Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Pelindo II, Richard Joost Lino, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II tahun 2010.
Alumni Teknik Sipil Institut Teknologi Bandang tahun 1978 tersebut diduga melakukan korupsi yang menyebabkan negara mengalami kerugian mencapai puluhan miliar rupiah.
Pria kelahiran Rote, Nusa Tenggara Timur 7 Mei 1953 dan pernah menjadi manajer proyek pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 1978 tersebut ternyata diketahui memiliki kekayaan lebih dari Rp 32 miliar.
Baca Juga
Berdasarkan catatan KPK dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang pernah dilaporkan Lino, secara rinci kekayaan yang meliputi harta bergerak dan tidak bergerak mencapai Rp 32.694.486.808 dan US$ 84.687.
Harta tidak bergerak yang terakhir dilaporkan ke KPK tahun 2012 ini terdiri dari sejumlah bidang tanah dan bangunan di sejumlah wilayah yang nilainya mencapai Rp 29.247.350.000.
Sedangkan harta bergerak, Lino diketahui memiliki kendaraan berupa 1 unit mobil Chevrolet Captiva dan 1 unit mobil Mitsubishi Grandis yang totalnya Rp 650.000.000.
Harta bergerak lainnya yang dilaporkan RJ Lino ke KPK juga berupa logam mulia, barang-barang seni dan antik serta lainnya yang nilainya mencapai Rp 1.600.000.000. Serta ditambah giro dan setara kas yang bernilai Rp 1.197.136.808 dan US$ 84.587.
Dengan nilai kekayaan yang cukup fantastis, RJ Lino juga dikenal sebagai orang yang tidak segan memberikan hadiah kepada orang lain.
Belakangan, ia juga pernah dilaporkan ke KPK oleh politisi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu lantaran dianggap memberikan sejumlah perabotan rumah tangga bernilai ratusan juta kepada Menteri BUMN Rini Soemarno.
Masinton Pasaribu menyebut, laporan ini sengaja disampaikan ke KPK karena sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, penyelenggara negara tidak boleh menerima barang atau janji terkait jabatannya.
"Ini pemberinya jelas Dirut Pelindo, yang menerima jelas diberikan ke Menteri BUMN, sesuai dengan di dokumen ini," terang Masinton saat itu.
Kasus yang diusut KPK ini juga bermula dari penyelidikan terhadap laporan Serikat Pekerja Pelindo II kepada KPK pada 2014. Kala itu, para Serikat Pekerja Pelindo II melaporkan manajemen Pelindo II terkait sejumlah hal yang dianggap ganjil.
Oleh KPK, RJ Lino disangkakan dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.