Liputan6.com, Jakarta - Deputi II Bidang Dalam Negeri Badan Itelijen Negara (BIN), Thamrin membantah kalau pihaknya kecolongan dalam peristiwa penyerangan Polsek Sinak, Kabupaten Puncak, Papua yang menewaskan 3 orang polisi.
Menurut Thamrin, BIN sebenarnya telah mengetahui akan adanya ancaman penyerangan tersebut. Bahkan, kata dia, pihaknya sudah memberikan peringatan pada polisi.
"Memang kita itu dilema. Intelijen kalau ada yang seperti ini selalu dibilang kecolongan. Padahal kita selalu sudah mengingatkan, bahwa ada perencanaan sebelumnya bahwa di akhir tahun dia akan mengeluarkan aksi," ujar Thamrin di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Selasa (29/12/2015).
Menurut Thamrin, sebetulnya aparat TNI dan Polri telah melakukan langkah antisipasi. Namun langkah yang dilakukan dianggap kurang menyeluruh lantaran luasnya wilayah Papua tidak sebanding dengan jumlah personil yang ada.
"Sebetulnya mereka sudah antisipasi kok. Demikian luasnya wilayah kan tidak mungkin tercover semua,itu kan gunung-gunung," ujar Thamrin.
Baca Juga
Lalu, apakah perlu penambahan personil untuk menjaga wilayah Papua dari bahaya ancaman gerakan separatis yang ada saat ini? Menurut dia, hal tersebut hingga saat ini perlu dilakukan.
"Saya rasa enggak perlu (tambah personel). Kekuatan TNI dan Polri cukup banyak. Kelompok itu kan sedikit saja," papar Thamrin.
Penyerangan di Polsek Sinak, Kabupaten Puncak, Papua, terjadi Minggu 27 Desember 2015 malam, sekitar pukul 20.45 WIT. Kejadian itu menewaskan 3 anggota polisi dan 7 pucuk senjata api hilang.
Tujuh pucuk yang diambil kelompok penyerang berjenis Ak 47 dan SS 1 masing masing 2 pucuk, serta jenis senjata api laras panjang atau moser 3 pucuk, beserta amunisi 1 peti
Kepolisian Polda Papua menduga penembak 5 polisi di Polsek Sinak, Kabupaten Puncak berjumlah 25 orang. Mereka masuk dari pintu belakang polsek yang diduga dibuka oleh DK yang selama ini sudah 4 tahun menjadi tenaga pembantu di polsek.