dari kewenangan tersebut.

Para pemohon itu adalah, Pemohon 1 Denny Indrayana, pemohon 2 Ferry Amsari, dan Pemohon 3 Hifdzil Alim. "Pemohon tidak bisa mendalilkan bentuk-bentuk kerugiannya seperti apa, sesuai pasal-pasal yang dimohonkan," ujar Ketua Majelis Anwar Usman, di Jakarta, Senin (7/12/2015).

Meski demikian, ketua majelis Anwar Usman, tetap mengakui Ade Irawan selaku penggugat dan menganggap Ade Irawan memiliki legal standing. Tetapi gugatan itu tetap ditolak hakim.

"Tapi pemohon tidak beralasan menurut hukum," tutur dia.

Menurut Majelis, terkait dengan hak prerogatif Presiden meskipun secara eksplisit tidak disebutkan dalam UUD 1945, namun dalam pembahasan perubahan UUD 1945 isu tentang hak prerogatif Presiden menjadi perdebatan semua fraksi.

Dan, secara garis besar hampir semua fraksi setuju adanya hak prerogatif Presiden, dengan tetap dibatasi oleh mekanisme checks and balances dalam rangka untuk membatasi besarnya dominasi dan peran seorang Presiden. Kontrol terhadap Presiden secara kelembagaan dapat dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

"Karena itu, menurut Mahkamah, adanya permintaan persetujuan oleh Presiden kepada DPR dalam hal pengangkatan Kapolri dan Panglima TNI sebagaimana diatur dalam UU 2/2002, UU 3/2002 dan UU 34/2004 bukanlah suatu penyimpangan dari sistem pemerintahan presidensial, hal tersebut justru menggambarkan telah berjalannya mekanisme checks and balances sebagaimana tersirat dalam UUD 1945," kata Majelis Anwar Usman.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya