Sambangi Parlemen, Muhammadiyah Usul UUD 1945 Diamandemen Lagi

Konstitusi yang telah diamandemen menjadi UUD NRI 1945 saat ini, menurut dia seperti sudah tercerabut dari representasi rakyat.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 19 Jan 2016, 01:48 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2016, 01:48 WIB
Ketua Umum Muhammadiyah, Haedar Nashir.
Ketua Umum Muhammadiyah, Haedar Nashir. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengusulkan MPR melakukan amandemen terbatas konstitusi atau UUD 1945 guna mengembalikan posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara dan menghidupkan kembali garis-garis besar haluan negara (GBHN).

"Muhammadiyah mencermati arah perkembangan bangsa sejak era reformasi, melihat adanya distorsi demokrasi, salah satunya pada posisi dan kewenangan MPR," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir ketika bertemu pimpinan MPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (18/1/2016).

Pada kesempatan tersebut, Haedar Nashir didampingi sejumlah pimpinan Muhammadiyah antara lain para ketua yakni Anwar Abbas, Busyro Muqqoddas, Muhadjir Effendy, Suyatno, serta Abdul Muti, dan Marpuji Ali.

Menurut Haedar Nashir, Muhammadiyah berpandangan poin penting dalam amandemen konstitusi adalah perubahan pasal soal pemilihan presiden dari dipilih oleh MPR menjadi pemilihan langsung oleh rakyat.

"Namun, dalam praktiknya amandemen konstitusi yang dilakukan sampai 4 kali, mengubah beberapa pasal lain sehingga jumlah pasal dan ayatnya jadi bertambah banyak," kata dia.

Menurut Haedar, Muhammadiyah melihat dalam UUD 1945 yang dibuat para pendiri bangsa, MPR benar-benar representasi wakil rakyat, baik yang dipilih melalui pemilu, maupun utusan daerah dan utusan golongan.

Konstitusi yang telah diamandemen menjadi UUD NRI 1945 saat ini, menurut dia, seperti sudah tercerabut dari representasi rakyat sehingga wakil rakyat di MPR tinggal 2, yakni DPR dan DPD.

"Dalam tafsir Muhammadiyah, MPR perlu dikembalikan ke posisi sebagai lembaga tertinggi negara. MPR juga perlu memiliki kewenangan membuat GBHN," kata dia.

Haedar menegaskan, arah pembangunan negara tidak bisa diserahkan hanya kepada visi presiden pada saat pemilihan presiden.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya