Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akan memutuskan kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR, Setya Novanto.‎ Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyarankan agar MKD memutuskan koleganya di Pimpinan DPR tersebut secara musyawarah mufakat.
"Ya kalau saya mengusulkan, belum ada preseden MKD itu voting, atau digelar terbuka, karena dalam Undang-undang jelas disebutkan bahwa rapat MKD adalah rapat tetutup dan sebaiknya keputusan diambil secara kolektif kolegial, secara bersama-sama, musyawarah mufakat," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyatakan, MKD harus terus menjalankan proses tersebut berdasarkan undang-undang tanpa tekanan dari berbagai pihak. "Saya kira itu tradisi yang baik, karena seharusnya DPR ini dapat melihat keputusan yang lebih independen tanpa melihat tekanan yang terlalu banyak," ujar dia.
Baca Juga
Menurut Fahri, semua putusan yang diambil karena tekanan bisa menghasilkan ‎masalah baru lantaran bisa melenceng dari aturan yang ada.
"Tetapi kalau kita melakukan sesuai UU MD3 dan tata beracara maka keputusan kita itu adalah keputusan yang menenangkan," lanjut dia.
Oleh karena itu, Fahri berharap masyarakat juga menghormati putusan MKD apapun untuk Setya Novanto yang juga politisi Golkar tersebut. Dia menambahkan, selain kasus dugaan etik Setya Novanto, masyarakat harus mengawal isu-isu nasional yang lebih besar.
"Jadi saya berharap keputusannya musyawarah mufakat lalu kita sebagai masyarakat beranjak kepada isu yang lebih besar yaitu isu nasional, kedaulatan sumberdaya nasional, Freeport di Papua, dan lain-lain yang efeknya jauh lebih besar dari kehidupan kita berbangsa dan negara. Mudah-mudahan itu bisa terwujud," tandas Fahri Hamzah.