Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo batal menghadiri acara penobatan Putra Mahkota Kadipaten Pura Pakualaman Kanjeng Bendara Pangeran Harya (KBPH) Prabu Suryodilogo sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam X.
‎
Acara tersebut rencanan akan di digelar di Kagungan Dalem Bangsal Sewotomo Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta, Kamis, 7 Januari 2015 besok. ‎‎
"Tidak jadi hadir," ujar Tim Komunikasi Presiden, Ari Dwipayana, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (6/1/2016).
Ari membantah jika batalnya kehadiran Jokowi dalam acara tersebut karena adanya penolakan penobatan KBPH Suryodilogo sebagai Paku Alam X oleh keluarga kerajaan sendiri. Menurutnya pembatalan tersebut lantaran Jokowi harus mengikuti agenda lain yang telah dijadwalkan sebelumnya. ‎
"Bukan karena itu, tapi karena ada pekerjaan lain," ungkap Ari.‎
Kerabat Paku Alaman Bupati Sepuh KRMT Roy Suryo Notodiprojo mengatakan, prosesi penobatan akan dilakukan pada pukul 08.30 WIB, di Kagungan Dalem Bangsal Sewotomo Kadipaten Pakualaman.
Panitia, kata Roy, juga mengundang sejumlah tamu penting dalam proses penobatan tersebut. Tamu yang hadir diantaranya para Raja dari berbagai daerah di Indonesia seperti kerabat dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Kasunanan Surakarta, Kadipaten Mangkunegaran, Kraton Cirebon, serta Kasultanan Goa.
Selain itu, para petinggi pemerintahan baik pusat maupun daerah juga diundang untuk menghadiri upacara penobatan.
"Presiden, Menteri, Ketua Parlemen pusat dan daerah, petinggi TNI/Polri. Rohaniawan, akademisi dan tokoh masyarakat juga diundang," ucap Roy. ‎
Baca Juga
Tudingan Negatif Jelang Penobatan ‎
Kabar tidak sedap diembuskan pihak KGPAA Paku Alam IX al Haj Anglingkusumo. Putra mahkota KGPH Suryodilogo dituding sebagai anak yang lahir di luar ikatan pernikahan resmi. Karena itu, penobatannya dinilai tidak sah.
‎
KPH Wiroyudho, perwakilan Anglingkusumo, menunjukkan dokumen untuk memperkuat tudingannya. Dalam dokumen itu disebutkan Wijiseno Hario Bimo, nama kecil KGPH Suryodilogo, lahir pada 15 Desember 1962. Sedangkan, pernikahan BRM Ambarkusumo atau Paku Alam IX dengan Koesoemarsini, ibunda Suryodilogo, tercatat pada 27 Februari 1963.
"Kami tidak menuduh, tapi fakta itu yang kami temukan. BRM Ambarkoesoemo menikah dengan Koesoemarsini binti Hadjoprawiro pada tanggal 27 Februari 1963. RM Wijoseno Hario Bimo lahir pada tanggal 15 Desember 1962," ujar Wiroyudho.
Data itu didapat, lanjut Wiroyudho, karena masih dalam lingkup keluarga sehingga mengerti alur silsilah dan sejarah dalam keluarga serta memiliki bukti–bukti kuat.‎
‎Berbekal informasi itu, Wiroyudho mengatakan penobatan Suryodilogo tidak sah karena salah satu kriteria untuk menjadi Paku Alam adalah harus anak kandung yang dilahirkan dalam ikatan pernikahan. Dia mengatakan pernyataan itu didukung pula oleh Himpunan Kerabat dan Kawulo Pakualaman Notokusumo (HKPA Notokusumo).
"Anglingkusumo menyatakan menolak Jumenengan tersebut dan tidak mengakui Bimo sebagai Paku Alam karena yang bersangkutan tidak memenuhi kriteria untuk menjadi Paku Alam sehingga dia tidak berhak," kata Wiroyudho.