Liputan6.com, Jakarta - Siapa yang tidak kenal dengan kawasan Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur. Permukiman warga yang berada di bantaran Sungai Ciliwung ini selalu berlangganan banjir setiap musim hujan datang.
Hampir seluruh rumah di Kampung Pulo terendam saat hujan deras tiba. Bahkan, saat hujan tidak turun pun bisa banjir, karena mendapat kiriman banjir dari Bogor.
Banjir yang merendam membuat ribuan warga mengungsi ke lantai 2 rumah mereka, di pinggir jalan Jatinegara Barat, atau tenda dan tempat pengungsian. Penanganan banjir seakan menemui jalan buntu.
Tapi, sejak Jakarta dipimpin pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok), kawasan ini menjadi perhatian utama. Keduanya berkeras hati menghilangkan musibah banjir yang melanda warga setiap tahunnya.
Berbagai cara dilakukan sampai akhirnya wajah Kampung Pulo kini perlahan berubah hingga nyaris tak banjir lagi. Lalu bagaimana hal itu bisa terjadi?
Banjir Meluap ke Jalan
Setiap memasuki akhir dan awal tahun, warga Kampung Pulo sudah bersiaga dengan berbagai kemungkinan datangnya banjir. Barang-barang sudah dipindahkan ke lantai 2 rumah mereka.
Gang V merupakan wilayah paling parah terendam banjir. Lokasinya yang berada di ujung sungai sebelum aliran berbelok menuju pintu air Manggarai, membuat debit air yang mengalir lebih banyak.
Rumah di Gang V biasanya terendam hingga ke lantai 2 rumah bila puncak banjir melanda. Kalau sudah begitu, mereka terpaksa pindah ke lokasi pengungsian di Kantor Sudin Kesehatan Jakarta Timur, yang berada sekitar 300 meter dari gang tersebut.
Air pun tak jarang meluap hingga ke Jalan Jatinegara Barat. Ketinggian air bisa mencapai 2 meter. Kondisi ini membuat lalu lintas lumpuh. Jalur dari Kampung Melayu menuju Matraman tidak bisa dilalui.
Jalan yang terputus ini digunakan warga untuk memarkir kendaraan. Begitu pula dengan kendaraan petugas yang terlibat dalam penanganan bencana ini.
Kondisi ini bukan sebentar. Mereka terjebak di air keruh dan kotor itu bisa sampai 1 bulan, itu pun masih ditambah banjir kecil yang bisa semalaman surut. Warga direpotkan dengan membersihkan lumpur dan sampah yang terbawa aliran sungai.
Advertisement
Negosiasi
Banjir di Kampung Pulo seperti berlangganan. Jokowi saat menjadi Gubernur DKI Jakarta sudah beberapa kali bertemu warga, membicarakan rencana relokasi.
Berbagai harapan warga terkait penggusuran pun diutarakan. Sampai akhirnya diputuskan, warga tidak ingin pindah jauh dari Kampung Pulo.
Pemprov DKI Jakarta pun menjalin kerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum, untuk membangun rusunawa Jatinegara Barat.
Untuk membangun 4 tower rusunawa 16 lantai itu, Pemprov DKI Jakarta terpaksa meruntuhkan gedung dinas teknis yang berada di Jalan Jatinegara Barat, atau beberapa meter dari Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur.
Lahan inilah yang digunakan untuk membangun rusunawa Jatinegara Barat. Setahun kemudian, 520 unit rusunawa Jatinegara rampung. Â
Pemenuhan keinginan ini tidak membuat warga Kampung Pulo beranjak. Mereka tetap menolak relokasi dari rumah ke rusun. Padahal, unit seluas 30 meter persegi itu sudah dilengkapi fasilitas terbaik di antara rusun lainnya.
Berbagai upaya dilakukan warga agar penertiban dan relokasi tidak dilakukan. Mulai dari gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), hingga datang langsung menemui Ahok. Namun, upaya ini tak menyurutkan niat Ahok menertibkan Kampung Pulo.
Suami Veronica Tan itu mengajukan beberapa tawaran menarik. Mereka yang memiliki sertifikat rumah, bahkan girik yang menunjukkan lahan Kampung Pulo merupakan milik mereka akan dibeli 1,5 kali.
Misalnya, mereka memiliki tanah 100 meter persegi akan dibayar dengan 150 meter persegi dalam bentuk unit rusun. Bila 1 unit luasnya 30 meter persegi, warga akan mendapat 5 unit rusun bersertifikat hak milik dan bisa disewakan ke orang lain.
Tapi, tak ada satupun yang bisa menunjukkan kepemilikan sertifikat itu. Tidak adanya titik temu membuat Ahok tetap melakukan penertiban dan relokasi warga Kampung Pulo ke rusunawa.
Eksekusi Ricuh
Sebelum mengeksekusi warga Kampung Pulo, Ahok lebih dulu menertibkan 13 ruko di sisi Jalan Jatinegara Barat. Ruko itu sebagai pembuka untuk membuat sheetpile atau dinding turap penahan laju air meluap ke jalan.
Meski mendapat penolakan, relokasi ini tidak banyak mendapat perlawanan. Para pemilik ruko pun ikut memindahkan barang-barang mereka dari ruko.
Setelah proses panjang, relokasi dilaksanakan pada 20 Agustus 2015. Sejak pagi, ratusan petugas gabungan dari Satpol PP, TNI, dan Polri sudah siaga.
Beberapa alat berat juga sudah siaga di lokasi. Tak mau kalah, warga Kampung Pulo pun sudah siap mempertahankan tanah kelahiran mereka, yang sudah ditinggali puluhan tahun lalu.
Awalnya, negosiasi sempat dilaksanakan agar tak ada gesekan saat penertiban berlangsung. Tapi upaya itu sia-sia. Warga menyerang petugas Satpol PP. Petugas dibantu pasukan antihuru-hara dari Polda Metro Jaya mengendalikan situasi.
Warga semakin garang. Mereka melempari petugas dengan batu, kayu, bom molotov, dan benda lainnya. Aksi brutal warga berlanjut, 1 eskkavator yang digunakan untuk penertiban dibakar.
Bukan mundur, petugas terus melawan warga agar mundur. Ahok pun meminta Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian menambah personel. Tak lama puluhan polisi dari satuan Brimob tiba di lokasi membantu penertiban.
Kericuhan akhirnya bisa dikendalikan. Warga memilih mundur dan kembali ke permukiman warga dan berpencar ke berbagai tempat. Penertiban bangunan benar-benar rampung setelah 7 hari.
Advertisement
Kritik dan Dukungan
Cara Ahok menertibkan dan merelokasi warga Kampung Pulo, Jakarta Timur disoroti banyak pihak. Ada yang menyebut cara itu ‘menyeramkan’, ada pula yang mendukung relokasi.
Kritik cukup pedas datang dari mantan rekannya di Partai Gerindra yang juga Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Dia menilai, relokasi harus elegan, sehingga tidak ada penolakan dari warga. Mengingat kondisi ekonomi sedang tidak baik.
Hal serupa juga disampaikan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani. Menurut politikus PDIP itu, relokasi warga seharusnya dilaksanakan secara persuasif.
Komnas HAM dan Komisii II DPR pun tidak tinggal diam. Keduanya kompak membuat tim khusus untuk menyelidiki kasus ini.
Dukungan juga datang dari berbagai pihak. Sebut saja Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK. Dia menilai, nantinya warga akan merasakan manfaat dari solusi banjir yang ditawarkan Pemprov DKI Jakarta.
Hal senada juga disampaikan Ketua MPR Zulkifli Hasan. Dia menilai warga Kampung Pulo sudah saatnya lepas dari musibah banjir tahunan.
Kawasan Terpadu
Ahok bukan tidak memiliki rencana besar, setelah merelokasi warga Kampung Pulo, Jakarta Timur. Mantan Bupati Belitung Timur itu ingin menyulap kawasan itu menjadi kawasan terpadu hingga objek wisata air, seperti zaman Belanda.
Upaya itu diawali dengan membangun sheetpile di sepanjang bibir Sungai Ciliwung. Jalan inspeksi juga dibangun untuk mempermudah akses alat berat masuk ke sungai, saat masa pemeliharaan nanti.
Pembangunan saat ini memang masih menemui banyak kendala. Sebut saja keterlambatan proyek pembangunan. Ini sebagai rentetan keterlambatan relokasi dan penertiban yang dilakukan Pemprov DKI, karena adanya perlawanan dari warga.
Alhasil, sebagian warga Kampung Pulo masih 'menikmati' banjir.
Ahok mengatakan, relokasi dilakukan untuk mengembalikan kondisi Sungai Ciliwung selebar 15-20 meter seperti semula. Setelah permukiman warga selesai ditertibkan, pemprov akan membangun kawasan terpadu di lokasi itu.
Tahap awal, Pemprov akan melanjutkan pembangunan sheetpile yang sekarang sudah dibangun di lahan bekas penertiban 13 ruko yang ada di bantaran kali. Setelah itu, lahan kosong akan dibangun rumah susun, seperti yang ada di Jatinegara Barat.
Selain rumah susun, berbagai fasilitas lain juga akan dibangun, seperti taman, perlengkapan wisata air, dan lokasi perdagangan. Sehingga masyarakat tetap memiliki tempat untuk melanjutkan usahanya.
Menurut Ahok, kawasan Kampung Pulo memang memiliki arti sesuai namanya, yakni kampung di dalam pulau yang berada di pusaran aliran Sungai Ciliwung.
Di lokasi itu pula, rumah susun terpadu akan dibangun. Warga yang kini tinggal di Rusunawa Jatinegara dan ingin menempati rusun baru itu juga diperbolehkan.
Pembangunan ini akan dilakukan saat semua kawasan di sekitar Kampung Pulo, termasuk Bukit Duri selesai dinormalisasi. Sehingga wajah Sungai Ciliwung akan kembali seperti sedia kala.
Advertisement